bagian sembilan : bahan kue

396 24 3
                                    

Cuaca pagi yang begitu cerah, sang fajar baru saja menampakkan sinarnya di tambah hembusan angin yang masih terasa dingin. Belum banyak kendaraan lalu lalang di depan gedung itu, biasanya jalan itu akan padat dan kadangkala macet karena mobil yang terparkir di area itu.

Area yang merupakan pusat aktivitas ekonomi, ada banyak restoran dan kafe, pusat perbelanjaan, tempat penyedia layanan jasa dan masih banyak lainnya.

Disana, Alma sedang menunggu seseorang yang membuat janji dengannya. Kedua tangannya di masukkan dalam jaket yang ia gunakan. Jaket berwarna biru navy yang dipadukan dengan celana jeans dan kaos hitam di balik jaketnya.

Entah apa yang dipikirkan orang itu, membuat janji sepagi ini. Karena Alma bukanlah orang yang suka mengingkari janji maka ia tak mengurungkan niatnya untuk membantu orang itu walaupun suasana masih sangat dingin dan sangat mendukung untuk tertidur di balik selimut tebal hingga siang bahkan sore nanti.

"Woi, ngelamun aja."

Suara seseorang dari belakang membuat Alma membalikkan tubuh dan matanya langsung saja melihat bang Andre.

"Ngapain disini? Mau temenin Abang ke pasar nggak?"

Alma menggeleng sopan, bagaimana juga Andre lebih tua darinya.

"Aku nunggu temen, lain kali ya bang."

"Oke, hati-hati ya. Abang mau belanja dulu." Bang Andre langsung memasuki mobilnya setelah mendapat anggukan dari Alma sebagai jawaban.

Memang terdapat pusat perbelanjaan di sekitar sana, namun bang Andre lebih suka mengambil barang kebutuhan cafe langsung dari distributor karena memang dia mengambil barang dalam jumlah besar.

Alma sendiri juga heran kenapa Bima mengajaknya pergi ke tempat lain hanya untuk membuat kue padahal untuk jumlah sedikit toko di sebelah cafe itu juga sudah menyiapkan banyak barang. Ya, Alma akan pergi bersama Bima untuk membuat kue yang nantinya akan diberikan pada Alina.

"Lama banget sih, ngapain coba nyuruh orang bangun pagi-pagi." Alma langsung memberikan sarapan omelan pada Bima yang baru saja datang. Telat dua puluh menit, dan cowok itu menyengir, menunjukkan deretan gigi putihnya yang tertata rapih.

"Nyengir aja Lo."

"Maaf maaf maaf, gue telat jalanan macet. Banget. Sumpah." Alma memutar bola matanya, malas. Alasan klasik.

"Ngapain sih pagi-pagi? Kan bisa agak siangan? Terus juga kenapa harus beli di tempat lain? Kan di ujung sana ada toko, lengkap juga." Alma melakukan protes, mengungkapkan semua kekesalannya.

"Pertama, kenapa harus pagi? Karena gue nggak mau kita telat dan kalo kuenya gagal kita masih ada waktu buat bikin ulang. Gue mau kue itu bikinan tangan gue sendiri."

"Kedua dan terakhir, gue nggak belanja di sana bukan karena harga atau apapun. Tapi temen gue baru buka toko baru dan gue mau bantu dia dengan cara beli barang disana, kalo gue cuma kasih bantuan uang dia nggak akan mau terima." Jelasnya, membuat kekesalan Alma sedikit berkurang karena alasan temannya itu.

"Ya udah buruan!" Alma sedikit berteriak lalu menggeser tubuh Bima yang menghalangi pintu mobilnya lalu ia masuk kedalam begitu saja.

"Jadi nggak?" tanya Alma ketika melihat Bima masih berdiri di tempatnya.

"Jadi." Bima langsung memutari mobilnya. Ia masuk dan langsung mengemudi dengan cepat.

"Gue idupin musik ya," kata Alma lalu ia mencari musik yang pas di telinganya.

Sampai beberapa kali mengganti lagu akhirnya Alma berhenti mengotak-atik tombol dan mendengarkan lagu yang terputar.

"Hidupku tanpa cintamu bagai malam tanpa bintang, cintaku tanpa sambutmu bagai panas tanpa hujan jiwaku berbisik lirih ku harus miliki dirimu."

Romansa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang