PART 28 ~Prioritas Fadlan~

107K 6.8K 77
                                    

"Prioritasku sekarang adalah memastikan jika Najwa dalam kondisi yang aman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Prioritasku sekarang adalah memastikan jika Najwa dalam kondisi yang aman. Hanya itu"

__Muhammad Fadlan Al Ghifari__

_ _ _

"Jihan."

Aku benar-benar melihatnya. Jihan ada disini. Dia berada di tengah kerumunan para tamu undangan. Entah karena apa aku memberanikan diri untuk melihat kebenarannya. Kubiarkan langkahku menuntun hingga keluar aula. Aku tadi melihat Jihan berjalan ke arah sana. Namun anehnya aku tidak menemukan siapapun.

Area kolam renang ini nampak sepi. Suara keramaian di dalam aula seperti temaram oleh pintu berlapis kaca. Cahaya rembulan memantul dari dasar kolam. Aku terdiam. Kuatur nafasku yang berantakan. Ada apa ini? Apa aku salah lihat? Tapi tidak mungkin. Aku benar-benar melihat seseorang yang sangat mirip sekali dengan Jihan. Aku tidak mungkin salah lihat.

Sebuah tangan terasa menyentuh pundakku dari belakang. Aku hendak berbalik. Namun tangan itu tiba-tiba mendorong tubuhku hingga jatuh ke dalam kolam. Aku berteriak dengan kencang. Aku tidak bisa berenang.Kolam ini terlalu dalam.

"Tolong!"

"Tolong! Si—siapapun tolong!"

Suaraku perlahan menghilang. Air sudah masuk ke dalam hidung dan mulutku. Tanganku berusaha menggapai apapun. Namun aku sudah semakin jauh dengan pinggiran kolam. Aku tidak busa berbuat apa-apa. Orang-orang di dalam aula juga seperti tidak mendengarku sama sekali. Berapapun kali aku berteriak, tidak aka nada yang datang.

Akhirnya aku memilih untuk pasrah. Tubuhku sudah tak memiliki tenaga untuk melakukan apapun. Kubiarkan tubuhku tenggelam hingga menyentuh ke dasar kolam. Pemandangan langit penuh bintang menjadi hiasan sebelum akku benar-benar menghadap sang ilahi. Aku tak pernah membayangkan kepergianku akan setragis ini. Aku datang ke acara pernikahan namun justru ditujukan pada tadir yang lain. Aku tidak menyangka hari ini bisa menjadi hari terakhirku di dunia. Jika saja Allah memberiku sedikit waktu untuk bernafas, aku ingin mengatakan sesuatu kepada mas Fadlan. Aku adalah Aika.

"Najwa!"

"Najwa!"

Aku tersenyum ketika mendengar suara itu memanggil namaku. Suara yang selalu membuat hatiku berdebar kini menjadi lagu indah yang mengantarkuke dalam tidur yang panjang. Tepat sebelum mataku benar-benar tertutup, aku melihat bayangan seseorang datang diantara bulan dan bintang yang bersinar. Aku tidak bisa melihat siapa yang datang. Apakah malaikat maut atau seseorang yang akan membawaku kembali?

Aku tidak tahu karena sedetik kemudian mataku tertutup dan aku tidak mengingat apapun kecuali sebuah suara yang terus memangil-manggil namaku.

_ _ _

Fadlan POV

"Najwa!"

Nama itu kuteriakkan ketika mendapati tubuhnya berada di dasar kolam. Aku langsung menceburkan diri ke dalam air. Kutarik tubuhnya untuk keluar dari dalam kolam.

Kubaringkan tubuhnya di lantai. Denyut nadinya perlahan mulai melemah. Nafasnya bahkan tak bisa kurasakan. Najwa sedang berada diantara hidup dan mati.

"Bangun Najwa!"

CPR menjadi pertolongan pertama yang kuberikan. Kutekan dadanya beberapa kali. Namun Najwa sama sekali tak bereaksi. Kugaruk kepalaku yang tak gatal. Situasi ini membuatku gila. Jika aku membiarkan Najwa disini untuk meminta pertolongan diluar, nyawa wanita itu bisa menjadi taruhannya. Pilihan yang terbaik adalah tetap disini. Tapi aku tidak tahu harus melakukan apa.

Apa aku harus memberikan nafas buatan?

Aku tak langsung mengiyakan pemikiran itu. Namun setelah berfikir cukup lama, aku tidak menemukan cara yang lain. Tanganku bergetar ketika menyentuh cadarnya. Kutarik cadar itu hingga membuka sedikit bagian wajahnya. Aku harap Najwa akan mengerti. Aku melakukan ini untuk menyelamatkannya. Bukan karena aku ingin melanggar persyaratan perjanjian pernikahan yang telah kami buat.

"Maafkan aku Najwa"

Kutempatkan bibirku tepat di atas bibirnya. Kuhembuskan nafas ke dalam mulutnya. Kulakukan hal itu berkali-kali hingga akhirnya Najwa mulai bernafas kembali. Aku mengucap ahamdulillah dalam hati.

"Tetap sadar Najwa. Kita akan segera ke rumah sakit."

Aku tidak tahu alasan kenapa dia bisa tenggelam. Bukankah dia terlalu bodoh jika menceburkan diri sendiri ke dalam air padahal dia tidak bisa berenang? Aku tidak perduli dengan hal itu. Sekarang aku harus membawa Najwa ke rumah sakit secepatnya.

Para tamu undangan melihatku dengan tatapan aneh ketika keluar dari pintu. Kondisiku basah kuyup. Tanganku sibuk menggendong Najwa. Mereka sudah pasti bingung karena kedatangan kami dalam kondisi yang seperti ini.

"Najwa!"

Pengantin wanita berlari ke arahku dengan cepat.

"Apa yang telah terjadi?" Zahra bertanya.

"Najwa jatuh ke kolam."

"Astaghfirullahaladzim. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit."

"Aku akan segera pergi."

"Aku akan menyusul."

Kulangkahkan kaki dengan cepat membelah kerumunan para tamu. Tatapan mereka kuabaikan seperti angina lalu. Prioritasku sekarang adalah memastikan jika Najwa dalam kondisi yang aman. Hanya itu.

_ _ _

Najwa POV

Pusing. Kepalaku seperti dihantam puluhan kali. Perutku juga seperti bergemuruh. Aku seperti ingin muntah. Tepat ketika aku membuka mata, kilauan cahaya lampu menembus penglihatanku dengan cepat. Aku langsung mnyipitkan mata. Kulihat wajah Zahra samar-samar.

"Akhirnya kamu sadar juga Naj. Aku hamper jantungan tahu pas liat kamu pingsan," Zahra berceloteh.

"Wajahku Zahra. Mas Fadlan mungkin sudah melihat wajahku. Mas Fadlan—"

"Ssst kamu harus istirahat Naj. Kondisi kamu masih belum pulih," ucap Zahra memotong kalimatku.

"Tapi apa mas Fadlan melihat wajahku?"

Hanya pertanyaan itu yang masih mengganjal dalam pikiranku. Ketika aku terbangun untuk pertama kalinya, aku mendapati mas Fadlan dengan jarak yang begitu dekat. Cadarku juga tidak berada pada posisi yang sama. Aku merasakan bagian bawah wajahku terbuka. Apa mas Fadlan sudah mengetahui identitasku?

"Aku tidak tahu Najwa. Aku hanya melihatmu pingsan dalam gendongan mas Fadlan. Aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya."

Aku memegang kepalaku yang semakin pusing. Apa mas Fadlan sudah mengetahuinya? Jika memang benar maka aku harus siap-siap dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi.
Semoga mas Fadlan tidak mengetahui apapun. Semoga.

Bersambung

Mahram Untuk Najwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang