"Nostalgiaku tentang kenangan indah kita yang sebentar lagi akan menjadi abu dan tak akan pernah kuingat lagi."
__Muhammad Fadlan Al Ghifari__
_ _ _
Bakso buatan bu Awal dan suaminya memang tak ada duanya. Bumbu hasil racikan tangan wanita paruh baya itu masih tetap sama dengan yang kurasakan sepuluh tahun yang lalu. Enak. Namun entah kenapa perutku seperti bergejolak. Apapun yang kulihat seperti berputar dan tidak jelas. Sebentar lagi isi perutku rasanya ingin keluar. Aku ingin muntah.
"Aku ke toilet sebentar mas."
Tanpa menunggu respon dari mas Fadlan, aku segera mencari lokasi toilet. Semua yang kumakan langsung keluar ketika aku sudah sampai di depan wastafel. Beruntung aku sampai tepat waktu.
"Ada apa denganku? Kenapa perutku rasanya seperti ini?"
Kuputar keran dan mengambil air untuk berkumur. Rasa pusingku perlahan mulai menghilang. Setelah selesai membersihkan diri, akupun beranjak untuk kembali. Tepat ketika jarakku hanya beberapa langkah lagi dari mas Fadlan, aku memilih diam. Pemandangan yang tak pernah kuharapkan tengah berlangsung di depan mataku. Mas Iqbal dan Anggi sedang mengobrol dengan mas Fadlan. Kapan mereka datang?
"Kak Najwa!" Anggi memanggilku. Mas Iqbal dan Mas Fadlan langsung memusatkan perhatian mereka ke arahku.
"Kak Najwa." Anggi langsung berhambur memelukku.
"Kak Najwa kenapa nggak bilang sama Anggi kalau mau ke Lombok? Anggi kan bisa jemput kak Najwa di bandara."
Jika saja situasi lebih baik, aku akan sangat senang kembali ke Lombok dan bertemu dengan kakak dan adikku. Namun masalahnya sekarang situasinya berbeda. Aku datang kesini bukan untuk bertemu dengan kesedihan lagi. Pertemuanku dengan mas Iqbal dan Anggi sama saja dengan menyeretku kembali pada kenangan pahit kepergian umi dan abi.
"Kita ke kak Iqbal ya kak. Kak Iqbal udah lama banget nunggu kak Najwa." Anggi menarik tanganku untuk mendekat ke arah dua laki-laki di depan sana. Aku mungkin tidak akan kuat menghadapi mas Fadlan. Ribuan pertanyaan sudah pasti tergambar di pikirannya.
"Assalamualaikum mas," salamku kepada mas Iqbal. Laki-laki itu tersenyum.
"Waalaikumsalam."
Aku duduk di samping mas Fadlan. Laki-laki itu hanya diam. Tatapan matanya ke arahku menyiratkan suatu makna. Tapi apa?
"Kak Najwa tahu nggak? Kemarin Anggi dapet juara satu di kelas lho," ucap Anggi. Dia adalah yang paling bahagia dalam pertemuan kami. Usia Anggi masih sebelas tahun. Dia belum paham apa yang tengah terjadi. Aku merasa bersalah karena membuat kebahagiaannya tercoreng. Jika bukan karena salahku, Anggiku yang manis akan mendapatkan kasih sayang abi dan umi hingga sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram Untuk Najwa (END)
Spiritual(MUN 1) Fadlan dan Najwa yang sempat berpacaran saat masih duduk di bangku SMA dipertemukan kembali setelah waktu membawa mereka sangat jauh. Najwa yang telah hijrah dan mengenakan cadar membuat Fadlan tidak mengetahui kehadirannya saat mereka perta...