27. Sayang.

133 18 1
                                        


"Terkadang aku malu, kalau kamu dengan terang-terangan memanggilku sayang."

- Ayfa Edelweis Putri Sabella -

•••

KEMARIN adalah hari yang melelahkan bagi seorang Zio. Ia terpaksa lembur, karena dokumen diatas meja kantor ingin segera ditandatangani.

Lembur ? Ya. Pulang sampai malam hari ? Tidak. Lembur seorang Zio hanya mencapai batas jam enam sore. Biasanya Zio pulang jam tiga, kemarin ia harus menetap hingga tiga jam setelahnya.

Untungnya, Zio masih sempat pulang sebelum makan malam. Menyempatkan diri menyiapkan makan malam, untuk dirinya dan sang istri. Ayfa ? Istrinya duduk tenang di ruang tengah. Tenang ? Nyatanya tidak. Ayfa dan Mimi lagi-lagi bertengkar, berebut bantal.

Zio dibuat geleng-geleng, saat Ayfa merebut bantal yang dipakai Mimi. Zio tahu, siapa yang akan menang, jika bukan Ayfa. Tenaga Ayfa dan Mimi, jelas masih besar tenaga Ayfa. Jadilah, istrinya mendekap tiga bantal di ujung sofa, menatap seekor Mimi yang kalah penuh kemenangan.

Pukul sembilan malam. Menonton televisi sudah menjadi hal rutin mereka lakukan setelah makan malam. Zio menatap layar datar dihadapannya, sedang Ayfa tengah tertidur. Menjadikan pangkuan Zio sebagai bantal, tanpa rasa bersalah.

Zio tak keberatan. Jika saja laki-laki itu keberatan, mungkin sejak dua jam yang lalu ia menyingkirkan diri saat Ayfa merebahkan kepalanya.

Kepala Zio mendongak, melihat jam dinding. "Ayfa bangun, sudah malam," ujar Zio.

Namanya Ayfa, istri yang doyan tidur, dia tak kunjung membuka matanya segera. Alih-alih membuka mata, gadis itu hanya berdehem, malas. "Hmm."

Netra Zio tengah menatap istrinya, bergumam, "Susah banget bangunin cewek satu ini."

Memutar otak, seketika terbesit sebuah ide di kepala Zio. Ah!

"Sayang, bangun!"

Ajaib, sepasang mata dibawahnya membuka lebar, menatap terkejut. Ayfa memiringkan badan, menyembunyikan wajah merahnya pada telapak tangan.

"Curang! Kamu gak pernah manggil sayang sebelumnya."

Sudut bibir Zio tertarik, ia terkekeh. "Perasaan, pernah deh," ungkap Zio.

"Ta.. tapikan, sudah lama banget."

Suaminya terkekeh kecil, Ayfa mengintip Zio dari balik sela jari. "Ke.. kenapa ?"

Kepala Zio menggeleng. "Tidur di kamar aja, sudah malam," ujar Zio. Tangan besarnya menurunkan tangan Ayfa yang semula menutupi wajah.

Senyuman Zio tak kunjung meluntur, menatap lama sang istri. Tatapan yang begitu hangat, membuat mereka terdiam sejenak. "Jalan sendiri, apa mau ku gendong ?"

Gigi-gigi putih Ayfa terlihat. "Gendong aja, nanti Ayfa capek."

•••

Hari libur selalu membuat Ayfa bersemangat. Ya, entah kenapa terkadang hari libur membuat Ayfa membuka mata lebih cepat, saking bersemangatnya.

Ya, gadis itu turun dari ranjang lebih dulu dari sang suami. Jarang memang, tapi Ayfa mencoba membiasakan bangun lebih pagi. Kenapa ? Bukan karena dikata rajin, tapi dirinya tak ingin ditinggalkan oleh Zio berangkat sebelum berpamitan padanya. Ya, itu alasan utama. Alasan lain, karena Ayfa ingin mengemban tugas menjadi istri yang baik dan benar. Sungguh keinginan yang mulia.

Seperti, pagi ini. Gadis itu tengah sibuk menata pakaian setelah di gosoknya dengan setrika, kedalam lemari. Pandangan tak biasa. Jika Zio bangun, mungkin sang suami akan mengambil kamera, memotretnya. Kejadian ini harus di abadikan.

Sepelan apapun Ayfa membuka pintu, nyatanya telinga Zio ternyata begitu tajam. Laki-laki itu baru membuka mata, pukul sembilan pagi. Mendudukkan diri diatas ranjang, kembali dengan mata terpejam.

Dalam hati, laki-laki itu menghitung dari angka satu sampai sepuluh. Kemudian membuka matanya malas, kembali terpejam. Zio melakukan sebanyak tiga kali, sebelum laki-laki itu benar-benar menapakkan kaki, menuruni ranjang.

Kepalanya menoleh kearah lemari yang terbuka, melihat sang istri sibuk dengan aktifitasnya. Zio berdiri, berjalan lunglai nan malas, menghampiri.

Merasa ada yang mendekat, Ayfa menoleh. Menjumpai sosok suaminya berjalan mendekat, terlihat mengumpulkan kesadaran juga.

"Zio sudah bangun, tumben kesiangan ?" Kata Ayfa. Gadis itu meletakkan pakaian terakhir ke dalam lemari, menutupnya.

Mata Zio menyipit, terlihat suaminya masih mengantuk. Dengan pandangan polos, Ayfa menghampiri. "Mau Ayfa bikinkan teh manis, cokelat panas, susu, atau--"

Belum sempat Ayfa menyelesaikan kalimat, tahu-tahu wajah Zio mendekat. Suaminya dengan santai menangkup wajah Ayfa dengan kedua tangan, mendaratkan ciuman di bibir.

Lima detik setelahnya, wajah Zio memundur. Ayfa masih dibuat syok, mengerjapkan mata beberapa kali. Sedang Zio, berjalan melewatinya.

Bibir Ayfa mengerucut, pipinya menggembung. Tubuhnya berbalik, menatap punggung sang suami yang berjalan layaknya orang kekurangan semangat hidup.

"Belum gosok gigi, main cium Ayfa aja," gerutu Ayfa.

Langkah Zio terhenti. "Ya sudah. Aku gosok gigi dulu," lirih Zio.

"Zio mau apa ? Nanti Ayfa buatkan," tawar Ayfa. Tumben sekali istrinya mau merepotkan diri, pagi-pagi begini.

Tangan Zio mendorong pintu kamar mandi, ia menggeleng. "Jangan kemana-mana, duduk disitu aja."

Ayfa dibuat tak mengerti, "Loh, kok.."

"Aku sikat gigi dulu," pamit Zio. "Nanti kita lanjutkan."

_________________________________________

Selamat pagi. Semoga kalian bersemangat buat melek nya di pagi hari. Kayak aku gini dong 😁

Aku sedang tak ingin bercuap-cuap. Biarkan jempol Budiman menunjukkan kehadirannya, di lapak ku ini. Dan untuk pacarku, "Aku merindukanmu" 🤧😭 //kok, mendadak aku alayers sih//

Oke, vote komen Jan lupa. Si yuu

Let Be, Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang