Hari ini, hari terakhir ujian nasional, dan dua hari lagi atau lebih tepatnya lusa, Mamanya akan menikah dengan Hery, ayah Bima. Tentu saja cowok itu sudah mengetahui semuanya, dia marah, mengamuk, namun perlahan dia tenang sendiri, keadaan memaksa.
Alma tak ada disamping Bima saat itu, dia hanya melihat dari kejauhan, takut tiba-tiba hatinya memaksa mundur dari rencana awal. Untungnya disana ada Alina, gadis itu masih benar-benar bisa menjadi penenang Bima. Seharusnya Alma sadar dia bukan siapa-siapa dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa.
Rumah mereka sudah di hias, para tetangga juga sudah banyak yang datang untuk membantu. Clara sengaja memilih pernikahan sederhana di rumahnya, padahal Hery bisa saja menyewa gedung dan menyiapkan semuanya.
"Bu, ini mau di tambah atau segini aja?" Tanya seorang wanita berumur yang sesuai Clara.
"Ditambah saja, Bu Retno, takut kurang."
Rumahnya benar-benar ramai, beberapa hari belakangan untuk ujian saja Alma harus pindah ke kafe senja, dia butuh ketenangan untuk ujian.
Sekarang ujian sudah selesai dan tidak ada lagi alasan untuk menghindar. Alma harus kembali, turut serta dalam acara Clara.
"Ma," panggil Alma.
"Sebentar ya, mama mau kasih tau apa aja yang belum ini ke Bu Dewi biar sekalian di beli." Alma mengangguk, dia menunggu Clara menyelesaikan urusannya.
Clara beralih pada Alma setelah Bu Dewi pergi. "Kenapa sayang?" Tanya Clara lembut. Wanita itu sepertinya benar-benar berubah.
"Alma mau ngomong sesuatu tapi nggak di sini, kita ke atas ya ma."
Clara dan Alma naik ke atas, Clara memilih kamar pribadinya yang sudah di hias sangat indah. Alma merasakan sesak saat melihat hiasan kamar itu, Tante Sarah juga pastinya akan sangat tersakiti dengan semua itu.
"Jadi kamu mau ngomong apa?"
Alma menghela nafas membuat Clara semakin penasaran. "Alma nggak minta izin, Alma hanya memberitahu." Clara mengernyit semakin bingung dengan kata-kata Alma.
"Izin? Kasih tahu? Apa sih sayang mama nggak ngerti," ulang Clara sembari terkekeh tidak terlalu menganggap serius maksud ucapan Alma.
"Alma mau pergi."
Clara terdiam, pernyataan Alma barusan menohok hatinya. Apa maksud gadis itu dengan pergi?
"Alma mau lanjut kuliah di London. Sehari setelah pernikahan mama, Alma pergi."
Clara hendak menolak permintaan Alma namun Alma lebih dulu mempertegas ucapannya. "Ini keputusan Alma, impian Alma dari dulu. Mama nggak bisa ganggu itu."
"Tapi sayang..."
Alma menggeleng. "Nggak ada yang berubah Mah, dan satu lagi, Alma minta untuk rahasiakan semua ini sama siapapun, termasuk Alina. Biar Alma yang jelasin semuanya nanti."
Clara mendesah pasrah. "Kalo itu mau kamu, saya nggak bisa paksakan kehendak saya lagi. Saya sudah cukup membuat kamu menderita. Mungkin dengan pergi kamu bakal bahagia."
...
Hari pernikahan telah tiba. Semua orang menjadi yang paling sibuk dan bahagia. Lelah yang membahagiakan. Tapi berbeda dengan Alma, dari tadi pandangnya kosong. Ingin menangis, tapi tidak bisa, lebih tepatnya tidak boleh.
"Zeva," panggil seseorang dengan lembut. Alma menoleh lalu tersenyum dan berhambur dalam pelukan cowok itu.
Revan datang tepat sesuai janjinya. Dengan celana hitam dan jas biru yang membalut kemeja putihnya membuat cowok itu terlihat sangat tampan.
"Gue ganteng banget ya sampe Lo meluk gue?" Revan terkekeh setelah mendapat cubitan kecil di pinggangnya.
"Pede," cibir Alma.
Revan menatap Alma lalu menghapus air mata yang tak seharusnya ada di mata indah itu. "gue jadi penasaran, cowok mana yang buat Lo jadi bucin gini."
Alma tertawa hambar, menatap ke atas agar matanya tidak mengeluarkan air lagi. "Lo mau ngapain kalo ketemu?"
"Tadinya mau buat perhitungan, tapi karena dia udah ninggalin Lo duluan, gue bakal bilang makasih." Ucapnya serius namun dianggap candaan oleh Alma.
"Gue serius Va, gue nggak pernah rela Lo disakitin. Gue lebih rela liat Lo bahagia sama orang lain. Seperti yang terjadi sebelumnya. Ini bukan Lo."
Alma tersenyum. Dia beruntung memiliki Revan. "Aku emang bodoh udah nyakitin kamu, kalo aku dikasih tuhan kesempatan sekali lagi aku bakal coba buka hati buat kamu. Revan, aku minta maaf."
Revan mengangguk, mengacak rambut Alma gemas. "Cie, ngomong nya aku kamu."
"Revaaan."
....
Lama nggak berjumpa. Semoga bisa mengobati rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Senja
Teen Fiction"Gue nutupin perasaan yang ada karena gue takut gue bakal ditolak."-Alma zevanya "Gue selama ini mencintai orang yang salah karena dia nggak pernah bicara soal perasaannya." -Bima Ragatta Published 15 Juli 2019 Story by Anggita Dwi Ristanti