"Akan ada saatnya seseorang datang, pergi dan kembali"
__Malaika Farida Najwa__
_ _ _
Hujan turun membasahi setiap jengkal tanah yang gersang. Suara kendaraan yang berlalu lalang menghilang seiring hujan yang menderas. Suaranya kian ribut disertai kilatan cahaya beberapa kali. Aku menarik jaket. Dingin semakin mencuat. Menusuk ke dalam pori-pori tubuhku.
Kulihat jam di dinding. Mas Fadlan seharusnya sudah berangkat bekerja. Namun mobilnya masih setia di garasi. Itu artinya mas Fadlan belum berangkat.
Jujur saja, aku dibuat bingung dengan sikap mas Fadlan. Kadang-kadang dia seperti memberikan perhatian kepadaku. Kadang-kadang pula dia seperti bersikap acuh. Perasaanku seperti terombang-ambing. Mas Fadlan seakan mengajakku untuk ikut dalam permainan perasaan yang ia buat. Membuatku tak bisa berbuat apa-apa.
Mas Faiz juga seperti tak mau pergi. Dia selalu datang dan memintaku untuk ikut bersamanya. Aku tak tahu harus bagaimana. Disitu sisi kisahku dan mas Fadlan sedang diujung perpisahan. Disisi yang lain aku ingin menjaga perasaan mas Faiz. Aku tidak ingin mmeilihnya tanpa dasar cinta. Mas Faiz terlalu baik untuk kusakiti. Aku tidak ingin membuatnya menyimpan benci terhadapku.
Egois. Mungkin aku egois. Dan jika suatu saat nanti aku mendapatkan balasan dari sikapku ini maka aku akan menerimanya. Aku memang salah dan pantas untuk disalahkan. Kepercayaan Jihan seolah kuanggap seperti angin lalu. Dia pasti marah dan mungkin memutuskan persahabatan kami setelah tahu aku dan mas Fadlan pernah melewati malam bersama.
Kuraih amplop yang empat hari lalu Zahra berikan. Dua haru lagi pernikahan Zahra akan dilaksanakan. Tapi aku belum memberitahu mas Fadlan. Aku takut dia langsung menolak untuk ikut. Dan aku takut pernikahan Zahra membuatku mengingat kembali kejadian saat pernikahan kami.
"Assalamualaikum non."
Aku menoleh ke belakang. Mbok Asrih tengah berdiri di pintu. Tangannya memegang nampan berisi kopi dan kue kering. Aku lantas berjalan ke arahnya.
"Waalaikumsalam mbok. Ini buat mas Fadlan?" Tanyaku.
"Njih non."
"Kenapa belum dikasih?"
"Tuan nggak turun-turun non makanya mbok bawa kesini aja."
"Biar saya aja yang kasih mbok."
Aku mengambil alih nampan dari tangan mbok Asrih. Kuambil pula amplop yang tadi kutaruh diatas nakas. Kumasukkan amplop itu ke dalam saku jaket.
"Mbok balik ke dapur dulu non."
"Iya mbok."
Setelah mbok Asrih pergi, akupun melangkahkan kaki menuju ke lantai dua. Sesampainya aku di depan kamar mas Fadlan, aku seperti ragu untuk mengetuk pintu. Beberapa kali tanganku gagal mengetuk pintu kayu itu. Aku menghela nafas. Kupaksa tanganku untuk mengetuk pintu sekali lagi, namun pintu itu tiba-tiba saja terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram Untuk Najwa (END)
Spiritual(MUN 1) Fadlan dan Najwa yang sempat berpacaran saat masih duduk di bangku SMA dipertemukan kembali setelah waktu membawa mereka sangat jauh. Najwa yang telah hijrah dan mengenakan cadar membuat Fadlan tidak mengetahui kehadirannya saat mereka perta...