#16

1.4K 57 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan saat ini, Anna tengah termenung di dalam kamarnya, dan hanya seorang diri saja. Karena Axell sedang mengerjakan perkerjaannya, di dalam kamarnya. Sedangkan Gabriel, ia juga sedang berada di dalam kamarnya. Namun sedari tadi, Anna terus memikirkan nasibnya Gabriel, ia merasa kalau Gabriel sedang dalam bahaya.

"Gara-gara diriku, ia jadi dalam bahaya. Aku tak tahu, apa yang akan terjadi dengan Gabriel nantinya, karena kuyakin, Count pasti begitu marah dengannya" gumamnya, sambil menatap keluar jendelanya.

"Anna" panggil seseorang, sehingga membuatnya, langsung menoleh ke arah sumber suara. Dan dapat ia lihat, Gabriel yang sudah berada di dalam kamarnya, padahal pintunya ia kunci.

"Gabriel?" ucap Anna.

Gabriel pun langsung berjalan menghampirinya, dan berdiri di sebelahnya, "Kau sedang apa? Sepertinya ada yang sedang kau pikirkan" ucapnya.

Dengan berat, Anna menghela nafasnya, dan menundukkan kepalanya, "Aku sedang memikirkan dirimu, Gabriel" katanya, sehingga membuat dahinya Gabriel jadi mengerut, "Aku merasa, kau sedang dalam bahaya. Aku tidak tahu, apa yang sedang Count rencanakan, untuk membalas perbuatanmu, yang telah mengkhianiatinya" sambungnya.

Namun Gabriel malah tersenyum, dan memegang pundaknya Anna, lalu ia berkata, "Tidak usah kau pikirkan, Anna. Cukup jalani saja, meski aku tak tahu, apa yang sedang Count rencanakan untukku".

Perlahan, Anna mengangkat kepalanya, dan menatap Gabriel dari samping, "Apa sebaiknya, aku kembali saja ke purinya Count? Agar Count membatalkan rencana jahatnya itu, terhadap dirimu" ucapnya.

Tapi dengan cepat Gabriel menggelengkan kepalanya, sehingga membuat dahinya Anna jadi mengerut. Lalu ia berkata lagi, "Tidak! Kau tidak boleh kembali ke sana, Anna. Meskipun kau kembali ke sana, Count tidak akan membatalkan rencana jahatnya itu".

"Kenapa seperti itu?" tanya Anna, tanpa melepaskan pandangannya dari Gabriel.

"Kau tahu kan? Bagaimana licik dan jahatnya Count? Jadi, meskipun kau kembali ke purinya, ia tak akan membatalkan rencana jahatnya" jawab Gabriel, sambil memalingkan pandangannya ke depan.

Mendengar jawaban Gabriel, membuat Anna mengganggukkan kepalanya, karena ia hampir saja lupa dengan hal itu.

"Lalu bagaimana, agar ia bisa membatalkannya? Apa aku harus mengatakan padanya, untuk membatalkan hal tersebut?" tanya Anna kembali.

Dengan berat, Gabriel menghela nafasnya dan menoleh ke arah Anna, "Tidak ada yang bisa kita lakukan, untuk membuat Count, agar membatalkan rencana jahatnya itu. Yang hanya bisa kita lakukan adalah, berhati-hati" jawabnya.

Anna pun kembali menghela nafasnya, dan menundukkan kepalanya, "Ini semua salahku, karena diriku, orang lain yang tak bersalah, jadi ikut merasakan akibatnya. Andai saja, aku tak pernah datang ke purinya Count, maka semua ini tidak akan pernah terjadi" katanya, yang mulai merasa bersalah, dan menyesali perbuatannya.

Namun Gabriel malah tersenyum, dan mengusap-usap bahunya Anna, "Tidak perlu menyalahkan dirimu, semuanya sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Menyalahkan dirimu, tidak akan mengembalikan semuanya" tuturnya.

Segera Anna mengangkat kepalanya, dan langsung memeluk Gabriel, sehingga membuat vampire itu, jadi sedikit terkejut, "Sekali lagi maafkan aku, Gabriel. Maafkan aku" katanya.

"Aku sudah memaafkanmu, Anna. Sebaiknya, sekarang kita keluar untuk mencari mangsa" ujar Gabriel, sambil mengusap-usap punggungnya Anna.

Perlahan, Anna melonggarkan pelukannya, dan menatap Gabriel, "Aku rasa itu adalah ide yang bagus, karena sedari tadi, perutku sudah terasa begitu lapar, dan juga tenggorokanku yang terasa sangat kering" katanya.

Sebuah senyuman pun, langsung terukir di wajahnya Gabriel. Lalu ia memegang kedua bahunya Anna, dan berkata, "Kalau begitu, ayo kita pergi untuk mencari mangsa".

Tapi Anna hanya mengganggukkan kepalanya saja, tanpa berkata apa-apa. Dan kemudian, mereka segera pergi, dari kamarnya Anna, melalui jendela.





**********************





Pagi pun tiba. . .

Kini, Anna sedang memasak untuk sarapan, dan hanya seorang diri saja. Tapi sedari tadi, ia terus saja menguap, hingga membuatnya berkali-kali, menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Ya, seharusnya saat ini, Anna tengah tertidur dengan nyenyak, di dalam kamarnya, namun ia tak mau melakukan hal tersebut, karena ia takut akan membuat Axell, jadi terheran pada dirinya. Dan lagipula, hari ini adalah hari Senin, dan waktunya ia untuk pergi kuliah ke kampusnya. Maka dari itu, ia sengaja sudah bangun sepagi ini, dan memasak untuk sarapan, meski ia masih sangat mengantuk.

"Selamat pagi, adikku sayang" sapa seseorang, sehingga membuatnya langsung menoleh ke arah sumber suara. Dan dapat ia lihat, Axell yang sedang berjalan menghampirinya.

"Selamat pagi juga A. . ." ucapannya langsung terpotong, karena ia menguap.

Axell yang melihat hal tersebut pun, jadi sedikit terheran, sehingga membuat dahinya jadi mengerut, "Kau masih mengantuk? Memangnya tadi malam, kau tidur jam berapa?" tanyanya, sambil memperhatikan adiknya itu.

Buru-buru Anna memalingkan pandangannya dari Axell, dan kembali melanjutkan, acara memasaknya, "I-Iya, karena tadi malam aku tidak bisa tidur. Mungkin hal tersebut, karena aku begitu rindu pada ayah dan ibu" dustanya, sambil tersenyum kikuk.

Axell pun langsung mengganggukkan kepalanya. Karena kemarin, kedua orang tua mereka tidak jadi datang. Jadi ia berpikir, apa yang baru saja Anna katakan, memanglah benar. Padahal, itu hanyalah omong kosong saja. Tapi dengan mudahnya, Axell langsung mempercayainya.

"Ya sudah, sini biar aku saja yang melanjutkan memasaknya, kau duduk saja" ujarnya.

Segera Anna menggelengkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman, "Tidak usah, sebentar lagi akan selesai" ucapnya.

Namun Axell hanya mengganggukkan kepalanya saja, tanpa berkata apa-apa lagi.












To be continue. . .

Second Life [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang