PART 9 ~Jawaban~

112K 7.4K 445
                                    

"Aku tak pernah mengharapkan semua ini terjadi. Allah sudah menentukannya sejak awal, bahkan sebelum kita bertemu kembali"


__Malaika Farida Najwa__

_ _ _

"Aku minta kamu menikah dengan mas Fadlan."

Kalimat itu bagai ribuan jarum yang menusuk tubuhku berkali-kali. Aku merasakan sakit tapi entah datangnya darimana. Permintaan Jihan berhasil meruntuhkan harapanku untuk menjauh dari mas Fadlan. Seolah takdir memang merestui kami untuk bertemu kembali.

"Kamu ngomong apa sih Ji. Jangan bilang yang aneh-aneh deh." Aku memalingkan wajah. Tak ingin melihat ke arah Jihan yang sekarang sedang berusaha membujukku untuk memenuhi permintaannya.

"Aku serius Naj. Aku mau kamu menikah dengan mas Fadlan. Aku ridho."

"Bagaimana kamu bisa berkata seperti ini Ji? Apa kamu tidak memikirkan perasaan mas Fadlan setelah mendengar permintaanmu ini?"

"Ini demi kebaikan aku dan mas Fadlan. Aku tidak ingin membuat keluarga kami menanggung malu karena pernikahan yang dibatalkan."

Aku tidak percaya Jihan bisa berkata seperti itu. Apa dia tidak malu memintaku menikah dengan calon suaminya?

"Apa kamu tidak malu memintaku menjadi pengantin dari calon suamimu Ji?"

Jihan terdiam, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Isakannya perlahan berubah menjadi tangisan. Jihan kembali menangis.

"Aku juga tidak mau seperti ini Naj tapi mau bagaimana lagi? Penyakit ini mengharuskanku melepas semuanya. Termasuk mas Fadlan dan pernikahan kami."

Aku dapat merasakan kesedihan Jihan. Musibah berupa penyakit HIV yang ditimpakan padanya sudah pasti membuatnya harus mengubah rencana hidup yang telah ia susun matang-matang. Termasuk rencana tentang pernikahannya.

"Aku mohon Jihan. Tolong terima permintaanku. Aku berani meminta hal ini padamu karena aku yakin kamu bisa menjaga mas Fadlan hingga penyakit ini bisa disembuhkan."

Jihan menatapku dengan matanya yang berlinang air mata. Sebuah tanda tanya besar mencuat seiring kalimat itu ia ucapkan. Apa Jihan hanya memintaku untuk menjadi pengantin pengganti yang nanti bisa ia ambil suaminya kapanpun ia mau?

"Apa kamu akan menikah dengan mas Fadlan setelah sembuh?"

Jihan mengangguk. "Insyaallah Najwa. Jika Allah berkehendak aku akan kembali bersama mas Fadlan. Aku hanya memintamu untuk menjaganya selama aku pergi berobat. Aku tidak mau mas Fadlan berpaling ke wanita lain setelah aku pergi."

Aku merasakan sesak di dalam hati. Permintaan Jihan sudah jelas merujuk pada pembahasan tentang pernikahan sementara. Apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku? Apa dia tidak berpikir ucapannya itu sangat egois?

"Aku mohon Najwa. Aku mohon."
Aku teriris dengan permohonan yang selalu Jihan ucapkan. Dia bukan tipe wanita yang mudah memohon sampai seperti ini. Jika tidak kularang, Jihan sudah pasti tengah berlutut dan memohon padaku sekarang.

"Aku tidak tahu Ji."

"Aku mohon Najwa."

Aku menghela napas. Jihan tidakk akan berhenti memohon jika aku tak memberikan jawaban sesuai harapannya. Tapi aku juga tidakk mungkin menerima permintaannya. Ada perasaan yang harus aku jaga.

"Aku butuh waktu untuk berfikir."
Jihan sedikit melengkungkan bibirnya.

"Besok datanglah ke rumah. Aku menunggu jawabanmu disana."

_ _ _

Apa maksud Allah dengan semua ini? Setelah aku mencoba untuk menentukan jalur hidupku sendiri, Allah justru membalikkan semua begitu saja. Aku yang akan memberikan jawaban ya untuk lamaran mas Faiz justru harus menunda untuk mengucapkan kata itu. Rasanya sangat tidak adil sekali bagi mas Faiz yang sudah menunggu cukup lama.

Astaghfirullahaladzim

Apa yang sudah aku katakan? Apa hakku hingga berani mempertanyakan takdir kepada sang maha tahu. Jika Allah memang berkehendak seperti ini maka aku sebagai hamba yang kecil dan tak berdaya harus menerimanya dengan ikhlas. Insyaallah jika aku bersabar dan menjalaninya dengan ridho, Allah akan memberikan imbalan yang terbaik suatu saat nanti. Aku harus selalu berhusnudzon.

"Najwa."

Aku menoleh ke arah Jihan. Disampingnya sudah ada mas Fadlan. Pria itu nampak tak seperti biasanya. Ia terlihat tidak menyukai keberadaanku di ruangan ini. Terbukti dengan sikapnya yang membuang muka dan tak mau melihat ke arahku. Mas Fadlan yang kutemui beberapa waktu lalu tak pernah bersikap seperti ini. Ia selalu menyunggingkan senyum dan bersikap ramah kepada siapapun, termasuk aku.

Apa Jihan sudah memberitahu mas Fadlan?

"Pernikahan ini harus dilakukan."

Mas Fadlan langsung menoleh ke arah Jihan ketika wanita itu mengatakan tentang rencana pernikahan yang telah ia buat. Sebagai seorang laki-laki yang akan menikahi wanita pujaannya, mas Fadlan pasti hancur. Ia pasti tidak menerima keputusan Jihan. Bagaimanapun dia juga memiliki hak untuk menentukan bagaimana kelanjutan kisah mereka.

"Mas tidak mau Jihan. Berapa kali mas harus bilang!" Mas Fadlan membentak Jihan cukup keras tapi hal itu tak menyurutkan keinginan Jihan untuk meneruskan rencananya.

"Ini demi kebaikan kita semua mas."

"Kebaikan apa maksud kamu?"

"Aku sakit mas. Aku sekarat!" Jihan mengeraskan suaranya. Aku menunduk, tak ingin melihat perdebatan mereka berdua. Lagipula aku memang tak seharusnya disini. Jawabanku tentang permintaan Jihan masih belum kuputuskan. Keberadaanku disini hanya untuk memenuhi permintaan Jihan yang memintaku datang ke rumahnya.

"Kita bisa melaluinya sama-sama Jihan. Kamu tidak harus pergi dan membatalkan pernikahan kita." Mas Fadlan melembutkan suaranya. Hatiku bergetar mendengar bagaimana tulusnya dia mengatakan hal itu. Mas Fadlan pasti sangat mencintai Jihan.

"Aku tidak bisa mas. Penyakit ini bukan penyakit yang bisa aku sembuhkan dengan mudah."

"Memang apa penyakitmu? Kenapa kamu tidak mau memberitahu mas?"

Jihan tidak memberitahu mas Fadlan tentang penyakitnya? Dia pasti tidak ingin membuat mas Fadlan semakin khawatir ketika tahu penyakit apa yang tengah diidap calon istrinya.

"Lebih baik mas tidak tahu. Aku tidak ingin mas khawatir."

"Justru mas akan semakin khawatir kalau kamu tidak memberitahu mas."

"Maka menikahlah dengan Najwa mas."

Aku merasakan suasana semakin tegang. Jihan tetap pada pendiriannya. Dia ingin aku dan mas Fadlan menikah.

"Kamu gila!"

"Iya mas, aku gila karena penyakit ini!"
Jihan menangis, ia bahkan sampai terjatuh ke lantai. Pasti sangat berat untuk Jihan meminta hal ini kepada mas Fadlan. Dia pasti juga sangat sakit.

"Aku mohon mas." Jihan meminta dengan suara yang bergetar. Aku langsung menundukkan wajah lagi, tak ingin melihat apa yang terjadi.

"Baiklah jika itu yang kamu mau, mas akan melakukannya."

Mas Fadlan setuju? Tapi bagaimana bisa?

"Bagaimana denganmu Najwa? Mas Fadlan sudah setuju? Bagaimana dengan jawabanmu?"

Aku menatap sekilas ke arah mas Fadlan. Laki-laki itu terihat menunggu jawabanku dengan gusar.

"Aku tidak tahu Ji."

Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Aku bingung.

Apa yang harus kulakukan ya Rabb?

"Aku mohon Najwa."

Kututup mata sambil mengucap kalimat syahadat dan bukti bahwa Allah SWT maha besar. Allah maha tahu akan nasib hamba-hambanya. Jika memang Allah telah menuliskan nasibku di lauhl mahfudz seperti ini maka dengan rahmat-Nya aku mengatakan...

"Baiklah aku menerimanya."

Bersambung

Mahram Untuk Najwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang