PART 35 ~Menghapus Tentangnya~

84.7K 5.2K 42
                                    

"Jika dengan melupakanku kamu bahagia, maka aku akan pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika dengan melupakanku kamu bahagia, maka aku akan pergi."

_Malaika Farida Najwa_

_ _ _

Matahari perlahan turun dari singgahsananya. Awan-awan bergerak memenuhi langit yang perlahan berwarna kemerah-merahan. Suara ombak menyentuh bebatuan menghantam sepi. Semilir angin pesisir pantai membawa pohon-pohon ikut menari. Daun-daunnya melambai seolah mengucapkan selamat datang untukku dan mas Fadlan yang kembali menginjakkan kaki di tempat ini.

Sepuluh tahun telah berlalu semenjak kisah kami berakhir. Selama itu, pantai ini kuanggap sebagai tempat paling terlaknat yang tak ingin kudatangi lagi. Padahal ada separuh kisah menyenangkan yang tersimpan disana.

Seperti airnya yang nampak kehijau-hijauan, aku menganggap tempat ini sangat istimewa. Namun dilain sisi aku menganggapnya sebagai petaka. Karena ditempat itulah semua kisah pahitku dimulai. Sejak Alan meminta hubungan kami berakhir.

Deburan ombak yang semakin membesar menghantam telingaku. Secercah cahaya nampak diatasnya. Sangat indah.
Suasana sore hari memang sangat menakjubkan. Apalagi ketika menikmatinya di pesisir pantai malimbu bersama dengan seseorang yang dicintai.

Aku mencintai mas Fadlan. Kami sekarang tengah menikmati sore di pesisir pantai malimbu yang menyimpan ratusan kenangan tentang kami. Dan hari ini pantai malimbu menyaksikan kembali kenangan yang baru.

Aku menghela nafas. Kutatap punggung laki-laki yang berada tepat di depanku. Langkahnya meninggalkan jejak di pasir pantai. Aku mengikuti jejak itu. Dan ketika langkahnya terhenti maka aku juga ikut berhenti. Kepalaku membentur punggungnya. Aku langsung menjauh.

"Berjalanlah disampingku," perintah mas Fadlan. Aku lantas memposisikan diri untuk berjalan di sampingnya.

Matahari sebentar lagi akan berada tepat diujung pantai. Senja sebentar lagi akan tiba. Aku melirik ke arah mas Fadlan yang berada di samping kiriku. Siluet wajahnya nampak bercahaya dengan sinar matahari yang menyentuh setiap lekuknya. Dia terlihat sempurna.

"Kenapa kamu selalu mengikuti ucapanku?" Mas Fadlan bertanya.

"Karena mas ingin aku mengikutinya."
Mas Fadlan menghentikan langkah. Ia menatap ke arahku. Aku tidak berani balik menatapnya.

"Kenapa kamu langsung setuju untuk membantuku melupakan Aika tanpa bertanya siapa Aika itu?"

"Karena aku menunggu mas mengatakannya sendiri tanpa aku bertanya."

Mas Fadlan melanjutkan langkahnya. "Kamu harus bertanya jika ingin mengetahui sesuatu."

"Terus kenapa mas tidak bertanya tentang asalku dari mana?"

Aku memberanikan diri untuk menatap mata mas Fadlan.

"Karena aku menganggapnya tidak terlalu penting."

Aku menutup mata. Bukan itu jawaban yang ingin kudengar.

"Pulau ini adalah tempat kelahiranku. Disinilah aku besar. Kehadiran mas Iqbal dan Anggi di warung makan tadi adalah buktinya."

Hening. Hanya suara semilir angin yang kudengar. Aku baru saja memberitahu satu kebenaran. Kebenaran bahwa aku juga berasal dari Lombok.

"Aika adalah orang paling istimewa dalam hidupku setelah abi dan umi. Dia adalah sosok yang membuatku semangat untuk datang ke sekolah. Kami bertemu ketika menjadi siswa baru pada masa putih abu-abu. Aika itu cantik. Senyumnya manis. Dan dia suka mawar putih. Kami semakin dekat ketika menjadi teman sekelas dan sebangku saat kelas sepuluh. Aku dan Aika akhirnya berpacaran selama tiga tahun. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami."

Aku merasakan sakit yang amat dalam ketika mas Fadlan menceritakan hal itu.

"Apa aku boleh bertanya mas?"

"Silahkan."

"Apa alasan mas ingin mengakhiri hubungan dengan Aika?"

Itulah pertanyaan yang ingin kuajukan sejak lama. Apa benar mas Fadlan ingin mengakhiri hubungan kami dahulu karena agama melarangnya?

"Seminggu sebelum aku meminta untuk mengakhiri hubungan kami, aku menghadiri sebuah pengajian bersama umi. Dalam pengajian itu, seorang ustadz mengangkat tema zina. Saat itu ia dengan tegas mengatakan bahwa pacaran adalah zina. Semakin banyak waktu yang kita habiskan untuk menjain hubungan seperti itu, semakin banyak pula dosa yang ditumpuk. Entah kenapa hatiku bergetar ketika mendengarnya. Aku memikirkan perkataan ustadz itu selama seminggu penuh. Hingga akhirnya aku berani mengambil keputusan untuk mengakhiri hubunganku dengan Aika."

"Aku memintanya untuk bertemu di pantai ini. Pantai yang juga menjadi tempat favorit kami untuk menghabiskan waktu bersama. Dan disinilah aku meminta untuk mengakhiri hubungan kami. Tapi aku bukan ingin berpisah dengan Aika. Aku hanya ingin kami memutuskan hubungan sebagai kekasih. Aku ingin Aika menunggu sampai aku layak untuk bersamanya. Namun takdir berkata lain. Aika terlalu marah tanpa mau mendengar penjelasanku. Dia menghilang selama hampir satu bulan. Hingga akhirnya aku mendapati kabar bahwa dia menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat."

Suasana berubah ketika mas Fadlan sampai pada kalimat terakhirnya. Matanya memerah dan sebentar lagi air matanya akan jatuh. Aku tidak percaya dia begitu mencintaiku. Aku seharusnya mendengar penjelasannya waktu itu. Bukannya malah bertindak gegabah yang justru membawaku pada kepedihan.

"Aku bersalah Najwa. Orang yang pantas disalahkan atas kepergian Aika adalah aku sendiri."

Bukan. Itu bukan salahmu mas

Langkah mas Fadlan terhenti. Ia menutup mata dengan kedua tangan. Mas Fadlan menangis. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tangisanku juga sudah pecah. Namun aku menahan suaraku agar tidak keluar.
Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghapus air mataku dengan cepat.

Kupegang bahu laki-laki yang menangis untukku. Senja datang bersama air mata dan tangisan. Aku memberanikan diri untuk mendekat ke arah mas Fadlan. Aku menarik tubuhnya dan memeluknya dengan erat.

"Aku ingin melupakannya Najwa. Aku ingin melupakan Aika." Mas Fadlan mengatakan hal itu ditengah tangisnya. Hatiku seperti terkoyak. Bagaimana bisa aku membuatnya seperti ini? Mas Fadlan tidak seharusnya bersedih karenaku. Mas Fadlan harus bahagia.

"Maka lupakan dia mas. Lupakanlah Aika."

Iya. Itu adalah keputusan yang terbaik. Mas Fadlan harus melupakan Aika. Dan aku harus segera menghilang dari hidupnya.

_ _ _

Cahaya merah ditengah kegelapan itu mengambil perhatianku sepenuhnya. Mas Fadlan tengah membakar semua foto, surat dan hadiah yang dulu kuberiikan untuknya. Tas yang ia simpan di atas lemari kini sudah berada ditengah kobaran api. Semua benda-benda sarat makana itu perlahan berubah menjadi abu. Aku melihat mas Fadlan yang tengah membakar semua kenangannya dengan Aika dari mobil.

"Saatnya untuk melupakan semuanya."
Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ketika aku hendak mengambil tas yang jatuh, aku tak sengaja menemukan sebuah foto kebersamaan Alan dan Aika. Foto itu adalah foto yang sama dengan foto yang mas Fadlan pegang saat menangis di kamar tamu.

"Kita ke mushala dulu sebelum kembali ke hotel." Mas Fadlan baru saja kembali. Ia masuk ke dalam mobil. Aku segera memasukkan foto itu ke dalam tas.

Aku tidak tahu apakah akan menyimpan foto itu atau membakarnya. Namun untuk saat ini, aku memilih untuk menyimpannya.

Bersambung

Mahram Untuk Najwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang