19 - Hate

2.9K 296 22
                                    


——


Setelah kejadian di dalam mobil yang begitu menyesakkan itu, kini hubungan Joon Myeon dan Joo Hyun semakin renggang. Awalnya memang tidak pernah akur, tapi berkat kejadian itu Joo Hyun ingin berterima kasih karena hubungannya dengan Joon Myeon menjadi pecah belah. Di tambah lagi, tidak ada kedua orangtua Joon Myeon yang biasanya akan berada di sisi Joo Hyun apabila suaminya itu kumat.

Joo Hyun ingin mandiri. Dia merasa bahwa dirinya bisa menghadapi situasi rumah tangganya sendiri dengan Joon Myeon. Oleh karena itu, Joo Hyun tidak ingin membagi cerita dulu dengan Ayahnya ataupun Seulgi temannya. Di samping itu, Joo Hyun juga tidak ingin membuat kedua orang yang menjadi harapannya itu, mengkhawatirkan dirinya.

Mengenai Bibi Chan. Hanya wanita tua itu saja yang mengetahuinya. Sebab, setelah kejadian di mobil itu, Joo Hyun di turunkan di tepi jalan oleh Joon Myeon. Layaknya seperti iblis yang tak punya sedikitpun rasa kasihan, dengan santainya Joon Myeon menjalankan mobilnya entah kemana dan pergi dari perempuan yang tengah menangis, meringkuk di tengah jalan itu karena di tinggalkan.

Kemalangan Joo Hyun pun berakhir, ketika Tuhan memberikannya suatu harapan lagi. Bibi Chan entah kenapa sudah tiba di sampingnya saat itu. Dengan keranjang belanja yang dia pegang di tangan kanannya.

Tubuh Joo Hyun yang tadinya menegang, langsung menghambur ke pelukan Bibi Chan dan menangis sekencang-kencangnya.

Di kala itu, Joo Hyun merasa bahwa dirinya sangat bodoh. Bodoh karena mencintai Joon Myeon dan malah memikirkan bahwa pria itu sudah berubah. Bukannya berubah, sikapnya malah semakin merajalela.

Lalu apakah Joo Hyun akan membencinya? Itu yang sedang Joo Hyun lakukan. Dia mencoba untuk belajar membenci Joon Myeon.

Sakit hatinya dan mengenai harga dirinya yang dibuat jatuh oleh Joon Myeon membuat Joo Hyun berpikir, mengapa dia harus menyukai pria itu?

Tapi, jika dia membenci Joon Myeon dan pria itu juga ikut membencinya atau mungkin sama-sama saling membenci, lalu kapan masalah ini akan terselesaikan? Bukankah harus ada yang mengalah di salah satunya?

Jika memikirkan Joon Myeon, mustahil sekali pria itu akan bersikap dewasa dengannya. Joo Hyun bahkan bisa melihat jelas bahwa pria itu memang membencinya. Dan mustahil juga akan mau mengalah.

Lalu apa yang bisa Joo Hyun lakukan? Seberapa besarpun masalah mereka, yang selalu mengalah hanyalah Joo Hyun seorang. Perempuan itu masih bisa berpikir sehat untuk menyelesaikan masalahnya.

Hidup dengan laki-laki berotak macan, memang harus memiliki banyak kesabaran. Jika tidak sabar, itu artinya Joo Hyun bukan istri yang baik, bukan?

Tak di sangka-sangka suara ponsel Joo Hyun mengganggu pikiran perempuan itu. Dengan lagas, Joo Hyun mengambil ponselnya di laci meja samping tempat tidurnya. Tertera nama “Ayah” ketika Joo Hyun membuka kunci ponselnya. Dengan segera Joo Hyun mengangkatnya.

"Halo? Ayah?"

Terdengar grasak-grusuk di seberang sana ketika sambungan telepon sudah terhubung. Mungkin karena faktor sinyal yang sedari tadi labil seperti hatinya.

Tak lama kemudian suara Ayahnya dapat Joo Hyun tangkap.

"Halo, Joo Hyun? Apa kabar, Nak?"

Tidak baik, Ayah.

"Seperti yang Ayah lihat. Jika aku menjawab teleponmu itu artinya aku masih dalam keadaan baik." Joo Hyun mencoba untuk terkekeh.

"Kau benar," Terdengar tawa renyah Ayahnya di seberang sana. "Apa kau bisa ke mari, Nak? Ayah ingin memperkenalkanmu dengan rekan kerja bisnis Ayah yang baru."

[DS 1] Good Wife: You are a Good Wife (Surene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang