1. Tak Ingin Meninggalkan.

1.3K 79 24
                                    


"Aku terlalu mencintaimu, hingga tak ingin meninggalkan.
Seperti halnya aku tidak ingin meninggalkan rumahku, atau kamar ku."

-Ayfa Edelweis Putri Sabella-

•••

MENTARI perlahan menyembul dari ufuk timur. Menggantikan tugas sang raja malam yang semula menjejaki langit hitam diantara gemerlap bintang yang menemani. Pagi yang cerah saat weekend sangat cocok jika di habiskan hanya sekedar lari pagi. Mengikuti kegiatan car free day di daerah Jalan Sudirman, mungkin bisa menjadi opsi yang menarik.

Angin pagi yang tenang, menyenggol pelan dedaunan rimbun di taman belakang rumah. Tampak jelas, sepasang suami istri yang telah hampir tiga puluh tahun bersama itu, menghabiskan waktu pagi hanya sekedar minum teh dan kopi.

Berbeda dengan sejoli yang baru meresmikan status pernikahan tepat dua hari yang lalu, Zio dan Ayfa. Mereka berdua masih bergelut dalam mimpi masing-masing, menikmati pagi seraya merebahkan diri di atas ranjang. Tak peduli, jam di dinding telah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Nampaknya dua pasang mata itu masih ingin berbetah menutup mata.

Ozi melirik wanita yang telah menemani kehidupannya selama tiga puluh tahun dari balik koran, Rika. Melintas di depannya, membawa secangkir kopi dan teh yang kemudian ia letakkan di atas meja. Mengamati kegiatan sang istri sejenak, sebelum beralih pada korannya lagi.

Bunda Rika beralih duduk di samping Ozi, memandang dari samping wajah sang suami tengah sibuk membaca koran harian. "Jam berapa ini ?" tanya Ozi memecah kesunyian. Netranya tak lepas dari deretan kata pada koran.

"Sepuluh pagi. Kenapa ?"

"Zio belum bangun juga ?" tanya Ozi lagi.

Rika menggeleng, menyeruput teh miliknya. "Biasa, Pa. Namanya juga pengantin baru, kayak gak tau aja," kekeh Rika.

Pengantin baru, ini sudah menjadi tittle yang akhir-akhir ini terdengar. Pasalnya, Zio dan Ayfa baru menyandang predikat suami istri selama sekitar dua hari ini. Dalam pikiran orang-orang kebanyakan, pada seminggu pertamalah masa hangat-hangatnya mereka bergemul.

Ozi menutup koran, ia hampir lupa jika anak laki-laki semata wayangnya kini telah menyandang gelar suami. Ozi masih belum terbiasa, bahkan pria paruh baya ini tak menyangka anaknya yang selalu manja pada Rika, kini telah memiliki Istri.

"Bun, kadang Papa curiga sama Zio," tutur Ozi memulai pembicaraan. Menghabiskan waktu pagi sambil mengobrol pada sang istri, tentu sudah menjadi kebiasaan baginya.

Dahi Rika berkerut, jarang sekali suaminya menaruh rasa curiga. "Curiga soal apa ?"

Ozi meraih cangkir kopi, meminumnya. "Emang Bunda gak curiga ? Zio anaknya kayak gitu, tapi kenapa Ayfa mau dijadikan istri sama dia."

"Hush! Kalau ngomong asal ceplos aja." Rika mengibaskan tangan di depan muka. "gitu-gitu, dia juga anak kita kali, Pa."

Ozi menggendik, meraih koran yang semula ia taruh di pangkuan. "Bun," panggil Ozi lagi.

"Apalagi ? Nyangka kalau Ayfa di guna-guna sama anak kita ?"

Ozi mendelik, bahkan tak sedikit pun prasangka itu terlintas. Tapi, kenapa istrinya berkata seperti itu. "Loh, beneran, Bun ?" pekik Ozi.

Let Be, Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang