39 ;Memori;

20 4 0
                                    


"Ayo keluar" Ajak sebuah suara membuat Khanin mendongak.

"Lo duluan aja, gue nunggu dia selesai...." Ucap gadis itu ketika hening beberapa saat lalu.

"Jangan nunggu dia, disini lebih bahaya" Banu menarik tangan Khanin pelan, namun dibalas gelengan.

Khanin menggeleng, "Gue bilang mau disini!" Sentaknya saat Banu semakin memaksa.

"Nin, lo harus sadar orang yang lo tunggu itu nggak akan pernah balik" Putusnya tanpa sadar membuat Khanin bingung.

"Apaan Chandra bentar lagi balik, gue disini aja" Tolaknya mentah-mentah, menjauh dari Banu dan menatap lurus ruangan tertutup itu.

Banu mendesah pelan, "Apa yang buat lo kayak gini sama Chandra?"

Khanin tanpa sadar tertegun, "Ha...? Dia temen gue kan? Wajar gue khawatir"

"Temen? Gue nggak yakin, di pikiran lo, lo sendiri ngerasa Chan bukan sekedar temen" Tebaknya membuat Khanin mengepalkan tangan.

Memang, pikirannya dan logikanya mengatakan bahwa Chandra itu beda. Bukan seperti teman lelaki biasa, tapi ada yang membuat cowok itu nampak spesial tapi lagi-lagi gadis itu tak mengingat.

Banu yang melihat kegelisahan Khanin hanya bisa memalingkan wajah. Cowok itu mengerti Khanin tersiksa saat ini, tapi ada yang lebih penting dari itu. Perjanjiannya dengan Chandra.

"Chan itu bukan cowok biasa, Nin" Khanin menoleh sempurna kearah Banu yang menunduk, "Dia cuek, jarang ada yang tau sifat aslinya gimana. Orang yang temenan lama aja nggak menjamin tau, apalagi orang yang nggak bisa inget dia" Ungkapnya tepat menusuk Khanin.

Banu semakin merunduk ketika merasakan Khanin yang menatap kosong kearahnya. Cowok itu masih menetralkan wajah seakan tak ada yang disembunyikan.

"Kalau lo tertarik sama dia, gue mohon..." Kata cowok itu sedikit menggantung kalimat, "Gue mohon setidaknya lo ngerti Chandra, lo harus 'kenal' sama sifat aslinya" Banu melangkah maju, meraih sebelah tangan gadis itu yang hangat.

"Tapi sayangnya lo nggak bisa, Nin. Lo nggak bisa deket sama dia"

"Kenapa nggak bisa?" Jawabnya cepat dengan mata memanas.

"Di kondisi lo yang kayak gini, lo nggak bisa maksa ingatan lo balik" Kata cowok itu menatap intens Khanin.

"Dan jangan buat Chandra kesiksa dengan sikap lo yang kayak gini"

Lanjut cowok itu dengan tenggorokan kering, seakan tak sanggup mengatakan semua hal yang menyakiti gadis dan sahabatnya di dalam, tapi cowok itu harus melakukan.

"Chan cuman nggak mau sakit hati karena terlalu berharap sama orang yang bahkan nggak tau tentang dia sama sekali"




Gue bohong. Gak. Chandra nggak takut sakit hati, yang dia takutin cuman satu, yaitu lo.

Chandra takut lo inget semua kesalahan yang nantinya buat lo sedih, jadi dia milih gue buat bahagiain lo.

Gumamnya di dalam hati, kembali menghembus nafas pelan ketika Khanin diam lama karena perkataan menusuknya itu.

"Jadi jauhi dia, demi kebaikan lo sendiri dan Chandra" Ucapnya final, kemudian menuntun Khanin pergi tepat lima detik sebelum pintu kaca itu terbuka.

Tepat ketika sepasang mata yang biasanya memancarkan aura cuek sekaligus menggemaskan, meredupkan sinar matanya.

Cowok tinggi itu menaruh kedua tangannya membentuk siku di tembok pembatas, mengacak rambut hitam tebalnya dan mulai meringis kesakitan akibat luka di tubuhnya.

Call You Mine✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang