[9]

3K 427 26
                                    

Aku dicampakan.

Setelah semalaman penuh tubuhku diperlakukan tidak senonoh oleh gadis hutan itu. Dia meninggalkanku begitu saja usai membuka mata di pagi hari dan dia terlihat sudah sangat sehat.

Terbukti sekarang gadis itu tengah berlarian di halaman depan yang hijau dengan rerumputan indah bersama adiknya yang bernama Jimin? Kurasa bukan.

Jungmyeong? Jungshit? Jungkook? Oh ya, Jungkook si bocah nakal.

Dan aku, hanya memperhatikannya dari sini, ralat, aku tidak peduli padanya. Aku tidak memperhatikannya. Aku hanya melihatnya saja.

Jadi aku memilih duduk santai di kursi goyang milik kakekku yang kakek letakkan tepat di depan pekarangan rumah.

Sumpah.

Selama 5 jam waktu tidurku yang tersisa, tidak sedikitpun kupejamkan mata. Tubuhku terus dikekang oleh Jennie. Saat aku menggeser lengannya untuk melarikan diri, dia selalu saja mengetahui niatku itu dan kembali mendekapku hingga aku kesulitan untuk bernafas.

Ya Tuhan. Penyakit jantung dadakan saja sudah cukup membuatku tidak nafsu makan, jangan Engkau tambahi dengan asma yang tiba-tiba mencekikku.

Gadis yang bernama Jennie itu benar-benar sangat berbahaya. Dan buasnya belum juga luntur dari wajahnya yang jelek.

Ku tarik kembali perkataanku yang sempat mengatakan bahwa dia cantik. Tidak!

Ditambah kelakuannya yang bar-bar, cukup meyakinkan diriku jika aku membencinya. Tidak jadi menyukainya walau jika wajahnya dipermak, aku yakin seratus persen dia akan lebih cantik menyaingi kecantikan Irene dan juga Yerin.

Omong-omong dengan dua wanita itu, aku jadi rindu pada mereka berdua. Lebih baik ku telepon saja menanyakan bagaimana kabar mereka tanpaku.

Pasti mereka rindu padaku.

Ku rogoh kantung celanaku dan kutemukan ponsel baruku. Haha aku sempat tertawa hambar saat melihat ponsel mahal yang kubeli di pasar bersama gadis hutan itu.

Melelahkan.

Dan aku baru ingat.

Ponsel ini benar-benar baru. Dan hanya nomor Jimin yang ku punya. Bahkan nomor ponsel kedua orang tuaku belum sempat ku simpan di dalamnya.

Astagaaaa. Aku gengsi jika harus meminta nomor ponsel Irene dan Yerin kepada Jimin. Pasti akan langsung ketahuan jika aku masih belum sepenuhnya bertaubat.

Masih saja bermain-main dengan hidupku yang sudah berantakan ini. Belum berubah menjadi orang yang sedikit memakai otaknya untuk berpikir.

Yeaaaah. Setelah ku pikir-pikir, sebenarnya aku ini tidak berguna. Apa saja yang selama ini aku lakukan sampai jatuh miskin padahal lingkunganku dikelilingi orang-orang yang bergelimang harta. Sebut saja orang tuaku dan kakek nenekku.

Aku harus berkaca. Dan melakukan sesuatu untuk memperbaiki diri.

Tapi... aku harus mulai dari mana? Semuanya terasa sangat memusingkan untuk ku kerjakan. Apalagi di sini. Ilmu bisnis yang ku dapat di perkuliahan sepertinya tidak cocok ku terapkan pada bisnis konvensional milik kakek.

Sudahlah. Itu tandanya Tuhan masih memberikan aku waktu untuk bersenang-senang.

"Bobby Oppa." Suara gadis itu membuyarkan lamunanku.

"Jennie bagaimana kabarmu?" Kulihat seorang lelaki menghampiri Jennie. Senyum yang ia tebarkan terlihat menjijikan.

Tidak tampan sama sekali. Rambutnya berantakan, giginya tidak rapi dan kulitnya agak gelap. Terlihat tidak terurus. Apa semua orang di sini seperti itu? Dekil dan kumal.

My Annoying Girlfriend [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang