#9

1.7K 82 3
                                    

"Apa? Pergi dari sini? Maksudmu melarikan diri dari Count?" tanya Anna, dan Gabriel langsung menjawabnya, dengan sebuah anggukkan, "Tapi jika aku melarikan diri dari sini, maka ia akan membunuh kakakku" ujarnya.

Namun Gabriel malah menyeringai, dan mendengus, "Bukankah, kalau kau tetap berada di sini, kakakmu juga akan tetap mati? Namun dengan waktu, yang sedikit lebih lama, dan juga, tentunya ia akan semakin menderita. Bahkan, bisa saja nanti ia bunuh diri" katanya.

Anna pun kembali terdiam, sambil berpikir sejenak. Kini, ia dirundung oleh dilema, dan tak tahu harus melakukan apa. Tapi ia tak mau, jika kakaknya sampai mati, apalagi jika sampai bunuh diri, karena merasa bersalah.

"Jika kau ingin melarikan diri dari sini, aku akan membantumu, selagi Count sedang pergi dari sini" ujar Gabriel, sehingga membuat Anna, langsung membulatkan kedua matanya.

"Kau yakin? Bagaimana caranya?" tanya Anna.

Sebuah senyuman miring pun, kembali terukir di wajahnya Gabriel. Lalu ia membalikkan tubuhnya kembali, dan berkata, "Cukup mudah, kau tinggal keluar dari puri tua ini, lalu kita pergi dari negeri ini".

"Dengan menggunakan kereta kuda? Dan juga pesawat?" tanya Anna.

Tapi Gabriel malah tertawa geli, seakan pertanyaannya Anna, adalah sebuah lelucon, yang menggelitik perutnya, "Tentu saja tidak. Apa kau lupa? Kalau sekarang, kau bukan lagi seorang manusia, jadi kau bisa pergi kemana saja, tanpa menggunakan kendaraan apa pun" jawabnya.

Anna pun menghela nafasnya, dan mengganggukkan kepalanya, "Baiklah, tapi apakah kakakku akan curiga, saat melihat diriku, yang seperti ini?" tanyanya.

"Tentu saja tidak, kau cukup memakai pakaian seperti manusia biasa, maka kakakmu tak akan curiga" jawab Gabriel.

"Lalu bagaimana, jika ia menyadari kulitku yang pucat ini, dan juga kedua taring, yang kini berada di dalam mulutku?" tanya Anna kembali.

"Kita pikirkan soal itu nanti. Sekarang, cepat kau keluar dari sini, sebelum Count kembali" jawab Gabriel, sambil menatap Anna, dengan tatapan yang begitu serius.

Anna pun segera mengganggukkan kepalanya, dan berkata, "Baiklah, tapi bagaimana caranya? Karena pintu utama, yang berada di bawah, pasti di kunci oleh Count".

Namun Gabriel malah menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya dari Anna, "Kau bisa memakai cara, yang pernah beberapa kali kau pakai. Sekarang, jangan banyak tanya, dan cepat keluar dari sini. Karena waktu kita tak banyak" ujarnya.

"Baiklah" jawab Anna, yang kemudian segera keluar dari kamar tersebut, dan berjalan menuju sebuah tempat, yang di mana bisa melihat ke arah Selatan.

Anna terus saja berjalan, dan menuju sebuah jendela, yang tinggi dan bertiang batu. Setelah sampai di dekat jendela itu, ia pun langsung menghentikan langkahnya, dan melihat Gabriel, yang sudah berada di luar jendela itu.

"Cepat lakukan, Anna!" suruh Gabriel, dan Anna langsung menjawabnya dengan anggukkan.

Segera Anna keluar dari jendela itu, dengan begitu hati-hati. Lalu kedua tangan, dan kakinya mencengkram sudut-sudut batu, yang sudah banyak terlepas, dari tempelannya. Sedangkan Gabriel, ia hanya terdiam, sambil memperhatikan Anna, dan berjaga-jaga kalau Anna terjatuh, atau terpeleset.

Anna pun terus merayap turun ke bawah, dan semakin lama semakin cepat, seperti seekor kadal, yang sedang merayap di tembok.






*************************






Count baru saja tiba di depan puri tua miliknya itu, segera ia membuka pintunya, dan berjalan masuk ke dalam. Lalu dengan satu tangannya, yang besar dan juga kuat, ia menutup pintunya kembali, hanya dengan satu ayunan saja, sehingga pintunya langsung tertutup dengan kencang, dan menimbulkan bunyi, yang bergema di seluruh ruangan. Dan setelah itu, ia berjalan menuju tangga yang besar, dan menaikinya.

Setelah tiba di lantai dua, ia pun berjalan menyelusuri lorong, yang besar itu, dan menuju sebuah kamar, yang dulu pernah menjadi kamar tidurnya Anna. Sesampainya di depan kamar itu, ia langsung membuka pintunya, dan berjalan masuk ke dalam.

"Dasar pengkhianat! Bisa-bisanya dia membawa Anna, lari dari sini" ucapnya, dengan kedua matanya, yang memancarkan kemarahan setan.

Lalu ia terdiam sejenak, dan berjalan menuju jendela kamar, yang dipasangi jeruji besi. Kemudian, ia menghentikan langkahnya di dekat jendela, dan menatap ke arah luar. Namun ia tak mengatakan apa-apa, dan hanya mengukirkan sebuah senyuman, yang begitu mengerikan.












To be continue. . .




Hallo, Gabriel mengajak Anna buat kabur dari purinya Count tuh. Tapi kok Count gak marah ya? Cuma menyunggingkan senyuman, yang mengerikan aja

Btw, makasih ya yang udah ikuti cerita ini dari Book 1 nya, yaitu "My Immortal Prince". Seperti yang aku kasih tahu di desc nya, kalau di cerita ini, bakal ada beberapa kejutan, yang sengaja gak aku tulis di desc nya, dan ini lah salah satu kejutannya

Oh ya, yang di multimedia itu bukan fotonya Count ya, melainkan fotonya Gabriel, karena Count memiliki rambut yang panjang. Okey, segitu aja dulu, sampai bertemu di part selanjutnya ya ^^

Second Life [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang