PART 11 ~Pernikahan~

120K 7.4K 137
                                    

"Aku tak akan melupakan kenangan ini. Tidak akan."


__Malaika Farida Najwa__

_ _ _

Pernikahan. Kata itu sama sekali tak pernah terpikirkan olehku. Semenjak kepergian umi dan abi, aku sama sekali tak memikirkan tentang pernikahan. Rasanya kata itu seperti sesuatu yang tidak bermakna. Padahal perintah tentang pernikahan banyak sekali termaktub dalam Al-Qur'an. Itu artinya pernikahan bukan hal yang main-main.

Dalam pengajian setiap hari minggu, aku mendengar ustadz mengatakan bahwa pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Pahala istri yang melayani suaminya dengan baik pun sangat besar. Hal ini bahkan disampaikan oleh Rasulullah SAW. Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tentang siapa wanita yang paling baik, Rasulullah menjawab bahwa wanita yang paling baik adalah wanita yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.

Apakah aku bisa menjadi istri yang baik?

Pertanyaan itu bagai peluru yang membuatku was-was. Aku takut tak bisa menjadi istri yang baik untuk suamiku nanti. Tapi yang lebih membuatku khawatir adalah apakah pernikahanku akan baik-baik saja? Entahlah.

Aku menatap gaun pernikahanku dengan perasaan campur aduk. Gaun pernikahan ini sangat cantik. Warnanya putih dengan hiasan manik-manik yang sangat indah. Simpel tapi mewah. Jihan sangat pintar dalam memilih gaun pernikahannya. Jika semuanya baik-baik saja, hari ini Jihanlah yang memakai gaun ini. Bukan aku.

"Najwa."

Panggilan dari umi Asma membuatku berhenti melamun. Wanita itu tersenyum sangat manis. Umi adalah satu-satunya orang yang bahagia dengan pernikahan ini. Dia bahkan memelukku erat ketika kuberitahu aku dan mas Fadlan akan menikah.

Semenjak berita tentang pembatalan pernikahan mas Fadlan dan Jihan tersebar, aku selalu disalahkan. Seolah-olah disini aku adalah tersangka. Sahabatku pergi satu persatu. Zahra bahkan tak mau melihatku lagi. Mas Faiz juga menghilang semenjak pertemuan kami seminggu yang lalu. Duniaku seperti berubah dalam sekejap. Alhamdulillah dua malaikat masih menyertaiku. Umi Asma dan umi Bushra bagai sinar dalam gelapnya malam. Setiap kali aku runtuh karena pernikahan ini, mereka berdua selalu hadir.

"Sebentar lagi Ijab qabul." Umi Asma mengingatkan. Aku merasakan sesuatu menabuh jantungku berkali-kali. Aku susah untuk bernafas.

"Jangan pikirkan apapun. Pernikahan ini bukan salah siapapun. Ini memang sudah jalan kalian berdua. Insyaallah jika kamu menjalaninya dengan ikhlas, Allah akan memberikan yang terbaik untuk membalasnya kelak." Umi menyemangatiku. Kata-katanya berhasil membuat hatiku luluh. Jika saja umiku hadir disini, aku pasti juga merasakan hal yang sama.

Beberapa menit kemudian acara ijab qabul dilaksanakan. Kini aku duduk di samping mas Fadlan dengan penghulu dan mas Iqbal sebagai wali di depan kami. Aku beryukur mas Iqbal bisa hadir. Sejak kuberitahu kabar tentang pernikahan yang tiba-tiba, mas Iqbal mungkin marah. Dia bahkan tidak menjawab panggilanku puluhan kali. Alhamdulillah pagi tadi aku bertemu dengannya. Ia ternyata tak bisa menjawab panggilanku karena tengah berada di dalam pesawat.

"Saudara Muhammad Fadlan Al Ghifari Bin Muhammad Salman Al Qadir saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Malaika Farida Najwa Binti Muhammad Al lais Firdaus dengan mahar emas lima puluh gram dan seperangkat alat shalat dibayar tunai."

Mahram Untuk Najwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang