[chapter 31:End]

1.3K 35 0
                                    

Dhafin menatap kosong sebuah makam yang ada di depannya, sesekali ia juga meneteskan air matanya, masih dengan tatapan kosong.

Dhafin benar-benar merasa terpukul atas kepergian Kayla. Rasanya baru kemarin ia bertemu Kayla, mencintainya, menikmati waktu bersamanya, dan bahagia bersama Kayla.

Tapi sekarang? Kayla telah pergi, pergi sangat jauh, demi... melindungi Dhafin yang hampir tertembak.

Kini hanya tersisa Dhafin dan Rey di samping makam Kayla. Sedangkan yang lainnya sudah meninggalkan pemakaman itu sejak tadi. Karena mereka pasti akan terus merasakan kesedihan yang mendalam atas kepergian Kayla.

Keluarga, sahabat, serta orang-orang yang dekat dengannya tidak bisa menahan kesedihan mereka saat mengetahui Kayla telah pergi meninggalkan mereka.

Apalagi ibu dan para sahabat perempuannya, mereka menangis meraung-raung saat mengetahui kondisi Kayla.

"Kamu nyiksa aku, Kay... dengan kamu ngelindungin aku, tapi kamu harus pergi, aku lebih tersiksa, Kay. Kalau aku tau ini yang akan terjadi, aku pasti akan lebih milih mati di hari itu daripada aku harus ngeliat kamu mati di depan mata aku sendiri", gumam Dhafin sedih

Rey yang berdiri di belakangnya pun menepuk pundak Dhafin untuk memberinya kekuatan. Meskipun dirinya tak kalah hancur akibat kematian Kayla.

"Kayla nitipin surat ini buat lo. Dia nitipin surat ini sebelum dia keluar dari rumah, dan dia nyuruh gue buat ngasih ke elo kalau emang dia...bener-bener pergi", kata Rey sendu. Ia menyerahkan sebuah surat yang ditulis oleh Kayla dan ditujukan untuk Dhafin.

Ketika menyebut nama Kayla, Rey kembali merasakan kesedihan atas kepergian Kayla yang ia rasa terlalu cepat. Apalagi ketika mengingat pembicaraan terakhir mereka sebelum Kayla keluar dari rumah.

Rey juga merasa sangat sedih dengan kematian Kayla, tapi mau bagaimana lagi, ini telah menjadi takdir Tuhan. Dan sebagai seorang manusia yang hanya makhluk-Nya, kita tidak akan bisa melakukan apapun untuk merubah takdir kematian yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa.

Dhafin menerima surat itu dengan tangan gemetar.
Sungguh, ia merasa tidak akan bisa hidup tanpa kehadiran Kayla.

Apakah dirinya mampu jika hanya hidup dengan kenangan Kayla?
Kenangan yang telah mereka ukir bersama, meski hanya beberapa saat.
Sebelum...Kayla pergi ke alam yang berbeda.

"Lo harus kuat, Dhaf! Lo harus bisa lupain Kayla. Bukan dalam artian bener-bener ngelupain dia, cuman seenggaknya jangan terlalu terpuruk gara-gara dia pergi. Kehidupan Lo masih panjang, Lo nggak bisa cuma ngegunain waktu lo buat terus-terusan nangisin kepergian Kayla. Lo harus bangkit, Dhaf! Jangan biarin Kayla sedih karena ngeliat lo terpuruk karena kematiannya!", nasihat Rey dengan menahan air matanya yang hendak keluar.

"...", Dhafin hanya diam, tidak membalas ucapan Rey barusan. Dirinya masih terlarut dalam kesedihannya.

Rey memutuskan untuk segera meninggalkan tempat pemakaman itu, menyisakan Dhafin seorang di sana. Karena jujur saja, Rey benar-benar merasa sesak saat berada di sana. Sesak karena dirinya akan terus diingatkan dengan kematian Kayla, adik kesayangannya, adik satu-satunya.

Dhafin masih terdiam di samping sebuah gundukan tanah makam.
Ia masih menatap kosong sambil sesekali meneteskan air matanya.

Dhafin seperti seseorang yang kehilangan semangat hidup.
Ya, tentu saja. Penyemangat hidupnya telah berada di dalam gundukan tanah itu.

Perlahan-lahan, dia mulai beranjak dari posisinya.
Ia berjalan menjauh dari makam itu dengan perasaan tidak rela.

Sambil berjalan menjauh, air mata Dhafin menetes semakin deras. Dia menghapus air matanya dengan kasar, tapi air mata itu kembali keluar dari matanya.

Memang benar, kau bisa berbohong dengan mengatakan bahwa kau baik-baik saja dengan mulutmu. Tapi mata tak akan pernah berbohong, ia akan selalu menunjukkan kebenaran, kebenaran jika memang hatimu sedang rapuh.


*******

Kayla dan Dhafin [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang