32. Perhatian Araya

1K 118 22
                                    

Lalu mana yang harus gue ikuti? Logika yang nyuruh gue berhenti, atau hati yang berkata bahwa gue harus menanti?

***

MELVA menunggu Araya di perpustakaan sambil membaca novel fantasi karya Tere Liye yang berjudul "Bumi". Ia bukan hanya pencinta novel romansa dengan segala cerita cinta masa SMA. Namun, ia juga menyukai novel fantasi. Menurutnya, dunia imajinasi sangatlah menarik.

Karena terlalu serius membaca buku, Melva sampai tak sadar ketika Araya sudah duduk sambil memangku wajahnya. Jarak wajah mereka hanya beberapa jengkal. Jika dilihat dari jarak sedekat ini, Araya baru menyadari ternyata Melva cantik. Bulu matanya yang lentik, iris mata coklat, dan rambut yang tergerai membuat Araya menyesal karena baru sadar saat ini.

Rasanya, Araya akan betah berlama-lama memandangi Melva. Sudut bibirnya terangkat kala melihat kernyitan di dahi Melva. Oh, Araya tahu, mungkin Melva tidak paham alur novel yang Araya tahu berjudul "Bumi". Sebab, novel karya Tere Liye selalu menggunakan narasi dengan imbuhan berbagai majas, serta imajinasinya tentang berbagai hal membuat sebagian besar pembaca novelnya harus benar-benar teliti dan mengerti agar bisa mengikuti alur dengan apik.

Lucu sekali melihat Melva tampak bingung. Haha, dasar otak pas-pasan! Batin Araya dalam hati. Setelah puas memandangi Melva selama 15 menit, Araya memutuskan untuk mengacak-acak rambut Melva agar gadis itu menyadari kehadiran Araya.

"Ish," Gerutunya kesal. "Usil banget sih, rambut gue jadi berantakan, kan!"

"Tetep cantik kok," Araya tersenyum manis. "Malah makin gemesin." Lanjutnya.

Blush! Melva mengangkat novel yang ia geletakkan di meja-karena sibuk merapikan rambut-untuk menutupi mukanya. Melva merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa mengendalikan perasaannya ketika Araya mengucapkan kalimat manis.

"Ngapain pakai ditutup-tutupin mukanya?" Araya terkekeh. "Gue seneng kok kalo lo blushing."

"Ih bodo!"

"Yaudah, yuk pulang, udah mau maghrib."

"Yang bikin gue ada di sini sampe maghrib siapa coba, hm?" Melva menurunkan novelnya dan menatap Araya dengan alis yang terangkat satu.

"Iya maaf, tadi gue ada rapat ekskul basket." Araya menatap Melva dengan tatapan meneduhkan. Araya beranjak lalu menarik tangan Melva untuk keluar perpus. Sedangkan Melva hanya pasrah dan mengikuti Araya.

Keadaan sekolah belum terlalu sepi karena masih ada beberapa siswa yang mengikuti ekskul. Tadi, setelah keluar dari perpus, Araya sudah tidak menarik Melva lagi melainkan menggenggam tangannya. Ini memang bukan pertama kalinya mereka bergandengan tangan, namun rasanya tetap saja berbeda ketika jari mereka bertemu.

"Mau ke mana?" Tanya Melva kepada Araya setelah mereka mobil Araya melaju meninggalkan parkiran.

"Ke Cafe?"

"Pulang aja ya, gue capek." Tawar Melva.

Sebenarnya tadi Araya dan Melva sudah janjian untuk membicarakan sesuatu sepulang sekolah. Tapi tiba-tiba Araya harus menghadiri rapat ekskul basket sehingga Melva terpaksa harus menunggu Araya di perpustakaan. Dan sekarang mood Melva sedang buruk, jadi ia tidak ingin mengobrol sekarang.

"Mbok Imah ada di rumah?"

"Enggak, Mbok Imah hari ini izin pulang cepet soalnya ada urusan."

"Jadi rumah lo sepi, dong?" Araya menoleh ke arah Melva lalu kembali fokus menatap jalanan. "Bagus deh, kita jadi bisa berduaan."

AKSARAYA✅ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang