"Semuanya terasa seperti mimpi. Mimpi yang sekarang menjadi kenyataan."
_Malaika Farida Najwa_
_ _ _
Mas Fadlan mengakhiri bacaannya. Ia menutup Al-Qur'an lalu menciumnya. Aku masih mengamatinya. Mas Fadlan sungguh membuat hatiku tersentuh. Aku sangat takjub dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang terucap dari bibirnya. Seolah Q.S Ar-rahman yang ia lantunkan menjadi hadiah paling indah yang ia berikan untukku.
Aku segera memperbaiki posisiku ketika mas Fadlan mengubah arah duduknya. Ia menempatkan diri agar kami bisa saling berhadapan. Entah kenapa aku merasa jantungku berpacu lebih cepat. Darahku seperti berhenti mengalir ketika ia menatapku lamat-lamat. Aku segera menjauhkan pandangan. Jantungku bisa meledak hanya dengan menatap matanya.
"Najwa." Mas Fadlan memanggil namaku dengan suara yang sedikit parau. Aku menelan ludah susah payah. Mas Fadlan tidak pernah memanggilku dengan suara selembut itu.
"Iya mas," jawabku singkat.
"Aku ingin mengatakan sesuatu," ucap mas Fadlan. Aku merasakan tanganku berkeringat dingin. Posisi kami yang masih mengenakan perlengkapan shalat dan saling berhadapan memberi pengaruh sangat besar untuk membuatku salah tingkah. Beruntung suaraku tidak menghilang.
"Apa yang mas ingin katakan?"
Jantungku berdetak lebih cepat ketika menunggu apa yang sebenarnya mas Fadlan ingin katakan. Apa ini tentang Aika atau ada hal lain?
"Aku ingin membatalkan perjanjian pernikahan itu."
Aku kaget. Tentu saja, mataku bahkan sudah membulat sempurna. Apa yang mas Fadlan sebenarnya pikirkan? Kenapa dia ingin membatalkan perjanjian pernikahan kami?
"Maksud mas apa?" Tanyaku meminta penjelasan. Aku tidak menduga dia mengatakan hal itu.
"Mari kita batalkan perjanjian pernikahan," jelas mas Fadlan.
Aku menepuk dadaku yang terasa sesak. Pernyataan mas Fadlan seperti racun yang perlahan menyebar ke seluruh tubuhku. Hanya tinggal menunggu waktu hingga aku terbujur kaku dan tak bernyawa. Bagaimana bisa dia meminta untuk membatalkan perjanjian pernikahan kami?
Aku tidak mengharapkan mas Fadlan mengatakan hal itu sekarang. Jika saja Jihan belum kembali, aku mungkin akan bahagia mendengarnya meminta hal itu. Tapi sekarang semuanya berbeda. Jihan sudah kembali dan aku harus segera pergi dari kehidupan mas Fadlan. Permintaannya untuk membatalkan perjanjian pernikahan kami justru menjadi ala mini untukku.
"Kita tidak bisa melakukannya mas. Perjanjian pernikahan itu harus tetap ada." Aku mengatakan apa yang berada dalam otakku. Jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat ingin mengatakan iya dan setuju jika kami membatalkan perjanjian pernikahan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram Untuk Najwa (END)
Spiritual(MUN 1) Fadlan dan Najwa yang sempat berpacaran saat masih duduk di bangku SMA dipertemukan kembali setelah waktu membawa mereka sangat jauh. Najwa yang telah hijrah dan mengenakan cadar membuat Fadlan tidak mengetahui kehadirannya saat mereka perta...