bagian tiga puluh : Bima feeling (1)

256 17 0
                                    


Sarah baru saja menidurkan Gina yang seharian tidak berhenti menangis, tidak terima dengan perlakuan ayahnya yang meninggalkan ibunya begitu saja. Perhatian nya teralihkan ke arah putranya yang baru saja pulang dengan keadaan berantakan.

"Bim, baru pulang?" Tanya Sarah lembut, lalu mendekati putra satu-satunya itu.

"Iya ma." Jawab Bima seadanya, lalu mendudukkan diri di kursi

Sarah mengelus pundak putranya memberikan ketenangan tersendiri bagi Bima. "Kenapa sayang?" Sarah tau Bima sedang kacau, ayahnya menikah lagi dan kenyataan yang Bima tau bahwa setelah besok dia mungkin tidak akan bertemu Alma lagi.

Bima memeluk mamanya, tangisnya pecah. Tidak hanya perempuan saja yang bisa menangis tapi laki-laki juga. "Bima cengeng ya ma? Bima tau, tapi Bima ngga kuat nahan ini sendiri."

"Nggak ada salahnya nangis. Itu salah satu cara mengungkapkan perasaan. Dengan nangis kita bakal ngerasa lebih baik."

"Dengerin mama ya, yang kamu denger kemarin ngga lantas buat kamu hancur sayang." Sarah berujar lembut lalu mengendurkan pelukan mereka dan membingkai wajah putranya.

"Jangan kayak tadi, bertindak seolah-olah kamu akan pergi. Kasian, masalahnya udah banyak jangan ditambah lagi."

"Kamu harusnya ada untuk mengurangi masalahnya, jadi sandaran dia, bukan orang lain. Mama lebih suka itu."

"Sekarang kamu ngerti apa yang harus kamu lakuin?"

"Makasih ma." Jawab Bima.

Bima menghapus air matanya lalu Mengangguk pasti. Sekarang dia tau apa yang akan dia lakukan. Dia yakin dengan pasti. Apapun hasilnya yang terpenting adalah dia sudah berusaha sebisa mungkin.

...

"Sini sayang, kita makan dulu." Panggil Clara. Di meja makan semua orang sudah berkumpul. Alma mendekati meja dan ikut makan bersama. Walau sebenarnya dia malas, namun ini akan jadi terakhir kalinya dia disini.

"Biar Alma yang ambilin buat mama." Ucap Alma ketika Clara hendak mengambil nasi.

Clara tersenyum senang karena semuanya perlahan membaik. Setelah itu semua makan dan sesekali Heri bercerita bagaimana ia begitu jatuh hati pada Clara.

Sejujurnya jika itu diucapkan oleh seseorang yang memang sendiri akan terdengar sangat manis. Namun bagi Alma semua itu menjijikkan, karena dibalik kebahagiaan mereka ada wanita lain yang berusaha tersenyum agar tidak ada yang tau betapa terlukanya dirinya.

"Ada yang mau Alma sampaikan." Ucap Alma tiba-tiba ketika mereka sedang bersenda gurau. Mendengar itu semuanya diam dan menatap Alma.

"Mama udah tau ini, tapi Alma mau bilang langsung sama semuanya apalagi Alina."

"Alma bakal lanjut kuliah di luar negeri. Alma nggak minta pendapat karena Alma udah siapin semuanya, bahkan hari ini Alma berangkat." Alma menghela nafas, dia tau dia berlebihan.

"Kak Alma, kenapa harus pergi? Kenapa nggak ajak aku?" Alina menangis kecewa.

"Maaf ya."

"Biaya kuliah kamu biar saya yang urus ya?" Heri mulai angkat bicara lalu menyombongkan dirinya. Jika saja yang didepannya ini bukan suami Clara sudah Alma maki habis-habisan pria ini.

"Tidak perlu, saya bisa membiayai kuliah dan hidup saya sendiri." Tolak Alma.

"Baiklah jika begitu, jika ada apa-apa hubungi kami. Kami pasti akan bantu kamu."

"Iya sayang, jangan sungkan hubungi mama ya." Sambung Clara.

"Ya udah aku pergi dulu." Alma berdiri lalu memeluk Alina dan mamanya, pada Heri dia hanya menyalimi tangan pria itu saja.

...

"Lo?" Revan terkejut melihat kedatangan Bima.

"Gue tau kita nggak saling kenal. Dan gue tau Lo punya perasaan sama Alma."

"Maksud Lo?"

"Biar gue sama Alma, Lo tunggu di bandara aja."

"Penerbangan kami sore nanti, ini masih pagi dan Lo nyuruh gue jadi patung di bandara? Sedangkan kalian pacaran?" Ucap Revan kesal.

Bima menatapnya lalu tersenyum dan memeluk Revan ala pria. "Makasih, kalo gitu Lo ke salon aja sana."

"Kurang ajar Lo." Dalam sekejap mereka seolah berubah menjadi sahabat lama yang tak bertemu.

"Ya udah gue pergi dulu, jangan buat dia nangis."

"Nggak akan." Ucap Bima percaya diri.

"Gue pegang omongan Lo."

...

"Eh, Bim?" Alma terkejut begitu membuka pintu yang dilihatnya adalah Bima bukan Revan.

"Ngapain?"

"Nganter Lo, sini kopernya." Bima membawa semua koper Alma tanpa menunggu jawaban cewek itu. Bima lalu membuka pintu mobil dan memberikan isyarat ke Alma untuk masuk ke mobil.

Alma masuk lalu Bima memutar mobil dan ikut masuk. Alma masih menatap Bima heran sehingga lupa memasang sealbet nya, membuat Bima menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

"Mau kemana dulu? Nggak mungkin Lo berangkat pagi-pagi saat penerbangannya sore."

"Makam." Jawab Alma, rencananya hari ini memang untuk berziarah dan mengunjungi kafe serta rumah masa kecilnya.

"Oke, gue anter kemana Lo mau."

...

Assalamualaikum maaf banget baru update lagi. Emang akunya udh dari sana mageran ditambah diliburkan tugas menjadi makin banyak, jadi makin males.

Eh, kok jadi curhat ya hhh.

Gapapa, soalnya curhat disini juga paling cuma kalian skip.

Gimana penasaran nggak?

Harus penasaran sih hehe.

Sedikit cerita, kemarin abis Nemu Cogan ganteng jadi mau milikinya deh hhh.

Salam sayang,
dari pacarnya Cha Eun Woo

Aku tau aku halu.

Romansa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang