Jangan berlari ketika aku mengejarmu, sebab aku juga bisa berhenti jika kamu tidak berbalik untuk sekedar melihatku.
***
PAGI ini langit terlihat mendung. Awan hitam menggumpal, seolah siap menumpahkan hujan. Jutaan umat manusia bersyukur panas matahari tidak menyengat pagi itu. Membuat mereka tidak terlalu mengeluhkan macet.
Hal itu juga berlaku sama dengan Melva. Gadis yang baru sembuh setelah menginap seminggu di rumah sakit itu ingin sekali hujan turun. Ia rindu aroma petrichor yang menyenangkan ketika tetes hujan jatuh mengenai tanah.
Ia ingin sekali hujan turun dan membuatnya tenang. Itu karena ia menjadi tidak mengerti perasaannya setelah ia tau Aksara memutuskan untuk menjauh darinya setelah Melva menolak pernyataan cinta darinya. Melva kehilangan sosok Aksara.
Ia rindu Aksara yang selalu memberi perhatian. Ia rindu Aksara yang banyak bicara terhadapnya. Ia bingung. Ia tidak mengerti. Harusnya ia tidak merasakan perasaan seperti ini karena ia sudah memutuskan untuk melabuhkan hatinya kepada seseorang. Dan orang itu bukanlah Aksara.
"Non, sudah sampai." Ujar sopir Melva untuk yang kesekian kalinya.
Karena terlalu lama melamun, Melva sampai tidak sadar bahwa ia sudah sampai di sekolahnya. "Oh i-iya pak!" Melva memakai tasnya lalu turun dari mobil. "Saya duluan ya, Pak. Nanti kalau pulang tunggu saya telepon." Pamit Melva. Sebelum gadis itu mendengar jawaban dari sopirnya, ia sudah terlebih dahulu berjalan menuju ke kelasnya.
Hari ini Melva tidak membawa mobil, itu karena orang tuanya tidak mengizinkan. Pasalnya ini adalah hari pertama Melva masuk sekolah setelah seminggu dirawat di rumah sakit.
Ketika Melva masuk ke kelas, kelasnya sudah ramai karena bel berbunyi sepuluh menit lagi. Melva menghela napas ketika melihat bangku Violetta yang berada di sebelahnya kosong. Begitu juga dengan bangku Bara.
Mauren, teman sekelas Melva yang duduk tepat di depan Melva, menyapa Melva tepat ketika ia sudah duduk di kursinya. Gadis itu tersenyum senang ketika mengetahui Melva sudah sembuh.
"Nih, catetan selama lo nggak masuk sekolah. Tenang aja, gue udah nulis semua yang perlu ditulis khusus buat lo." Ujar Mauren seraya menyerahkan buku tulisnya kepada Melva.
"Thanks, Ren. Lo baik banget."
Mauren mengangkat kedua bahunya. "No problem, Mel. Kayak sama siapa aja lo!"
"Oh iya, Violetta sama Bara nggak masuk ya?" Tanya Melva ketika melihat bel sudah akan berbunyi sebentar lagi.
Mauren menatap Melva sambil berpikir. "Kalau Violetta udah pindah 3 hari yang lalu. Kalau Bara, dia nggak masuk sekolah sehari setelah tau Violetta pindah. Nggak tau juga kenapa."
Melva terpaksa menahan pertanyaannya ketika melihat Bu Mega sudah masuk. Pikiran Melva berkelana. Bahkan ketika Bu Mega sudah mulai menjelaskan materi, Melva masih saja memikirkan semua hal yang tidak seharusnya ia pikirkan sekarang. Termasuk tentang Aksara.
Melva tau Aksara kecewa, marah, dan kesal kepadanya. Namun tidak seharusnya Aksara terus menerus menjauhinya. Ini sudah seminggu dan Aksara belum menemuinya setelah hari itu.
Karena Melva terus memikirkan Aksara, ia jadi tidak fokus kepada materi yang sedang dijelaskan oleh Bu Mega. Yang dilakukan Melva saat ini hanyalah menunduk sambil mencoret-coret lembar terakhir buku matematikanya.
"Jadi pada kuadran dua, sin positif, cos negatif, tan negatif, cotangen negatif, secan negatif, dan cosecan positif. Lalu kuadran tiga, ada yang bisa menjelaskan?" Bu Mega menatap semua muridnya yang sedang melihatnya dengan perasaan was-was. "Melva, bisa kamu jelaskan kuadran tiga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARAYA✅ [COMPLETED]
Fiksi RemajaAbrisam Elazar Aksara dan Ibrahim Elzattan Araya adalah saudara kembar. Aksara sangat terkenal playboy, suka clubbing, namun ia juga ramah kepada semua orang terutama gadis-gadis yang tertarik padanya. Araya, ia humoris, pintar, dan selalu bisa menc...