14. Sakit.

202 25 4
                                        


"Sabar dan tidaknya diriku, diukur ketika kamu mendadak sakit. Sakitmu itu sudah seperti alat pengukur kesabaran, bagi manusia biasa sepertiku, misalnya."

- Vigorous Zionard Eden -

•••

KEBIASAAN Ayfa memang, untuk tidak berhenti mengunyah. Seperti yang Zio duga, istrinya seperti makhluk hidup yang memiliki dua lambung. Zio tidak masalah dengan itu, selagi tidak membuat Ayfa merengek padanya.

Lemari pendingin di dapur, tak pernah kehabisan stok camilan. Tiga hari sekali, Zio dan Ayfa rutin berbelanja di supermarket. Selain camilan, Zio jelas membeli beberapa stok bahan makanan di dapur.

Sore ini, Zio menghabiskan waktu di dalam kamar untuk membaca buku. Tenang, sangat tenang. Tak ada kicauan dari mulut Ayfa. Istrinya itu tengah sibuk menonton di ruang tengah. Sungguh, keheningan yang begitu di dambakan oleh seorang Zio.

Laki-laki itu hanya menyandar di kepala ranjang, meluruskan kaki. Mendadak, sore ini ia begitu santai. Pendingin ruangan yang ia pasang hingga suhu sembilan belas derajat, membuat Zio semakin menyukai kesunyian dalam ruangan itu.

Zio tersenyum, untuk beberapa saat ia bangga. Bangga akan pencapaiannya menemukan ketenangan ini. Irisnya terlihat membaca setiap kalimat di dalam buku, terhanyut sendiri dalam kisah. Buku berjudul The Mark of Athena, merupakan seri kedelapan dari penulis Rick Riordan.

Jari Zio membalik halaman, bertepatan pula pada saat seseorang membuka pintu kamar. Dia adalah Ayfa, istrinya. "Zee."

Gadis itu menutup pintu, kemudian ikut bergabung dengan suaminya diatas kasur. Zio hanya berdehem, lanjut membaca. "Sudah selesai nonton televisi nya ?"

Ayfa tak menjawab, ia malah duduk bersimpuh menghadap sang suami. Tangannya menyentuh pipi kanan, "Pipiku kayaknya bengkak sebelah, deh. Sakit," desis Ayfa.

Sungguh, ada sedikit rasa nyeri di dalam sana. Rasa nyeri itulah yang membuat gadis itu pergi menemui suaminya. Nyeri yang membuat dirinya tidak bisa berkonsentrasi menikmati camilan juga tontonan di layar televisi.

Zio menutup buku, menaruhnya di atas laci samping tempat tidur. Kini laki-laki itu memusatkan perhatian pada istrinya, dimana Ayfa tengah tertunduk seraya mengelus pipi.

"Mana ?" Zio merubah posisi duduk, menghadap Ayfa. "Coba liat ?"

Ayfa menatap dengan pandangan ingin dikasihani. Gadi itu mendekatkan diri, membiarkan Zio menangkup kan tangan di kedua pipinya. Ayfa dapat memandang jelas wajah serius Zio dalam jarak dekat.

"Ah, bengkak dua-duanya, kok."

Sungguh, jawaban Zio yang terlewat jujur membuat wajah Ayfa bersemu merah. Apa yang dikatakan Zio memang benar, pipi Ayfa memang sama bengkaknya.

Mendadak, bibir Ayfa mengerucut. Pipi yang Zio tangkup itu, tiba-tiba menggembung. "Bilang saja, kalau pipi Ayfa sudah kayak bakpao."

Zio terkekeh, tangannya malah dengan gemas mencubit pelan pipi istrinya. "Enggak, kok. Cuma terlihat menggemaskan saja."

Ayfa ikut menyentuh tangan Zio di pipinya, matanya menyipit. "Sama saja tau!" Ayfa melepaskan tangan suaminya.

Detik berikutnya, Zio kembali menyandarkan tubuh. "Beda dong. Sini deh sini," suruh Zio pada Ayfa agar ikut bersandar.

Ayfa menurut, mengikuti apa yang Zio katakan, ketika suaminya merentangkan tangan padanya. "Bakpao itu makanan. Terus, kamu kan manusia, makhluk hidup. Jelas gak bisa dimakan dong," ujar Zio.

Let Be, Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang