Tak terasa, hari sudah berganti menjadi malam lagi. Dan hari ini adalah hari Jum'at, itu artinya orang tuanya Anna, akan datang ke Jerman dua hari lagi. Dan saat ini, Anna sedang termenung di dekat perapian, dan hanya seorang diri saja. Karena sejak kemarin malam, Count selalu menghilang, dan entah kemana. Dan hal tersebut, membuat Anna beranggapan, kalau Count, marah padanya.
"Anna"
Ia langsung menoleh ke arah sumber suara, saat mendengar namanya dipanggil oleh seseorang. Dan ia sedikit terkejut, saat melihat Count, yang sedang berdiri, di depan pintu ruangan itu.
"I-Iya Count, ada apa?" tanya Anna, yang langsung bangkit dari kursinya, dan berjalan menghampiri Count.
"Malam ini saya akan pergi lagi, untuk mencari makan. Dan saya yakin, anda pasti tidak mau ikut" ujar Count, sambil menatap istrinya itu.
Segera Anna menundukkan kepalanya, dan mengulum bibirnya, "B-Benar Count, aku tak bisa ikut lagi, bersama denganmu. Dan kurasa, kau sudah tahu alasannya" katanya.
Count pun mengganggukkan kepalanya, tanpa melepaskan pandangannya dari Anna. Lalu ia berkata, "Baiklah, saya mengerti. Tapi anda jangan khawatir, karena nanti saya akan membawakan anda makanan".
Mendengar apa yang baru saja Count katakan, membuat Anna langsung mengangkat kepalanya, dan memberanikan diri, untuk menatap raja kegelapan itu, "Kalau begitu terima kasih, Count. Maaf jadi merepotkanmu" katanya, dengan senyuman, yang terukir di wajahnya.
Bibirnya Count pun terangkat, sehingga gigi-giginya yang tajam, jadi menonjol keluar dari bibirnya, "Sama-sama, kalau begitu saya pergi dulu. Jaga diri anda, selama saya tidak ada di sini. Dan ingat, jangan coba-coba, untuk melarikan diri dari sini" ucapnya.
Segera Anna mengganggukkan kepalanya, tanpa mengatakan apa-apa. Lalu Count segera membalikkan tubuhnya, dan berjalan meninggalkan ruangan itu, tanpa berkata apa-apa lagi. Melihat Count yang sudah pergi, membuat Anna menghela nafasnya, dengan sedikit lega. Lalu ia berjalan keluar dari ruangan itu, dan menuju sebuah kamar, yang dulu menjadi kamar tidurnya.
Setelah berada di dalam kamar itu, ia pun berjalan menuju jendela kamarnya, dan berdiri di dekat sana. Lalu ia menatap keluar, dan memegangi jeruji besi jendela itu.
"Apakah Gabriel, sudah menemui Axell?" batinnya.
Dan tiba-tiba, ia melihat titik-titik kecil, yang mengapung di cahaya bulan, dan ia yakin, kalau itu pastilah Gabriel, sehingga membuatnya menyunggingkan senyuman. Dengan perasaan yang sedikit senang, Anna pun terus memperhatikan titik-titik kecil itu, yang lama-lama berubah menjadi gumpalan. Dan dengan tak sabar, ia menunggu gumpalan itu, yang berubah menjadi Gabriel.
Beberapa saat kemudian, gumpalan itu telah berubah menjadi sosok seorang pria, dan ia memanglah Gabriel.
"Gabriel, cepatlah ke sini!" ujar Anna, sehingga membuat Gabriel segera menghampirinya, dan berdiri di luar jendela.
"Sepertinya kau sedang menunggu kedatangan ku, benar?" tanya Gabriel, sambil menatapnya dari luar jendela.
Segera Anna mengganggukkan kepalanya, dan berkata, "Benar sekali! Aku memang sedang menunggu kedatanganmu, karena aku ingin tahu, bagaimana keadaan kakakku".
Dengan berat, Gabriel menghela nafasnya, dan menundukkan kepalanya, sehingga membuat dahinya Anna jadi mengerut, "Kondisi kakakmu, membuatku jadi merasa begitu kasihan padanya" katanya.
"Maksudmu?" tanya Anna, dengan jantung yang mulai berdegup, dengan kencang.
Gabriel pun kembali menghela nafasnya, dan mengangkat kepalanya, "Sebenarnya, kakakmu akan tetap mati, walaupun Count tidak membunuhnya. Apalagi jika melihat kondisinya saat ini" jawabnya.
"Memangnya, bagaimana kondisi kakakku? Tolong beritahu aku!" ucap Anna, dengan nada bicara, yang sedikit lebih tinggi.
Namun Gabriel malah kembali menghela nafasnya, dan membalikkan tubuhnya, lalu ia berkata, "Kondisi kakakmu saat ini, cukup buruk. Tubuhnya jadi kurus, di kedua matanya terdapat lingkaran hitam, dan juga ia terlihat begitu frustasi, bahkan ia terus-menerus menyalahkan dirinya, atas hilangnya dirimu".
Mendengar apa yang baru saja Gabriel katakan, membuat raut wajahnya Anna langsung berubah, menjadi murung. Ia tak menyangka, karena ulahnya, kakaknya jadi seperti itu.
"Kasihan sekali Axell, dan ini semua memang salahku. Kalau saja aku tak pernah datang ke sini, maka saat ini, ia tak akan jadi seperti itu" katanya.
Gabriel pun menoleh ke arah Anna, dan menghela nafasnya lagi. Lalu ia membalikkan tubuhnya, dan menatap Anna, "Aku rasa, Count memang sengaja ingin membunuh kakakmu, tapi dengan cara yang pelan-pelan, agar ia tak pernah mencari dirimu. Maka dari itu, ia tak mengizinkanmu, untuk mengunjungi kakakmu, walau hanya sebentar" tuturnya.
"Apa?! Count, mempunyai niat jahat seperti itu, terhadap kakakku?" ucap Anna, dengan kedua matanya yang membelalak.
Segera Gabriel mengganggukkan kepalanya, dan memegang jeruji besi, yang berada di jendela itu, "Iya, itulah niat Count. Kau kan tahu, kalau suamimu itu, begitu jahat dan juga licik" katanya, sambil menatap Anna.
Tapi Anna malah langsung terdiam, seakan mendadak jadi patung. Ia merasa, kalau yang Gabriel katakan, memanglah benar, Count memang begitu jahat, dan juga licik. Ia akan melakukan segala cara, untuk mendapatkan, apa yang ia inginkan.
"Kurasa, kau harus segera pergi dari sini" ujar Gabriel, sehingga membuat Anna, langsung tersadar dari lamunannya.
To be continue. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life [COMPLETE]
Vampire~ "My Immortal Prince" Book 3 ~ (Disarankan untuk membaca Book 1 nya (My Immortal Prince), dan Book 2 nya (The Immortal Love). Setelah malam itu esoknya Anna terbangun dengan dirinya yang bukan lagi seorang manusia melainkan salah satu Makhluk Kegel...