Ellia pamit pulang dengan diantar Ana hingga ke depan pintu toko. Saat Ellia akan pergi, Ana menghentikannya.
"Ellia, boleh aku berteman denganmu ?"
Ellia tertegun. " Untuk sekarang belum bisa An, aku harus menjaga perasaan Nur. Entah nanti... Kuharap kau bisa menghibur Nur. Mungkin keadaanmu tak lebih baik dari dia, tapi saat ini dia sungguh tak berdaya... Dan... Aku turut berduka atas wafatnya ibumu."
Ana tersenyum kecut," Terima kasih."
Ana menatap Ellia pergi. Dia kembali ke tempat kasir. Toko sepi hari ini. Sepi sejak dia yang menunggunya. Karena dia pun nol wawasan tentang perbukuan, tidak bisa menjawab saat pembeli bertanya. Dia menimbang-nimbang. Lalu dia menuju pintu, menutup toko lebih awal.
Kamar itu tertutup. Hiasan flanel bergambar Mickey Mouse di pintu menatapnya seolah mengejeknya. Ana ragu, apakah Nur mau membuka pintu untuknya? Apakah kakaknya itu mau bicara dengannya ?
Dia mengetuk sekali. Tak ada jawaban. Apa Nur sedang tidur? Itu tak mungkin. Ellia baru saja pulang. Nur pasti masih terjaga.Ana mengetuk dua kali. Lebih keras. Tetap tak ada jawaban. "Nur, boleh aku masuk ?"
Ana bersandar pada pintu yang tertutup. "Aku tahu kau tidak suka padaku. Kau merasa, aku dan ibuku merebut kebahagiaanmu dan keluargamu. Tapi tahukah kau? Aku dan ibuku hidup dalam keterbatasan, dalam bayang-bayang kelam kemiskinan. Tidak sepertimu, yang hidup normal berkecukupan."
Ana melanjutkan," Saat aku sekolah, aku ingin sesekali bapak yang datang mengambil rapor, tapi itu tak pernah terjadi. Saat aku bertanya kepada ibuku dimana bapakku, dia menjawab bapakku pergi cari uang. Tapi anehnya, uang itu tidak pernah dikirimkan, karena ibuku masih harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan..... "
Ana diam sebentar. Tidak ada suara dan reaksi apapun dari dalam kamar Nur. Ana berkata lirih, " Tahukah kau Nur? Aku sangat senang ketika bapak menjemputku dan berkata bahwa aku punya saudara perempuan. Aku tidak begitu mengenal bapak, karena ia jarang menemui kami. Harusnya... aku yang marah padamu karena kamu,aku jadi terlantar.. Harusnya... aku yang kecewa pada bapak karena memperlakukan kami begitu rupa. Tapi.... " Ana menghela nafas," ....ibuku tidak membolehkanku untuk memiliki amarah yang berlebihan, tidak mengajarkan untuk kecewa pada takdir Tuhan. Beliau mendidikku untuk jadi orang berhati lapang, menjadi manusia pemaaf untuk segala khilaf..."
Ana sudah puas mencurahkan isi hatinya. Jika Nur tetap bersikukuh tidak mau menerima kehadirannya di rumah ini, ia akan bicara dengan bapaknya, mungkin mengusulkan tentang kost atau kontrak rumah lain. Ana beranjak pergi, perutnya lapar. Dia belum makan sejak pagi. Tiba-tiba terdengar olehnya pintu dibuka. Ana berhenti.
"Bisa tolong belikan tahu lontong, An? Aku bosan makan bubur."
Ana langsung menoleh, senyum berkembang di bibirnya, air mata menetes di sela-sela bulu matanya yang tebal. Dia melihat Nur di ambang pintu, sangat berantakan penampilannya. Nur sedikit senyum.
"Iya, kak", jawab Ana.
*****
Toni sedang mengecek nota barang datang dari supplier elektronik Surabaya. Hari ini dia sendirian. Umam sedang menyiapkan acara pernikahannya setelah lamaran beberapa minggu yang lalu. Dia juga mendengar, Gus Syafiq akan menikah Jum'at depan. Kabar bahagia itu membuatnya gusar. Kapankah ia menikah juga....
Gus Syafiq sudah bilang akan datang ke toko pagi-pagi menemani Toni. Gusnya bilang mulai libur hari Rabu. Tapi sudah jam 9 Syafiq belum datang. Toni merasa kesepian.
Ana telah membeli tahu lontong pesanan kakaknya. Dia terlihat gembira, Nur telah mau menerimanya. Sepeda motornya macet tak mau menyala. Ana celingukan ingin meminta bantuan, tapi jalanan padat. Semua orang sepertinya buru-buru. Ana sungkan, tapi tidak tahu bagaimana lagi. Ana mendorong sepeda motornya hingga ke halaman parkir sebuah toko besar. Dilihatnya ada seorang pria yang menulis di atas mesin cuci.
"Permisi, maaf, saya ingin.... " kata Ana terputus saat melihat wajah pria itu.
"Ana ?! " seru Toni.
"Toni ?! " seru Ana kaget."Kau ... disini ?"
Toni mendekati Ana, teman sekampungnya. "Iya, lulus MI aku langsung masuk pesantren di sini. Sekarang aku kerja di toko ini."
"O... "
"Kamu kenapa disini, An ?"
Ana sedikit ragu." Ehmm.. aku tinggal disini sekarang. Ibuku sudah meninggal..."
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. aku turut berduka, An... lantas, kau tinggal dimana ?"
"Toko buku Hidayah. Dekat Ponpes Darul Hikmah."
Toni sumringah."Masya Allah, lha itu pesantrenku, An. Sebentar... toko itu milik Pak Malik kan ? Biasanya yang jaga toko anaknya. Nur Fadilah namanya. Kau tahu kan ?"
Ana menghela nafas." Ya. Dia kakakku."
*************
Pintu toko terbuka. Nur sudah duduk cemas di kursi baca.
"Kenapa lama sekali ?" tanya Nur.
"Maaf, motornya mogok tadi. Ini ," Ana menyerahkan tas plastik berisi tahu lontong. " Mungkin sudah dingin... Sudah enakan badannya ?" Ana gusar. Dia menceritakan perihal keadaan dirinya kepada Toni. Sedikit tenang hatinya, ada teman lama yang tinggal di satu kota dengannya. Setidaknya, ada satu orang yang pernah mengenalnya.
Melihat Ana agak canggung, Nur menjelaskan," Aku takut kau nyasar. Kau kan belum begitu paham kota ini. Ponselmu juga tidak aktif... "
Ana duduk di seberang kakaknya." Baterainya low bat..."
"Kau mau ? Masih agak hangat... " Nur menawarkan bungkusan itu.
"Nggak usah. Lagian cuma satu..."
"Aku kan memberi uang lebih. Kenapa gak beli dua? " Nur menyuapkan lontong ke mulutnya.
Ana geli melihat kakaknya." Sudah kau makan saja. Cepat sembuh dan ajak aku jalan-jalan."
Nur menggelengkan kepala dengan mulut penuh. Ana tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGGAPAI DUA SYURGA (END) - Sebagian part telah di hapus
RomantikEllia Hakim ingin selalu menjadi ma'mum untuk suaminya. Saat dia hidup bahkan hingga kelak setelah mati. Tapi maut bukan kehendaknya. Ahsan Hadi,suami tercintanya pergi untuk selamanya dan membuatnya menjadi janda di usia yang masih muda. Pertemuann...