PART 41 ~Permohonan~

53.8K 3.3K 35
                                    


"Aku tidak menyangka semuanya berjalan seperti roda berputar yang kembali pada posisi awalnya"

_Malaika Farida Najwa_
_ _ _

Aku menatap langit yang kian membiru. Awan putih perlahan bergerak mengitari langit. Matahari sesekali bersembunyi dibalik pekatnya awan. Angin berhembus membuat dedaunan di pono bergerak. Setiap kali aku menutup mata, udara seolah membisikkan kenyamanannya.

Suasana hari ini membuat perasaanku lebih baik. Apalagi ketika suara kicauan burung terdengar samar-samar. Aku tersenyum menikmati alam sekaligus mensyukuri kisah hidupku yang mulai berubah. Wajah mas Fadlan entah kenapa muncul dalam ingatan.

Aku langsung menepisnya ketika langkah seseorang terdengar mendekat. Sebuah suara yang sangat familiar memanggil namaku. Aku langsung membuka mata. Kulihat senyum Jihan menyambutku. Aku balas tersenyum. Ia lantas duduk di sampingku.

"Maaf aku kelamaan ya Naj," ucap Jihan. Ia membuka pembicaraan kami dengan meminta maaf.

"Iya nggak papah kok Ji, aku juga baru dateng." Aku meletakkan tasku disisi kursi yang lain. Aku harus bisa mengontrol diri dengan baik. Sebentar lagi aku akan meminta sesuatu yang tidak pernah kufikirkan sebelumnya.

"Ji." Aku memanggil Jihan. Wanita itu lantas menoleh ke arahku. Saat mata kami saling bertemu, aku langsung menunduk. Nyaliku untuk mengatakan kalimat itu langsung hilang.

"Ada apa Naj?" Jihan bertanya. Aku menarik nafas dalam-dalam. Aku mengepalkan tangan sembari menyemangati diri dalam hati. Aku harus berani mengatasi masalah ini. Jika aku hanya diam maka itu sama saja dengan menyerah. Aku harus berjuang demi kebahagiaan yang masih menyisakan sedikit waktu. Kebahagiaan yang tidak akan pernah kusesali karena mengorbankan harga diri.

"A—aku mau bi—bilang sesuatu sama kamu," ungkapku. Jihan mengerutkan kening. Ia nampak tengah menunggu apa saja yang ingin kukatakan padanya.

"Tentang mas Fadlan?" Tebak Jihan. Aku gelagapan ketika ia menyebut nama itu dengan mudah. Aku semakin bingung jika berada pada situasi seperti ini. Aku tidak tahu harus mulai darimana.

"Ji, Se—sebenernya—"

"Besok aku mau ketemu sama mas Fadlan." Jihan memotong ucapanku. Aku langsung diam dibuatnya. Tanganku tiba-tiba bergetar ketika mendengarnya mengatakan hal itu. Besok Jihan mau bertemu mas Fadlan? Aku tidak bisa membiarkannya. Aku masih ingin bersama mas Fadlan, walaupun itu hanya sebentar.

"Ka—kamu nggak bisa ketemu mas Fadlan besok Ji." Aku menarik nafas perlahan. Entah datang darimana keberanianku untuk mengatakannya.

"Kenapa?" Intonasi suara Jihan berubah rendah. Ia pasti bingung dengan ucapanku. Aku tiba-tiba melarangnya bertemu dengan mas Fadlan setelah memberinya izin untuk mengambil mas Fadlan lagi.

"A—aku a—aku butuh waktu untuk melepaskan mas Fadlan." Aku menutup mata. Aku benar-benar tidak berani melihat ekspresi Jihan. Aku merasa bersalah telah mengatakannya.

Untuk beberapa saat, suasana diantara kami berubah. Jihan terdiam cukup lama. Aku juga berusaha  menghindari kontak mata dengannya. Aku hany menunduk sambil menutup mata. Dalam hati aku mengatakan maaf puluhan kali kepada Jihan.

"Kapan kamu bisa melepaskannya?" Jihan akhirnya bersuara. Aku memberanikan diri untuk menatap wajahnya.

"A—aku—"

"Aku akan kasih kamu waktu dua hari," potong Jihan. Aku menatapnya lekat. Raut wajah Jihan memperlihatkan sesuatu yang tak bisa kubaca.

Aku kaget ketika ia ternyata memberikanku waktu dua hari lagi. Dua hari memang bukan waktu yang panjang. Aku dan mas Fadlan sudah bersama hampir setahun lamanya. Selama itu ia hanya memperlakukanku sebagai tersangka. Jika sekarang ia memperlakukanku selayaknya seorang putri, aku tidak apa-apa jika hanya diberi waktu dua hari. Aku justru bersyukur Jihan memberiku waktu untuk bersama mas Fadlan sebelum kami benar-benar berpisah.

"Maaf Ji, aku seharusnya nggak minta hal itu sama kamu." Aku meminta maaf. Biarkan saja jika Jihan mengatakan aku munafik karena menurutku sekarang aku sudah menjadi seorang munafik sejati.

Jihan menyentuh pundakku sambil tersenyum. "Aku tahu ini pasti sulit mengingat kalian sudah bersama cukup lama, aku juga memberimu waktu lebih lama bersama mas Fadlan karena kamu sudah membantuku Najwa. Jadi kamu jangan khawatir, aku hanya ingin kamu berjanji untuk membawa mas Fadlan kesini lusa."

"Kenapa harus disini Ji?" tanyaku.

Jihan mengangkat salah satu sudut bibirnya, "Itu rahasia."

Aku tidak tahu ingin mengatakan apa lagi kepada Jihan. Aku merasa tidak enak jika terus lama-lama bersama dengannya. Kejadian beberapa bulan yang lalu kembali terulang. Jika saat itu Jihan memohon padaku untuk menolongnya, maka hari ini akulah yang memohon pertolongan darinya.

Jihan memintaku untuk menjadi pengantin pengganti dalam pernikahannya bersama mas Fadlan dan aku meminta Jihan untuk memberiku sedikit waktu bersama mas Fadlan. Semuanya seperti roda berputar yang kembali pada titik awal.

Aku tidak tega menyakiti Jihan lagi. Sudah cukup ia menanggung sakit karena sudah berpisah sangat lama dengan mas Fadlan dan kali ini ia kembali harus bersabar untuk bisa bersama dengan mas Fadlan lagi. Aku tidak tahu harus membalas kebaikan Jihan bagaimana.

Apa mungkin aku harus mulai belajar untuk melupakan cintaku kepadanya secara perlahan? Kami akan segera berpisah. Aku ingin menghilangkan mas Fadlan dari fikiranku secepat mungkin. Aku akan melakukannya setelah Jihan bertemu dengan mas Fadlan, karena untuk seminggu kedepan aku hanya ingin merasakan indahnya menjadi seorang istri. Untuk seminggu kedepan, aku tidak ingin menangis. Tidak akan.

Bersambung

Mahram Untuk Najwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang