41. One Last Time

940 98 17
                                    

Jika kita ditakdirkan untuk bersama bagaimanapun masalahnya, ketika kita memilih untuk pergi, maka kita akan menemukan jalan untuk kembali.

***

HARI ini adalah hari pertama Melva melaksanakan ujian. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit saat Melva menginjakkan kakinya di koridor sekolah. Gadis itu melangkah menuju ruang ujiannya yang berada di ujung koridor. Suasana di koridor sudah ramai oleh beberapa siswa yang berlalu lalang.

Di SMA Rajawali, jika sedang diadakan UTS ataupun UAS tidak akan ada jam pelajaran. Oleh kerena itu jam pulang juga menjadi lebih awal. Pembagian tempat duduk juga diatur sedemikian rupa. Adik kelas akan duduk dengan kakak kelas. Begitupun sebaliknya.

Melva masuk ke dalam ruang ujian dan langsung mencari letak tempat duduknya. Keadaan ruang ujiannya juga sudah ramai oleh beberapa teman sekelasnya yang seruang dengannya dan juga kakak kelasnya yang tidak begitu ia kenali.

Gadis itu duduk di meja urutan ketiga dari depan yang letaknya di pojok dekat dengan jendela. Bangku di sebelahnya masih kosong belum ada seseorang yang menempati bangku itu.

Melva mengeluarkan buku matematika dari dalam tas nya lalu membukanya dan mempelajari bab yang belum ia pahami. Karena ujian pertamanya nanti adalah matematika. Gadis itu ingin mendapatkan nilai yang memuaskan dan membuat kedua orang tuanya bangga.

Saat Melva sedang konsentrasi belajar dan memahami rumus, tiba-tiba kursi di sebelahnya berdecit dan hal itu membuat Melva menoleh. Ia berekspresi heran saat melihat Araya sudah duduk di sampingnya.

"Araya? Lo ngapain ke sini?" Melva memandang Araya dengan ekspresi bingung.

"Ya, mau ketemu lo lah. Mau ngapain lagi emang?" Balas Araya sambil menaikkan satu alis.

"Mending lo belajar aja sana."

"Belajar terus, bosen." Araya menopang dagunya dengan tangan, tatapannya menerawang ke dalam bola mata Melva. "Kecuali kalo yang gue pelajarin itu hati lo pasti gue nggak akan pernah bosen."

Melva memasang ekspresi datar seolah tidak terpengaruh dengan ucapan Araya, padahal kedua pipinya sudah bersemu merah. "Sumpah gombalan lo najis banget."

Araya terkekeh geli, dengan gemas cowok itu mencubit pipi Melva. "Oh gitu, ya?

"Hm," Melva menepis pelan kedua tangan Araya dari pipinya yang memerah karena ulah cowok itu.

"Kalo najis kenapa pipi lo merah?

Melva terbelalak kaget saat Araya mengatakan itu. "Pipi gue nggak merah!" Ucapnya sembari memegang pipinya dengan tangan.

Melihat Melva salah tingkah, entah kenapa membuat Araya merasa gemas. Ia mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Melva.

"Oh iya kenapa kita nggak satu ruangan aja sih?" Araya mengerutkan kening saat melihat Melva kembali fokus pada buku matematika di hadapannya.

"Ya, mana gue tahu." Jawab Melva tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

"Padahal gue pengen bisa satu ruangan sama lo." Gumam Araya.

"Kenapa?"

Araya terkekeh pelan. "Karena gue pengen terus ada di dekat lo."

AKSARAYA✅ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang