#5

2K 85 1
                                    

Sebenarnya, ia merasa kalau yang Count katakan, memanglah benar. Tidak seharusnya, Anna merasa kasihan, dan tak tega. Tapi tetap saja, Anna merasa tak tega, dan kasihan, jika harus meminum darah anak kecil, apalagi jika sampai membuatnya mati, karena kehabisan darah.

"Lalu bagaimana? Anda tetap tidak ikut, mencari makanan untuk malam ini?" tanya Count, sehingga membuat Anna, langsung tersadar dari lamunannya.

"Tidak Count, kau saja. Untuk malam ini, aku tidak ingin kemana-mana" jawab Anna dengan hati-hati, sambil menundukkan kepalanya.

Count pun kembali menghela nafasnya dengan kasar, dan mengganggukkan kepalanya, "Baiklah, saya tidak akan memaksa anda, Anna. Kalau begitu, saya pergi dulu. Tapi ingat, jangan coba-coba melarikan diri dari sini, jika anda ingin orang-orang yang anda sayangi, tetap selamat" ucapnya, sambil menyunggingkan senyuman, yang mengerikan, sehingga gigi-giginya yang tajam, jadi menonjol keluar bibirnya.

Segera Anna mengangkat kepalanya, dan melihat Count yang sudah berlalu begitu saja. Tapi ia begitu terkejut, kenapa Count bisa mengatakan hal tersebut? Padahal, sampai saat ini, Anna tidak pernah berpikir, untuk melarikan diri dari purinya Count, karena ia masih ingat, dengan ancamannya Count.

"Jika anda tidak kembali, sampai waktu yang saya tentukan, maka saya akan membunuh salah satu orang, yang paling anda sayangi, yaitu Axell"

Itulah ancamannya Count, yang terus berputar-putar di dalam kepalanya, sehingga membuatnya tak berani, untuk melarikan diri dari purinya Count. Dan lagipula, menurut Anna percuma saja, jika harus melawan Count, dengan sekutu-kutunya yang menyeramkan itu, salah satunya adalah serigala-serigala, yang begitu nurut dengan perintahnya Count. Anna masih ingat benar, saat Count menyuruh serigala-serigala itu, untuk memakan seorang wanita, yang anaknya diculik, dan dibunuh oleh Count. Lalu Count juga, yang menyuruh serigala-serigala itu, untuk membunuh Marcell, seniornya Anna, yang dulu pernah berniat, untuk membunuh Count.

Tapi bagaimana pun juga, Anna begitu merindukan Axell, dan ingin mengetahui kabar kakaknya itu. Namun ia tak tahu, bagaimana caranya untuk menemui Axell? Sedangkan, Count sudah memberinya ancaman seperti itu, dan tentu saja itu membuat Anna begitu takut, karena ia tak ingin, jika Count sampai membunuh Axell.

Dengan berat, Anna menghela nafasnya dengan kasar, dan mengusap wajahnya, dengan telapak tangannya. Lalu ia berjalan keluar dari ruang makan itu, dan memasuki sebuah kamar, yang dulu menjadi kamar tidurnya. Setelah berada di dalam kamar itu, ia pun berjalan menuju jendelanya, dan memegang jeruji besinya.

"Gabriel, di mana kau berada? Aku membutuhkan dirimu, untuk teman mengobrol" batinnya, sambil menatap keluar jendela kamar itu. Ya, saat ini Anna memang begitu membutuhkan teman untuk mengobrol, dan berbagi cerita. Tapi ia tidak tahu, harus berbagi cerita pada siapa? Karena di puri itu, hanya ada Count dan Anna saja, dan tidak mungkin, jika ia berbagi ceritanya pada Count, nanti bisa-bisa, Count malah marah besar dengannya.

Tapi tiba-tiba, ia mendengar suara lolongan serigala, dari lembah di bawah sana, yang membuatnya jadi begitu terkejut.

"Sialan! Mengagetkanku saja" umpatnya, sambil mendengus dengan kesal.





**********************





Sama halnya dengan kemarin siang, saat ini Anna tengah berjalan, menyelusuri kastilnya Count, dan merasa begitu bosan, karena ia tak tahu harus melakukan apa. Sedangkan Count, ia masih tertidur dengan nyenyak, di dalam peti matinya.

"Hah~ Aku bosan sekali" gumamnya, sambil menghentikan langkahnya, dan memperhatikan sekitar.

Namun tiba-tiba, matanya menangkap sebuah pintu yang tertutup, yang berada di sebelah kirinya. Melihat pintu itu, membuatnya mengerutkan dahinya, karena ia merasa tak asing, dengan pintu tersebut. Dan perlahan, ia pun berjalan menghampiri pintu itu, dan meraih gagangnya. Kemudian, ia mencoba membuka pintunya, dan rupanya pintunya tak terkunci.

Pintunya pun terbuka sedikit, dan dengan hati-hati, Anna melihat ke dalam, melalui celahnya. Dan rupanya, ruangan itu adalah perpustakaan, yang dulu sudah pernah ia masuki. Segera Anna membuka pintu itu dengan sedikit lebar, dan berjalan memasuki ruangan tersebut, dengan hati yang sedikit gembira. Karena itu artinya, ia bisa menghilangkan rasa bosannya, dengan membaca buku-buku, yang berada di sana.













To be continue. . .

Second Life [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang