"Kali ini aku ingin berdoa kepada semesta, agar ia memberikan akhir bahagia pada kisah kita." -Abrisam Elazar Aksara.
***
MELVA terbangun dan merasakan kepalanya terasa pusing. Mulutnya ditutup dengan lakban. Matanya perlahan mengerjap dan melihat keadaan di sekitarnya. Melva baru sadar kalau tangan dan kakinya diikat di kursi dan ia berada di dalam tempat seperti pabrik yang terbengkalai.
Tiba-tiba pintu kayu itu terbuka menampilkan dua orang dengan senyum licik di bibirnya. Seorang perempuan berjalan mendekati Melva lalu melepaskan lakban yang menutupi mulutnya dengan sangat kencang membuat Melva mengaduh kesakitan. Melihat dua orang itu membuat Melva kaget bukan main. Ia tidak menyangka bahwa orang yang selama ini baik kepadanya adalah dalang dibalik semuanya.
"Kenapa lo? Kaget, hah?" Tanya perempuan itu.
Melva menatap perempuan itu dengan kernyitan di dahinya. "Lo ngapain nyulik gue?" Tanyanya bingung.
"Ngapain ya gue nyulik lo?" Tanya perempuan itu sambil memegang dagu Melva. "Kalau gue mau mengakhiri hidup lo gimana?"
"Gue nggak percaya kalau lo tega ngelakuin itu ke gue. Lo kenapa sih?"
Plak! Satu tamparan mendarat mulus di pipi kanan Melva. Ia meringis, menahan sakit akibat tamparan itu. Air matanya sudah ingin menetes membasahi pipi. Ia takut. Melva takut kalau sosok di depannya ini benar-benar ingin membunuhnya. Tapi sekuat tenaga Melva menahan air matanya, ia tidak mau terlihat lemah karena itu adalah hal yang paling diinginkan oleh dua orang yang ada di depannya sekarang.
"Sakit ya? Rasa sakit itu nggak sebanding sama apa yang selama ini gue rasain. Asal lo tau aja, kita adalah orang yang udah ngebunuh Dafina dan ngehancurin hidup Aksara dan Araya. Dan sebentar lagi gue akan buat hidup lo lebih hancur dari mereka biar Aksara tau gimana rasa sakit gue saat keluarganya ngebuat keluarga gue hancur."
"Maksud lo apa?" Tanya Melva bingung. Ia masih tidak percaya segaligus heran dengan semua hal yang tiba-tiba terjadi padanya.
"Sebentar lagi Aksara dan Araya bakalan datang. Gue udah nggak sabar nyiksa lo di hadapan mereka." Sahut lelaki disebelahnya sambil tersenyum licik.
"Kenapa gue Let, Bar? Gue ada salah apa sama kalian?" Sekuat tenaga Melva menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuknya.
"Lo nanya salah lo? Salah lo itu karena jadi cewek yang disukai Aksara!" Violetta menjambak rambut Melva membuat cairan kristal itu jatuh karena Melva sudah tidak bisa menahannya lagi.
"Araya udah cukup menderita karena dia gila dan bakalan gue jamin dia bakalan kumat terus. Sedangkan sekarang, giliran gue yang buat Aksara jauh lebih ngerasain sakit." Violetta menghempaskan rambut Melva dengan sangat kasar. Matanya berkilat-kilat, sudah siap ingin menyiksa Melva. Apalagi melihat gadis di depannya ini menangis, membuat Violetta tidak sabar ingin segera melakukan aksinya.
Tak berapa lama kemudian, Aksara dan Araya masuk ke dalam tempat di mana Melva berada sekarang. Melihat mereka berdua datang seolah membuat Melva mendapatkan secercah harapan. Ia ingin sekali menghapus air matanya. Ia tidak ingin membuat dua pemuda itu khawatir, namun ia tidak bisa melakukan itu.
"Tepat waktu," Violetta berjalan memutari Melva sambil menyentuh pipinya. Sedangkan Bara, cowok itu berjaga-jaga apabila mereka berdua melakukan sesuatu.
"Violetta, Bara? Jadi kalian dalang dibalik semua ini?" Aksara kaget, ia tidak menyangka akan mendapati sepupunya berdiri dengan tatapan membunuh ke arah mereka.
Berbeda dengan Aksara yang sangat kaget, Araya justru terdiam lama. Pemuda itu sudah tau, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa sebelum menemukan bukti yang menunjukkan mereka bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARAYA✅ [COMPLETED]
Ficção AdolescenteAbrisam Elazar Aksara dan Ibrahim Elzattan Araya adalah saudara kembar. Aksara sangat terkenal playboy, suka clubbing, namun ia juga ramah kepada semua orang terutama gadis-gadis yang tertarik padanya. Araya, ia humoris, pintar, dan selalu bisa menc...