Aku pernah
Aku pernah, menatapmu dengan begitu tulus, memeluk pinggang ramping mu dan kubisikan dengan nada paling tulus yang pernah keluar
"Sayang, jangan pernah melepaskan genggaman kita"
Saat itu kau diam, tapi tidak lama suara mu lantas meyakinkanku.
Aku memang terlalu terlena saat berdua denganmu, sampai aku lupa bahwa kau tidak benar benar menatapku dengan penuh jujur, bahwa kau tak benar-benar menginginkan "kita" yang aku inginkanAkhirnya, seperti rencana mu, aku kau tinggalkan sebagaimana mestinya
Akhirnya pun, kau meninggalkanku tanpa pernah menolehku lagiBukankah tidak sopan meninggalkan anak orang sendirian sedangkan ayah ibunya tahu kalau dia pergi denganmu? Bukankah tidak sopan meninggalkan anak orang terluka sendirian?
Tanggung jawabmu sebagai laki laki mana, kenapa gampang sekali kau langkahkan kaki sedangkan aku tidak mau kau tinggal lari.Hubungan kita kan dilandasi dengan persetujuan dari dua belah pihak, tapi kenapa untuk perpisahan hanya pihak kau saja yang setuju sedangkan aku tidak pernah mau

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Epilog
PoetryKehilangan itu tidak perlu sebuah kalimat pamitan, kehilangan akan terus meninggalkan sayatan. Yang namanya ditinggal pergi tidak semenyenangkan saat mengingat sebuah janji Kau memilih putar arah lalu pergi Padahal cerita kita masih banyak lembar...