Aku mencintaimu namun kamu tidak mencintaiku. Oleh sebab itu, aku memilih untuk berhenti dan pergi.
***
MINGGU sore, Aksara dan Araya yang sedang bermain game di ponselnya—dikejutkan dengan kehadiran Melva dan Kahfi di rumahnya. Mereka memang sudah janjian untuk belajar bersama sore ini di rumah Aksara dan kebetulan saja Melva dan Kahfi datang bersamaan. Dengan langkah santai mereka berjalan memasuki ruang tamu setelah dipersilakan masuk oleh Aksara.
"Kalian di rumah berdua aja, Sa?" Tanya Melva sesaat setelah duduk di sofa. Gadis itu mengedarkan pandangannya melihat keadaan rumah Aksara yang sepi.
Aksara menggeleng. "Ada nyokap gue di dapur." Balas Aksara. Diva memang sedang berada di rumah karena hari ini wanita itu libur bekerja.
Mulut Melva membentuk huruf O tanpa mengeluarkan suara.
"Eh iya, kalian kok datengnya barengan?" Araya bertanya seraya menaikkan kedua alisnya.
Melva memutar bola mata. "Cuma kebetulan doang, Ar." Gumam Melva. Kemudian gadis itu mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas ranselnya.
Aksara dan Araya menyudahi game di ponsel mereka. Kini, mereka semua fokus belajar dan mengerjakan soal latihan untuk ujian yang akan dilaksanakan besok.
Melva membuka buku paket tebal yang bertuliskan matematika lalu tangannya bergerak sambil mencorat-coret bukunya dengan tidak beraturan. Sesekali matanya beralih menatap rumus lalu menghitung di kertas coret-coretannya, berusaha mencari jawaban. Gadis itu mengusap wajahnya frustasi, soal matematika ini benar-benar sangat sulit.
Sementara itu, Araya mendecakkan lidah dan berusaha fokus mengerjakan soal di bukunya. Sesekali matanya melirik Melva. Kening gadis itu terlihat berkerut ketika melihat soal-soal yang tidak dimengerti, bibirnya menggumamkan kata yang tidak dapat Araya dengar dengan jelas. Dan menurutnya itu lucu.
Melihat expresi wajah Melva yang sedang serius mengerjakan soal membuat Araya gemas dan ingin memeluknya erat-erat.
"Lo lucu kalo lagi serius, Mel." Gumam Araya tiba-tiba.
Suara Araya sukses menghentikan pergerakan tangan gadis itu dan memecah konsentrasinya. Melva menunduk saat merasakan pipinya memanas. Jantung gadis itu sudah berdegup sangat kencang.
"Ehem, keselek batu ini gue." Ucap Kahfi pura-pura batuk. Dia menegakkan tubuh, lalu menatap Araya dengan alis yang dinaikkan satu. "Lo suka sama Melva ya, Ar?" Tebak Kahfi kemudian.
"Iya gue suka sama, Melva." Araya menaik-turunkan alisnya sambil menatap Melva yang terlihat salah tingkah.
Melva tak bisa bernapas sekarang. Gadis itu tenggelam ke dalam manik mata kecokelatan milik Araya. Sorot mata laki-laki itu terlihat serius dan ucapannya terdengar sangat tulus. Mereka terdiam sejenak, hingga beberapa detik kemudian suara Araya membuyarkan semuanya.
"Bercanda, Mel. Jangan salting gitu dong." Lanjut Araya sambil terkekeh, membuat pipi Melva bersemu merah.
"Iya gue tau." Ucapnya tenang berusaha menutupi kegugupannya.
"Terus kenapa muka lo merah gitu?"
Melva langsung menutupi mukanya yang memerah menggunakan buku. Ia malu.
"Nggak! Muka gue nggak merah." Ucap Melva yang membuat Araya terbahak melihat tingkah gadis itu.
"Muka lo merah banget kayak tomat." Timpal Araya.
"Nggak!"
Araya tersenyum jahil. "Lo berharap ya kalau gue beneran suka sama lo?"
"Hah? Gue nggak berharap ya!" Elak Melva. Walaupun sebenarnya di dalam hatinya ia sedikit berharap bahwa ucapan Araya—yang mengatakan ia menyukai Melva—bukanlah suatu kebohongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARAYA✅ [COMPLETED]
Teen FictionAbrisam Elazar Aksara dan Ibrahim Elzattan Araya adalah saudara kembar. Aksara sangat terkenal playboy, suka clubbing, namun ia juga ramah kepada semua orang terutama gadis-gadis yang tertarik padanya. Araya, ia humoris, pintar, dan selalu bisa menc...