"Aika itu masa lalu, yang ada sekarang hanyalah Najwa. Aku ingin mas Fadlan mencintai Najwa, bukan Aika"
__ Malaika Farida Najwa__
_ _ _
Sakit. Tentu saja aku sakit. Setelah rentetan peristiwa yang kualami semasa hidup, sakit menjadi kata paling banyak kurasakan.
Bahagia. Kebahagiannku sudah hilang sepuluh tahun yang lalu. Tepatnya ketika kisahku dan Alan berakhir. Semenjak kejadian itu deretan kenangan pahit mulai muncul. Umi dan abi pergi dengan cara yang tragis. Aku harus membiasakan diri untuk hidup mandiri di usia yang masih muda. Aku tak ingin membuat siapapun merasa sedih atas kehadiranku. Termasuk mas Iqbal dan adikku Anggi yang kini menetap di Lombok. Rasa enggan selalu hinggap tatkala keinginan untuk bersama mereka lagi datang.
Aku takut kenangan tentang bagaimana umi dan abi pergi kembali menyeruak ketika aku memilih bersama keluarga. Pilihan terbaik bagiku hanyalah menjauh. Kehidupan di Jakarta mungkin tidak seindah kehidupanku di Lombok. Namun setidaknya disini aku tidak merasakan sakit karena kenangan masa lalu. Baik itu kenangan tentang Alan dan Aika maupun tentang abi dan umi.
Semenjak kedatangan mas Fadlan, kedamaianku sedikit demi sedikit pudar. Satu persatu kejadian mengejutkan seolah menghantuiku setiap detik. Hal-hal yang tak pernah kupikirkan mulai terjadi secara perlahan. Mulai dari menikah, kehilangan sahabat sampai harga diriku seperti diinjak-injak.
Aku menerima semuanya dengan ikhlas dan sabar. Allah SWT pasti akan membalas keikhlasan dan kesabaranku melawan kerasnya dunia ini suatu saat nanti. Jika tidak di dunia, insyaallah akan dibalas di akhirat kelak. Ikhtiar dan doa menjadi dua hal yang semakin menguatkan langkahku.
Aku pernah memberontak. Melawan takdir dengan berniat menghilangkan nyawa sendiri. Namun Allah memberiku hidayah-Nya. Hingga akhirnya aku menjadi Najwa yang sekarang. Najwa yang tidak takut dengan apapun yang terjadi di dunia ini. Termasuk kebencian dari suamiku sendiri.
Malam yang tak pernah kuharapkan akhirnya datang. Aku dan mas Fadlan sudah bersatu. Tidak ada jarak yang memisahkan kami lagi. Benteng yang telah ia buat gugur dengan malam yang kami lalui bersama. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika suatu saat nanti dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jika mas Fadlan meminta untuk berpisah, aku akan menerimanya dengan lapang dada.
"Mbak Najwa, ini ada surat undangan pernikahan buat mbak." Yani menyerahkan sebuah amplop berwarna keemasan ke arahku. Lamunanku langsung buyar. Aku lantas mengambil amplop dari Yani dan membacanya.
"Undangan untuk pernikahan Az Zahra Khalida Hana dan Muhammad Rahman Khalid."
Aku meletakkan amplop itu di atas meja. "Kamu dapet darimana suratnya Yan?"
"Tadi mbak Zahra yang kasih saya mbak."
"Kapan?"
"Sekitar lima menit yang lalu."
Aku melangkahkan kaki secepat mungkin. Zahra datang. Dia datang menemuiku setelah sekian lama. Aku sangat merindukan sahabatku. Sangat.
"Zahra!" Panggilku kepada seseorang yang hendak masuk ke dalam taksi. Aku menyeka air mata yang sudah jatuh membasahi pipi lalu melanjutkan langkahku untuk mendekat ke arah wanita itu.
"Zahra, aku ingin bicara."
Zahra masih tetap membelakangiku. Tangannya memegang pintu taksi.
"Zahra, aku mohon."
"Mau bicara apa lagi?" Zahra akhirnya menanggapi ucapanku. Aku menghela nafas lega.
"Ada banyak hal yang ingin kubicarakan, termasuk tentang alasan kenapa pernikahanku dan mas Fadlan terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram Untuk Najwa (END)
Spiritual(MUN 1) Fadlan dan Najwa yang sempat berpacaran saat masih duduk di bangku SMA dipertemukan kembali setelah waktu membawa mereka sangat jauh. Najwa yang telah hijrah dan mengenakan cadar membuat Fadlan tidak mengetahui kehadirannya saat mereka perta...