#30

1.3K 52 1
                                    

Gabriel pun menghela nafasnya dengan kasar, dan menoleh ke arah Anna sesaat, "Sudah" jawabnya, sehingga membuat Anna terlihat begitu penasaran, "Tapi di sana, sudah tidak ada keluargaku. Dan sepertinya, rumahnya sudah di jual. Karena tak ada satu pun, penghuni rumah itu, yang kukenal" sambungnya.

"Lalu kau langsung kembali ke sini lagi? Makanya, tadi pagi kau sudah berada di rumahku?" tanya Anna, yang terus menatap Gabriel, dari samping.

Dengan cepat Gabriel mengganggukan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman, "Iya, kan aku sudah berjanji padamu, kalau aku akan segera kembali, dan aku akan baik-baik saja" jawabnya.

Mendengar jawabannya Gabriel, membuat Anna langsung menyunggingkan senyuman, dan menundukkan kepalanya. Ia tak menyangka, kalau Gabriel benar-benar akan menepati janjinya.

Karena tak mendengar jawaban apapun dari Anna, Gabriel pun menoleh ke arah Anna, dan melihat Anna, yang tengah tersenyum-senyum sendiri. Melihat hal tersebut, membuat Gabriel jadi ikut tersenyum, dan kembali menatap jalan. Lalu ia berkata, "Kenapa malah senyum-senyum?".

Anna pun langsung terperanjat, dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "T-Tidak apa-apa. Lalu setelah menikah nanti, kita akan tinggal di mana?" tanyanya, sambil menatap Gabriel dari samping.

"Mungkin kita akan kembali ke Rumania, karena hanya di sanalah, kita bisa aman dari para pemburu vampir. Kita tak pernah tahu, kapan kita akan bertemu dengan mereka. Maka sebaiknya, kita kembali saja ke negerinya Count" jawab Gabriel, tanpa menoleh ke arah Anna.

"Kau yakin? Bukankah, itu sama saja, dengan keluar dari kandang macan, dan masuk ke dalam kandang singa?" ujar Anna, dengan satu alisnya yang terangkat, "Maksudku, kita memang terbebas dari para pemburu vampir, tapi tidak dengan Count. Bagaimana kalau nanti, ia malah membunuh dirimu?" sambungnya.

Namun Gabriel malah tertawa, dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aku rasa, Count tidak akan membunuh diriku, atau dirimu. Kalau ia ingin melakukan hal tersebut, maka ia sudah membunuh kita dari kemarin-kemarin. Tapi buktinya, tidak kan? Kau ingat, saat kau melahirkan anaknya Count? Saat itu, Count menjelma menjadi salah satu kelelawar, yang berada di atas kepala kita. Jika ia ingin membunuh kita, ia sudah melakukannya, pada saat itu juga. Tapi nyatanya, ia hanya mengambil anaknya saja, tanpa melukai kita sedikit pun. Ya, meskipun aku tak tahu, apa rencana jahatnya Count, yang selanjutnya. Tapi lebih baik, mati di tangan Count, dari pada di tangan pemburu vampir" tuturnya.

Anna pun langsung menggangguk setuju, dan memalingkan pandangannya ke depan, "Tapi lebih baik, Count bunuh diriku saja, jangan dirimu. Karena aku lah yang salah, dan kau hanya membantuku saja" ujarnya, sehingga membuat Gabriel.langsung menoleh ke arahnya, dan menatapnya sejenak.

Dengan berat, Gabriel menghela nafasnya, dan kembali berfokus menatap jalan, "Tidak, sebaiknya Count bunuh diriku saja, jangan dirimu" katanya, dan Anna pun langsung menoleh ke arahnya, dan menatapnya, "Karena aku tak tega, jika Count sampai membunuh dirimu" sambungnya.

"Kenapa tidak tega?" tanya Anna, dan Gabriel pun langsung menoleh ke arahnya sesaat.

"Ya. . . Tidak tega saja" jawah Gabriel, yang kembali menatap jalan.

Namun Anna hanya diam saja, sambil mengganggukkan kepalanya, tanpa berkata apa-apa lagi.




************************




Malam harinya, seperti biasa Anna tengah termenung di dalam kamarnya, dan hanya seorang diri saja. Tapi saat ini, ia merasa begitu haus, dan juga sangat lapar, meski ia sudah menyantap makan malam, beberapa jam lalu. Namun hal tersebut, tentu saja tidak dapat membuat perutnya, jadi terasa kenyang. Karena yang bisa membuatnya kenyang, dan menghilangkan dahaganya, hanyalah darah saja. Tapi ia masih belum berani, untuk mencari mangsa seorang diri, karena ia takut, jika ada seseorang yang melihatnya, apalagi jika sampai bertemu, dengan pemburu vampir, maka akan tamat riwayatnya.

"Hey! Kenapa melamun terus?" ujar seseorang, dari luar jendela, sehingga membuatnya jadi sedikit terkejut, dan tersadar dari lamunannya.

Ia pun segera beralih menatap keluar jendela, dan melihat Gabriel, yang sedang berdiri di luar sana, "Aku. . ."

Belum selesai Anna berbicara, tapi Gabriel sudah memotongnya, "Lapar?" ucapnya, sehingga membuat Anna langsung menghela nafasnya.

"Iya, aku lapar dan juga haus" jawab Anna, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, ayo kita keluar, dan mencari mangsa bersama" ajak Gabriel.

Mendengar apa yang baru saja Gabriel katakan, membuat raut wajahnya Anna, langsung berubah dalam seketika. Ia pun langsung mengganggukkan kepalanya, dan bersiap melompat, dari jendela kamarnya. Melihat hal tersebut, membuat Gabriel buru-buru menyingkir, dan memberi Anna jalan. Lalu Anna mulai naik ke daun jendela, dan segera melompat, tanpa berkata apa-apa lagi.

15 menit kemudian. . .

Kini, Anna dan Gabriel sedang berjalan di daerah komplek rumahnya Anna, yang sudah begitu sepi. Karena saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, dan orang-orang sudah pada tidur, dengan lelapnya.

"Rumah mana, yang ingin kita datangi malam ini?" tanya Gabriel, yang berjalan di sebelahnya Anna.

"Umm. . . Sebentar," jawab Anna, sambil terus berjalan, dan memperhatikan sekitar, "Yang itu saja! Setahuku, di rumah itu, hanya dihuni oleh 1 orang saja, yaitu seorang wanita, yang sudah berumur sekitar 30 tahun" sambungnya, sambil menunjuk ke arah sebuah rumah, yang berada tak jauh di sisi sebelah kanan, di depan sana.

"Baiklah, kita ke sana" jawab Gabriel, sambil menggangguk setuju. Dan kemudian, mereka berjalan menuju rumah tersebut.

Beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di depan pagar rumah tersebut, dan segera memperhatikan sekitar, untuk memastikan, kalau tidak ada siapa pun di sana, selain mereka berdua.

"Ayo kita masuk!" ajak Anna, yang kemudian langsung melompati pintu pagar itu.

Tanpa mengatakan apa-apa, Gabriel pun ikut melompat, dan berdiri di halaman depan rumah itu. Lalu mereka menatap rumah itu sejenak.

"Kau yakin, di rumah ini hanya dihuni oleh satu orang saja?" tanya Gabriel, tanpa menoleh ke arah Anna.

Segera Anna mengganggukkan kepalanya, dan menoleh ke arah Gabriel, "Bahkan sangat yakin, ayo!" jawabnya, yang kemudian segera memanjat sebuah pohon, yang berada di sebelah kanannya. Kemudian, menghentikan aktifitasnya, setelah berada di salah satu dahan pohon, yang berada begitu dekat, dengan sebuah jendela. Lalu dengan hati-hati, Anna pun mengulurkan tangannya, dan mencoba membuka jendela itu, yang untungnya tidak terkunci. Ia pun langsung menghela nafasnya dengan lega, dan beralih menatap Gabriel, yang masih berada di bawah sana.

Seakan mengerti dengan maksudnya Anna, Gabriel pun langsung mengganggukkan kepalanya, dan memanjat pohon itu.













To be continue. . .

Second Life [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang