#12

1.6K 72 3
                                    

Saat lidahnya bersentuhan dengan makanan, yang dimakannya, Anna pun merasa ada yang aneh. Yaitu makanannya, yang terasa begitu hambar, dan tak ada rasanya sama sekali. Jauh berbeda, saat ia masih menjadi seorang manusia. Padahal, dulu sewaktu masih menjadi seorang manusia, ia selalu antusias, saat hendak memakan, makanan yang dimasak oleh Axell, karena baginya, masakan Axell begitu enak, sehingga membuatnya selalu jadi ingin makan. Tapi kini, makanan yang dimasak oleh Axell, sudah tak ada rasanya lagi.

Lalu ia pun meraih segelas susu hangat, yang berada di atas meja. Dan perlahan, ia menyesapnya, sambil merasakan rasanya. Namun sayang, susu hangat itu pun, tak ada rasanya juga, malah terasa seperti air mineral biasa. Gabriel yang melihatnya pun, hanya diam saja, dan terus memakan makan malamnya, meski tak ada rasanya juga.





*********************





Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Dan kini, Anna dan Gabriel, sedang berada di halaman belakang rumahnya Anna, dan sedang berbincang-bincang. Sedangkan Axell, ia sudah masuk ke dalam kamarnya, karena katanya, ada kerjaan yang harus ia kerjakan.

"Kenapa, makanan dan minuman yang aku makan, jadi tidak ada rasanya?" tanya Anna, sambil menoleh ke arah Gabriel, yang duduk di sebelahnya.

Gabriel pun menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya dari Anna, "Karena indera perasa kita sudah mati. Kita memang hidup kembali, tapi tidak dengan indera perasa kita, maka dari itu, makanan dan minuman jadi tidak ada rasanya, kecuali darah. Karena kita hidup, dengan meminum darah" jawabnya.

"Pantas saja, makanan yang dimasak oleh Axell, dan susu hangat yang kubuat, jadi tidak ada rasanya" ucap Anna, sambil menatap ke depan, dengan pandangan yang kosong.

"Ya, itu karena indera perasa kita, yang sudah mati. Seenak apapun, makanan yang kita makan, tetap saja tak ada rasanya" ucap Gabriel, sambil menoleh ke arah Anna, dan menatapnya dari samping.

Tapi Anna tak berkata apa-apa, ia hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan menghela nafasnya. Kemudian, mereka berdua sama-sama terdiam, dan tak saling berbicara lagi.

Namun beberapa saat kemudian, Anna pun menoleh ke arah Gabriel, dan menatapnya dengan dalam, "Oh ya, bagaimana dengan Count? Apakah ia akan membunuhmu? Karena aku merasa, kau sedang dalam bahaya, Gabriel. Apalagi jika mengingat, yang kau katakan, yaitu Count sedang merencanakan, sesuatu terhadap kita. Dan sudah pasti, ia merencanakan sesuatu yang mengerikan, karena aku tahu benar, bagaimana kejamnya Raja Kegelapan itu" tuturnya.

Dengan berat, Gabriel pun menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya ke depan, "Aku tidak tahu, apa yang sedang ia rencanakan. Tapi yang jelas, kita tidak bisa bersembunyi darinya, bahkan di lubang semut sekali pun. Karena Count selalu mengetahui, di mana keberadaan kita" ucapnya.

Anna pun langsung mengganggukkan kepalanya, karena ia sangat setuju, dengan apa yang baru saja Gabriel katakan. Dan kini, ia tak tahu, apa yang harus ia lakukan, agar dirinya dan juga Gabriel, bisa benar-benar terbebas dari Count.

Karena melihat raut wajahnya Anna, Gabriel pun berkata, "Sudah, tidak usah kau pikirkan, cukup jalani saja, dan hadapi apa yang terjadi nanti".

Segera Anna menoleh ke arah Gabriel, dan menggenggam tangannya, "Maafkan aku, ini semua salahku. Kalau saja, kau tidak membawaku pergi dari purinya Count, maka kau tidak dalam bahaya" ucapnya, sambil menatap Gabriel dengan dalam.

Tapi Gabriel malah menyunggingkan senyuman, dan meraih wajahnya Anna, "Tidak, ini bukan salahmu, Anna. Aku membawamu pergi dari purinya Count, karena aku ingin, kau dan kakakmu bisa bertemu kembali. Aku sangat tidak tega, melihat keadaan kakakmu yang seperti itu. Ia sangat frustasi, dengan hilangnya dirimu, dan seperti yang pernah kukatakan, lama-kelamaan kakakmu bisa mati, atau lebih parahnya ia bisa bunuh diri. Karena tak ingin hal itu terjadi, makanya aku membantumu, untuk pergi dari purinya Count" tuturnya.

Mendengar penuturannya Gabriel, membuat Anna tersenyum senang. Ia tak menyangka, kalau rupanya, Gabriel sebaik itu, jauh berbeda dengan Count, yang sangat kejam, dan juga egois.

"Terima kasih Gabriel, kau memang baik, tidak seperti Count" ucapnya, sambil menggenggam tangannya Gabriel, yang sedang memegang wajahnya

Namun Gabriel hanya tersenyum saja, tanpa mengatakan apa-apa. Tapi tiba-tiba, Anna mendekatkan wajahnya, pada wajahnya Gabriel, dan semakin lama semakin dekat. Dan. . . Bibir mereka saling bersentuhan, dan membuat kedua matanya Gabriel membelalak, namun ia hanya diam saja, dan menatap Anna dengan heran. Lalu perlahan, Anna mulai melumat bibirnya Gabriel dengan lembut, dan Gabriel pun, hanya membiarkannya saja.

Beberapa saat kemudian, Gabriel pun melepaskan ciumannya Anna, dan memalingkan pandangannya dari Anna, tanpa berkata apa-apa.

Anna pun langsung menundukkan kepalanya, dan mengulum bibirnya, "Ah, maafkan aku Gabriel" katanya.

"Iya tidak apa-apa. Aku ingin mencari makan dulu" ucap Gabriel, sehingga membuat Anna langsung mengangkat kepalanya, dan menatapnya.

"Di mana? Apa aku boleh ikut?" tanya Anna.

Segera Gabriel menoleh ke arahnya, dan menyunggingkan senyuman, "Tentu saja boleh. Aku akan mencari makan, di sekitar sini saja" jawabnya, sambil menatap Anna.

"Tapi. . ." ucap Anna, sambil menggenggam tangannya Gabriel, sehingga membuat dahinya Gabriel jadi mengerut, "Aku mohon, jangan jadikan anak kecil sebagai mangsa kita, karena aku sangat tak tega" sambungnya, dengan tatapan yang memohon.

Bibirnya Gabriel pun terangkat, lalu ia mengganggukkan kepalanya, dan meraih wajahnya Anna, "Tentu saja tidak. Lagipula, selama ini aku tidak pernah menjadikan anak kecil, sebagai mangsaku, karena aku masih punya hati, dan masih bisa merasa kasihan, juga tak tega, tidak seperti Count" katanya.

Mendengar apa yang baru saja Gabriel katakan, membuat Anna menyunggingkan senyuman, dan berkata, "Kau memang benar-benar baik, Gabriel. Aku senang, dapat bertemu dan mengenal dirimu".

Dengan senyuman yang masih terukir di wajahnya, Gabriel pun mengganggukkan kepalanya, dan mengusap wajahnya Anna, "Ya sudah, sekarang, ayo kita pergi untuk mencari makan" katanya.

Segera Anna mengganggukkan kepalanya, tanpa melepaskan pandangannya dari Gabriel, "Ayo! Karena perutku sudah terasa lapar, dan juga tenggorokkanku, sudah terasa kering" ucapnya.

Namun Gabriel tak mengatakan apa-apa, ia hanya tersenyum saja, sambil terus menatap Anna. Dan kemudian, mereka pun segera pergi, dan meninggalkan rumahnya Anna, untuk mencari makan.













To be continue. . .

Second Life [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang