32. Mellow.

107 22 3
                                    


"Jangan menyia-nyiakan air mata untuk diriku, apalagi menangis di depan ku. Simpan saja!
Menangis lah saat kelahiran berikutnya kamu tercipta menjadi putri duyung. Katanya, air mata duyung amat berharga."

- Vigorous Zionard Eden -

•••

PERASAAN Ayfa sedikit kacau. Dua hari ini ia terlihat pendiam, sikapnya berbeda setelah pulang dari taman. Perasaan yang sebenarnya salah, perasaan yang terbilang sulit di jelaskan.

Kacau ? Mungkin. Dua hari berturut-turut, ia kembali bermimpi di masa itu. Masa yang sulit untuknya. Masa kuliah. Dimana banyak peristiwa yang membuat Ayfa terluka, hingga susah pulih.

Rasanya, menyakitkan ketika hanya mengingat. Jika saja Ayfa tahu, tinggal di kota ini cukup memberi hal dominan di hidupnya. Jika saja Ayfa tahu, kuliah disini membuat Ayfa mengukir banyak kenangan. Jika saja sejak awal Ayfa tahu, takdir hidupnya membuat takdir orang lain ikut terluka.

Sejak dua hari ini, tempat favorit Ayfa adalah kamar mandi dan kolam renang. Tempat yang memiliki elemen penting kehidupan, berwarna biru. Air. Tempat yang bisa menyembunyikan kesedihan yang seharusnya tidak ia ungkit lagi.

Air dalam kran wastafel mengalir. Guratan-guratan kesedihan, tampak pada lingkar mata. Gadis itu tertunduk, hatinya terasa berat. Ia menangis, tanpa tahu sebab pada bagian mana memori masa lalu yang membuatnya melakukan hal demikian.

Memori mengenai Arzo, mengenai Renzo, juga mengenai Alvon. Taman Sriwedari, taman kampus, dan perpustakaan. Andai saja Ayfa tidak lupa, jika Taman Sriwedari adalah tempat dimana Arzo menyatakan perasaannya pada dia. Mungkin, Ayfa tak mungkin menginjakkan kaki di tempat itu lagi.

Namun, itu terlambat. Semuanya hanya terlihat seperti garis semu takdir, yang tak mungkin dapat di ulang.

Dada Ayfa menyesak, seakan ada yang terluka disana. Bukan, Ayfa tak menangisi seorang Arzo. Tapi, hatinya kini mengingatkan dirinya pada satu nama. Alvon.

Mata Ayfa menatap lurus cermin. Jejak air mata, juga tetesan tangisan itu kembali menitik. Ujung jarinya menyentuh bayangan maya dalam pantulan. Sesenggukan ia bergumam, "Ayfa kangen Alvon."

Hanya itu. Hanya kalimat itu yang keluar. Mendadak, mendengar ucapannya barusan membuat hatinya teriris. Kenapa Ayfa harus kehilangan satu orang penting di dalam hidupnya.

Seseorang yang ada disaat Ayfa terpuruk. Seseorang yang selalu berusaha membuat Ayfa mengukir senyuman di wajah. Seseorang yang mengorbankan jiwanya. Seseorang yang susah Ayfa lupakan.

Satu-satunya lelaki yang mungkin hampir setara dengan suaminya, hanyalah Alvon.

Dua kali ketukan. Dulu, dengan mengetukkan ujung jari di cermin, Ayfa bisa melihat apa yang belum tentu orang lain lihat. Dulu, dengan mengetukkan ujung jari di cermin, Ayfa dapat bertemu sebentar dengan orang yang berada di dunia lain.

Senyum Ayfa terasa berat, seberat hatinya mengingat masa lalu. Ayfa masih ingat, dulu dirinya berbincang dengan Alvon melalui cermin ini. Namun sekarang, dia tak lagi bisa.

"Ay, kamu gak papa ?"

Suara Zio dari luar kamar mandi, membuat Ayfa kalang kabut mengusap kasar jejak air mata. Ayfa  tak ingin membuat Zio khawatir, apalagi bertanya tentang sebab dirinya menangis.

Pelan, Ayfa memutar kenop. Keluar dari kamar mandi dengan tertunduk, membuat rambutnya menutupi area wajah.

"Kamu.. gak papa ?" Tanya Zio khawatir. "di dalam lama banget ?"

Let Be, Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang