30. Bolos dan Hukuman

1.3K 125 48
                                    

"Kalau suka ya diperjuangin, diusahain, jangan dibiarin, apalagi dikasih ke orang lain." -Dekahfi Andromeda.

***

ARAYA mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih lalu ia meninju tembok yang ada di samping ia berdiri. Cukup keras, hingga membuat jemarinya memerah namun tidak berdarah. Sakit. Namun tidak lebih sakit ketika mendengar ada orang yang ingin membuat saudaranya hancur.

Apakah tidak cukup Violetta dan Bara saja yang membuat mereka berdua menderita, kenapa harus ada orang lain lagi? Ia tidak mengerti. Ia percaya ungkapan bahwa semua akan indah pada waktunya, namun kapan. Kenapa sampai saat ini ia dan Aksara tidak kunjung merasa bahagia?

Banyak pertanyaan yang muncul di benak Araya. Itu karena rencana semesta selalu di luar nalarnya. Ia kira semua masalah sudah selesai ketika Violetta sudah masuk penjara.

Araya melihat Bara yang ke luar dari area rooftop dengan langkah tergesa, hingga ia tidak menyadari sosoknya yang bersembunyi di belakang pilar rooftop. Araya melihat peluh di sekitar wajah dan leher Bara. Mungkin Bara benar bahwa ada orang lain yang menjadi dalang penusukkan Melva atau mungkin juga, Bara hanya mengada-ada.

"Arghhh." Araya mengacak-acak rambutnya frustasi.

Lalu ia memutuskan untuk menghampiri Melva yang sedang memandangi jalanan.

"Mel," Panggilnya pelan, berusaha tidak mengejutkan Melva yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.

Tidak ada sahutan. Araya bingung, apakah ia harus bertanya atau menunggu Melva bercerita. Dan Araya memutuskan untuk menunggu. Lantas, Araya berusaha mengubah ekspresinya seolah tidak tahu apapun.

"Woi Mel," Araya menepuk pundak Melva setelah berada di samping gadis itu.

Melva menoleh dan mendengus, "Lo selalu ngagetin ya kalau dateng." Melva kembali menatap lurus kala Araya tersenyum sambil memamerkan deretan gigi putihnya.

"Udah selesai ngomong sama Bara?"

"Hm."

"Kalau gitu ngapain masih di sini? Nggak masuk kelas?" Araya berpikir sejenak, "Bukannya lo kutu buku ya, jadi lo nggak mungkin ada niatan bolos kan?"

Melva tersenyum penuh arti, "Bolos yuk, Ar!"

Araya mengerutkan keningnya, lalu melipat jarak di antara mereka. Ia menempelkan telapak tangannya di dahi Melva, memeriksa apakah Melva sakit sehingga ia berkata demikian.

Araya tidak sadar, tindakannya membuat jarak mereka menjadi tipis. Membuat jantung Melva bekerja dua kali lebih cepat. Aliran darahnya berdesir dengan cepat sampai ke kulitnya yang tersingkap di atas kerah berbentuk V. Ia juga merasakan darahnya merayap hingga ke pipi dan membuatnya merona.

Dengan cepat, Melva langsung menjauhkan dirinya dari Araya sebelum pemuda itu menyadari rona merah di pipinya.

Ini gila, tegur Melva kepada dirinya sendiri. Ini konyol, hanya karena perlakuan Araya yang biasa saja, bisa membuat Melva salah tingkah. Melva menggerutu dalam hati dan merutuki dirinya sendiri.

"Lah kenapa pipi lo merah?" Suara Araya yang terdengar polos, namun sebenarnya dibuat-buat, terdengar jelas di telinga Melva. "Cie baper," Araya menggeser tubuhnya mendekati Melva lalu mencolek pipi gadis itu.

"Apaan sih?" Ketus Melva seraya menepis tangan Araya. Hal itu membuat Araya tertawa puas. Entah kenapa Araya gampang sekali tertawa, seolah tawanya hanyalah topeng yang ia gunakan untuk menutupi luka. Melva menggeleng, mencoba menghilangkan pemikiran buruknya.

AKSARAYA✅ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang