"Hal yang paling aku sukai dan ku rindukan adalah suara adzan. Setidaknya, aku bisa mendapat Vitamin C yang kuharap kan, setelahnya."- Ayfa Edelweis Putri Sabella -
•••
SUASANA kantor di waktu menjelang sore, sudah lumayan sepi. Beberapa pegawai sudah banyak yang pulang, beberapa pula baru akan bersiap. Seakan tak sabar untuk menikmati buka puasa di rumah, bersama keluarga tercinta.
Ana sudah pamit pulang, sedang Zio belum. Laki-laki itu belum beranjak dari kursi kerja, matanya menatap monitor tak jenuh. Sebentar lagi kerjaannya akan selesai, Zio harus cepat.
Pintu ruang kerja Zio terbuka, membawa masuk seorang bertubuh jakung, ke dalam. Ah, tanpa melihat pun, Zio tahu tamunya itu. Siapa lagi kalau bukan Victor.
Victor melenggang, tanpa dipersilahkan dia mendudukkan diri di sofa. Mengambil toples berisi makanan di atas meja, mencicipi. "Belum pulang ?" Tanya Victor basa-basi.
Zio tak melirik sedikitpun, seraya menjawab, "menurutmu ?"
Victor mengangguk, mengambil makanan di dalam, lagi. "Bentar lagi mau buka puasa, gak pulang ?"
"Bentar lagi."
Zio tak melihat kearah Victor. Bisa-bisanya laki-laki itu dengan santai memakan makanan diatas mejanya, tanpa rasa bersalah. Ya Zio tahu, walau posisi Victor duduk membelakanginya, tapi tetap saja.
"Aku jadi iri. Sekarang enak, kalau kamu buka ada yang masakin," seloroh Victor.
Walaupun kepercayaan yang mereka berdua ambil berbeda, Victor masih bersimpati pada Zio. Victor berhenti mengecap, laki-laki itu terlihat menyenderkan punggung, dengan kepala mendongak.
Zio masih fokus pada kerjaannya, "Dia gak suka masak."
Victor mendengar ucapan temannya, merespon, "Oh, jadi begitu."
Kepala Victor mulai men- setting, membayangkan apa yang Ayfa lakukan sekarang. Otaknya membersit jelas bayangan semu, reka-reka dalam pikiran.
Bagaimana Zio nanti datang pulang, dengan pintu dibukakan oleh sang istri. Ayfa yang mengenakan sweater sabrina, membawa Zio masuk, bertepatan pada saat adzan Maghrib tiba.
Victor tak lupa membayangkan, apa yang Ayfa katakan, seperti, "Zee, yuk sudah waktunya buka." sambil membuka sedikit sweater yang di kenakan, dengan telunjuk. Seolah berniat mengintipkan.
Zio membereskan meja kerjanya, beranjak. Akhirnya semua telah selesai ia kerjakan. Irisnya melihat temannya yang tengah mendongak, seraya senyam-senyum. Zio menduga, Victor telah membayangkan aneh-aneh soal istrinya.
Dengan kertas yang Zio gulung, laki-laki itu memukulkan sekilas di kening Victor. "Jangan bayangin yang enggak-enggak," seloroh Zio.
Victor tersenyum lebar, terkekeh. "Hehehe..."
•••
Tepat seperti dugaan Zio, laki-laki itu masukke rumah bertepatan saat detik-detik adzan Maghrib. Ayfa berjalan kearahnya, lesu.
"Zee," panggil Ayfa dengan suara parau.
Zio berhenti, langkahnya terurung untuk pergi keatas."Kenapa ?"
"Ayfa, gak kuat." Lihatlah, sikap istrinya terlihat seperti kekurangan semangat hidup.
Zio mendudukkan diri, bersamaan istrinya yang duduk di sofa. "Tahan! Bentar lagi adzan."
Benar saja, setelah Zio mengatakan hal itu, kumandang adzan Maghrib terdengar. Tak malah bersemangat untuk pergi ke dapur seperti biasanya, Ayfa justru memandang jam dinding.
Pukul 17:45, pantas saja adzan terdengar. Ayfa menoleh, menatap sang suami ingin diberi belas kasih. "Zee.."
"Sudah adzan tuh, gak mau ngemil ?" Ingat Zio. Suaminya menyentuh rambut sang istri, membiarkan Ayfa bersandar di bahunya sejenak.
Hanya beberapa saat, Ayfa kembali menatap Zio. "Zio, bibir Ayfa kering," lenguh Ayfa.
Istrinya menatap dalam, Zio mengerti apa yang Ayfa maksud. Ayfa memang dari pagi menunggu saat-saat ini, tapi tetap saja Zio tak menggubrisnya. Bahkan saat sang suami berangkat jam sebelas, Ayfa tak kunjung mendapat apa yang ia inginkan.
Masih menunggu, Zio memandang sang istri melanjutkan ucapan. "Sudah bisa kan, Ayfa dapatkan vitamin C, nya ?" Lanjut Ayfa.
Zio berkedip beberapa saat. Lagi-lagi, dugaannya benar, seakan mereka memiliki satu koneksi. Memandang sesaat, Zio memutar badan, menghadap Ayfa penuh.
Ayfa masih menunggu, apa mungkin vitamin C yang ia inginkan belum waktunya ? Mata Ayfa melebar, ingin dikasihani.
Zio tersenyum, menyentuhkan telunjuknya di dagu Ayfa, membuat mulut sang istri sedikit terbuka. Wajah Zio mendekat, menghilangkan jejak-jejak jarak antara mereka.
Mereka saling mengunci tatapan. Hembusan napas hangat saling mereka rasa, seakan membaur jadi satu. Sebelum benar-benar melakukannya, Zio berbisik tepat beberapa senti di depan bibir Ayfa.
"I can give it."
_________________________________________
Astaga, part ini otak ku mengalami overheat luar binasa. Maka dari itu, aku akan menulis peringatan.
Peringatan!
Dilarang mendalami scene di part ini, demi kepentingan bersama.
Muehehehhe 😁✌️
Semoga lancar puasanya, bagi yang tengah mengganti puasa. Vote komen jangan lupa. Hanya para jempol budiman yang menunjukkan tanda-tanda keberadaannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Be, Stuck With You
Romance[Sekuel : Don't Say You Love Me] [Di sarankan agar membaca Don't Say You Love Me terlebih dahulu, agar tau kehidupan awal mereka] Dia adalah sahabat ku. Dia adalah tunangan ku. Dan dia adalah pacar ku. Bagaimana jadinya jika teman hidup mu, adalah s...