17 ; Apology and Piano ;

35 6 0
                                    

Banu mendongak, menatap wajah sebal gadis dihadapannya ketika baru saja sedikit membanting kresek berwarna hitam keatas meja Banu.

"Noh gue bawain pesenan lo" Katanya tak semangat, kemudian beranjak pergi tapi ditahan pemuda itu.

"Ettt siapa suruh lo pergi? Tunggu gue cek dulu, ini bawaan lo bener apa nggak"

Khanin, gadis itu mengacak pingangnya melihat senyuman mengejek ketua kelasnya. Dengan sabar ia menunggu, sampai seringaian pemuda itu terbit lagi.

"Nah gini dong, di dunia ini gaada yang gratis" Katanya terkekeh mengejek.

"Ini gue udah boleh pergi belom sih Banu?" Tanya Khanin sudah tak sabar lagi. Dengan sebal gadis itu memukul pelan kepala Banu dengan buku.

Bangku belakang Banu agak bergerak ketika pemuda itu berdiri–berniat membalas perbuatan Khanin tadi. Perlakuan itu tak lepas dari pandangan Jeje yang duduk tepat dibelakang Banu, netranya melihat kedua insan yang sedang berdebat itu dengan pandangan curiga.

Banu bukannya ngga deket sama Khanin ya?

Pikir Jeje begitu.

"Masih untung dianter pulang, jangan belagu lo" Banu maju menatap tajam gadis dihadapannya.

Merasa tertantang, Khanin menaikkan dagunya keatas, "Sorry ya? Gue nggak minta dianterin"

"Lo berdua bisa duduk aja nggak sih? kuping gue sakit lama-lama"

Jeje tiba-tiba bersuara sembari menatap tak suka kearah mereka. Banu yang sudah biasa akan itu kembali melanjutkan–menatap Khanin seakan memancing seseorang.

"Je, si bontot mana? Tumben belom dateng" Suara ini datang dari Bobby.

Jeje mengedikkan bahunya, terlihat aura kecemasan di wajahnya, membuat Bobby menoleh kemudian berakhir mengikuti arah pandang Jeje.

"Hmm..gue berharap tu bocah jangan dateng sekarang deh" Bobby membenarkan letak kacamata beningnya, mendengus kasar sambil ikutan melengos.

Masih diiringi suara pertikaian Khanin dan Banu didepan sana, Jeje menoleh menatap pemuda yang kini berkacamata itu sembari mengatakan sesuatu.

"Lo ngerasa nggak sih? Ada yang beda sama Banu. Apa kemarin kita ketinggalan sesuatu ya?" Jeje mengerjap polos, aura kakak laki-lakinya keluar seketika.

Bobby melebarkan mata sipitnya, "Ah iya! Gue kemarin dapet laporan dari Kenan, kalau si Chandra ninggalin Khanin demi datengin Naomi"

"Hah?! Demi lo?"

Bobby membekap mulut Jeje yang hampir saja bocor, membuat pemuda mungil itu tersadar kemudian terkekeh.

"Terus apa hubungannya sama berubahnya Banu bego" Jeje bersuara lagi.

"Gaada hubungannya sih, cuman ya..kemarin yang trending topic itu si Chan sama Naomi"

Bobby dan Jeje kompak menoleh kedepan ketika melihat Khanin dan Banu sudah jambak-jambakan di depan papan tulis. Kedua cowok itu terlihat khawatir sambil sesekali mengintip kearah pintu–berharap Chandra tak datang sekarang.

"Banu harusnya peka kalau Chandra pasti cembukor ngeliat itu" Juna tau taunya sudah duduk di meja, asik menyeletuk membuat Jeje dan Bobby kompak saling bertatap.

"Lagian sih, Banu kan orangnya tumben banget deket sama Khanin. Dari awal masuk jutek tuh dan sekarang tiba-tiba deket? Waw"

Juna kembali asik mengoceh, kini menjadikan Banu dan Khanin sebagai tontonan. Jeje mendesah di bangkunya sembari memijit pelipisnya–merasa pusing sekaligus takut kedua sahabatnya itu terjebak cinta segitiga.

Call You Mine✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang