Beberapa tahun kemudian..
AKHIRNYA setelah 4 tahun berkutik dengan dunia perkuliahan, Melva berhasil lulus walaupun bukan sebagai lulusan terbaik. Meski begitu, ia tetap senang karena lulus tepat waktu. Terlebih hari ini, prianya sudah berjanji akan datang dan memberinya hadiah kelululusan.
"Fiuh, akhirnya kita lulus, Mel." Mauren merangkul Melva dengan antusias. Ya, Melva dan Mauren memang berkuliah di kampus yang sama meskipun berbeda jurusan.
"Cepet banget ya? Nggak kerasa banget kita udah lulus."
Mauren langsung melepaskan rangkulannya, "Nggak kerasa pala lo." Mauren memutar bola matanya malas. "Lo sih enak, ada yang bantuin. Lah gue, apa kabar?"
Melva tertawa renyah, "Araya nggak banyak bantu kok. Dia kan juga sibuk."
"Alah basi lo. Nggak banyak bantu soalnya dia yang ngerjain skripsi lo, kan? Ngaku aja deh."
Melva menyenggol pelan lengan Mauren. "Kalau dia yang ngerjain, skripsi gue bakalan langsung kelar tanpa revisi berkali-kali, Ren." Ujar Melva sedikit tak terima.
"Terserah. Jadi, mana nih pacar lo yang gantengnya kelewatan itu?" Tanya Mauren sembari mengedarkan pandangannya.
"Macet mungkin." Jawab Melva tidak yakin. Sebab, ia memang tidak tahu apakah Araya sudab berangkat atau belum. Prianya tidak memberi kabar sama sekali hari ini.
"Kok ragu gitu sih? Jadi dia datengnya kapan? Atau jangan-jangan dia nggak bisa dateng?" Cecar Mauren yang memang berniat menggoda Melva.
"Araya pasti dateng kok. Dia udah janji sama gue."
Melihat muka Melva yang berubah murung, Mauren berusaha mengalihkan topik dengan mengajak Melva foto berdua. Setidaknya, entah Araya datang ataupun tidak, mereka harus bahagia hari ini.
Kebaya berwarna coklat muda yang dikenakan Melva tertutup oleh toga yang ia pakai sekarang. Wajahnya kembali terlihat bahagia mengingat ia sudah menjadi sarjana.
Melva dan Mauren berjalan mendekati teman-teman mereka yang sedang berkumpul setelah berfoto beberapa kali. Raut bahagia tercetak jelas di muka semua temannya. Wajah yang biasanya terlihat mengantuk karena begadang mengerjakan tugas dan malas mendengarkan dosen, kini berubah menjadi wajah paling bahagia di hari kelulusan.
Baru saja Melva dan Mauren bergabung dengan yang lain, suara pekikan tertahan dari orang-orang yang berada di sekitarnya membuat semua pandangan teman-temannya tertuju pada "seseorang". Melva masih tidak peduli hingga dia menoleh setelah lengannya beberapa kali disenggol oleh Mauren.
Di sana, di depan pintu gedung tempat wisudanya berlangsung, seorang pria dengan setelan tuxedo berwarna abu-abu berjalan menuju ke arahnya. Bibirnya otomatis melengkung membentuk bulan sabit. Tidak salah lagi, Araya memang selalu menepati janjinya.
Sedetik kemudian, ekspresi Melva berubah datar. Ia masih menatap Araya yang semakin mendekat ke arahnya. Melva memang senang Araya datang. Namun ia tidak tahu mengapa dirinya tidak berlari memeluk Araya dan malah diam dengan pandangan datar. Ada yang salah dengan tubuhnya. Melva tidak mengerti.
Jarak mereka yang semakin dekat membuat hampir semua teman-temannya yang masih belum mempunyai pasangan—menatap dengan pandangan iri.
Sekarang Araya sudah berada di hadapan Melva dengan senyum mengembang. Wajahnya menjadi terlihat jauh lebih tampan ketika tersenyum.
Tangannya kiri Araya yang tidak memegang apapun bergerak mengusap bahu Melva. "Selamat," Ucapnya dengan intonasi pelan tapi masih tetap terdengar oleh Melva.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARAYA✅ [COMPLETED]
Novela JuvenilAbrisam Elazar Aksara dan Ibrahim Elzattan Araya adalah saudara kembar. Aksara sangat terkenal playboy, suka clubbing, namun ia juga ramah kepada semua orang terutama gadis-gadis yang tertarik padanya. Araya, ia humoris, pintar, dan selalu bisa menc...