Chandra menatap nanar ruang operasi yang beberapa jam lalu tak kunjung dibuka. Hati cowok itu merasa tak tenang setiap kali memikirkan keadaan gadis yang sedang berjuang didalam.
"Seandainya gue disitu, gue pasti nolong dia" Indah menunduk menangis terisak. Angel yang disampingnya menenangkan walau terisak juga.
"Khanin cewek lemah, dia sebenarnya ngga kuat. Dia butuh penguat, dan sayangnya dia ngga punya penguat saat itu" Indah menoleh kesamping dilihatnya ruang operasi itu sampai ia merunduk lagi dan kembali menangis.
Angel menggigit bibir, mengeratkan rangkulannya, "Udah,udah, kita disini untuk jadi penguat dia kan. Lo ngga boleh kayak gini Ndah, Khanin kagi berjuang disana" Kata Angel menguatkan membuat Indah langsung terdiam sejenak.
Chandra mengepalkan tangannya, lagi-lagi rasa bersalah itu menumpuk di dadanya membuat nafasnya terasa sesak.
Penguat?
Chandra seharusnya ada untuk jadi penguat untuk Gadis itu. Dan kali ini Chandra gagal.
Cowok itu agak tersentak, dilihatnya Indah bangkit dengan bercucuran air mata. Chandra menutup mata masih diam ditempat ketika tangan Indah melayang ingin menamparnya.
Plak.
Suara nyaring itu membuat beberapa murid disana melebarkan mata. Beberapa diantaranya hanya diam ada juga yang langsung melerai.
Indah mundur kebelakang ketika dirinya ditarik Banu. Gadis itu langsung melepas tangan Banu kasar, kemudian menatap Chandra dengan sorot kecewa mendalam.
"Lo.........lo harusnya ada saat itu....tapi..? Tapi lo kemana?" Kata gadis bersyal itu sesenggukan.
"JAWAB GUE! LO KEMANA WAKTU KHANIN BUTUH LO?!"
Chandra diam, tatapan kosong cowok itu membuat Indah semakin tersulut.
Banu meraih tangan Indah saat gadis itu ingin maju, "Ini rumah sakit, semua lagi bersedih dan lo jangan kayak gini" Banu berkata tenang membuat Indah berbalik dan menatap cowok itu seakan menyuruhnya diam.
Indah berbalik, melihat Chandra yang memasang raut menyedihkan. Gadis itu mendecih.
"Gue yakin" Cewek itu mengeratkan kepalan tangannya menahan emosi, "Lo adalah penyesalan seumur hidup Khanin" Kata gadis itu lantang langsung membuat Chandra mendongak menatap Indah dengan perasaan sesak.
"Disaat Khanin ada buat lo, bodohnya lo selalu ngga ada saat dia butuh. Dan lo tau Chandra? Dia suka sama lo, iya dia suka lo"
"Khanin sayang sama lo"
"Khanin bahagia punya lo"
"Lo impian Khanin. Tapi sekarang? Dia pasti kecewa"
Pandangan Chandra memburam, lelaki itu merasakan tungkainya melemas. Bahunya merosot seketika. Dadanya terasa semakin sesak.
Fakta bahwa Khanin menyukainya dan bahagia memilikinya, membuat cowok itu ingin mati saja saat ini.
Chandra paham, dirinya sekarang sudah gagal menjaga gadis yang tak disangka sangat berarti untuknya.
Chandra jatuh cinta, dan ia sudah terlambat menyadari perasaannya
•••••••
Banu bangkit dari duduknya. Cowok itu maju berjalan ke depan ketika seorang pria berjubah dokter membuka pintu operasi.
"Gimana keadaan teman saya?" Tanya Indah di dekat sana.
Dokter muda itu mendesah berat, "Teman kalian kritis. Darah Khanin berkurang sangat banyak" Kata Dokter, membuat yang lain semakin cemas.
"Tapi dia ngga bakal kenapa-napa kan dok? Maksud saya dia bakal selamat kan?" Pertanyaan ini datang dari Banu.
Dokter itu menyapu pandangan, melihat wajah berharap dari mereka membuatnya tak tega, "Saya dan yang lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin" Kata dokter itu sedikit menjeda, "Alat vital teman kalian banyak yang rusak. Kami hanya memiliki waktu 24 jam untuk memastikan Khanin selamat atau tidak. Jika dalam 24 jam itu Khanin masih kritis maka kalian harus mengikhlaskan Khanin pergi" Jelas dokter terdebut kemudian beranjak pergi.
Banu terduduk lemas, Indah dan beberapa yang lainnya sudah kembali menangis kencang.
24 jam?
Kehidupan Khanin dipermainkan hanya dalam waktu sehari?
Banu memijit pelipisnya, cowok itu ikutan merasa menyesal. Lantaran sebenarnya ia sama sekali tak ada membantu Khanin pada saat itu ketika harusnya Khanin bisa selamat.
Banu menoleh kesudut, secara naluri sepasang matanya langsung menatap Chandra yang tengah terduduk lemas dengan pandangan kosong.
Banu beranjak kemudian menghampiri Chandra, "Gue tau lo terpukul, tapi coba untuk berpikir positif" Kata cowok itu menepuk pundak Chandra, "Karena yang kita butuhin cuman kata-kata positif, percaya sama gue Khanin itu kuat"
Chandra merunduk, bahunya perlahan bergetar keras. Rasa penyesalan amat dalam itu semakin bersarang di dadanya.
"Gue salah Nu"
"Gue udah buat dia kayak gini"
"Khanin pernah bilang kalau gue itu impiannya, punya sosok sahabat cowok itu impian dia. Tapi apa? Gue udah ngancurin hati dia"
Suara Chandra tersendat-sendat, Banu disampingnya hanya menatap kedepan sembari menerawang. Suara isakan tangis semakin menyeruak ke telinga cowok itu.
••••••
Keesokan harinya keadaan sudah mulai kondusif. Para teman dekat Khanin sudah menyiapkan kebesaran hati mereka, menerima apapun nanti keputusan Tuhan untuk Khanin.
Banu di depan sudah menunggu sambil berdiri. Di sisi kanan ada Angel dan Dika yang duduk saling berdoa. Kenan dan Juna mengapit Chandra yang terlihat kacau dengan kantong mata dan baju kusut. Jeje diseberang kiri duduk bersama Bobby sembari mencuri pandang ke ruang operasi tempat Khanin berada.
Keluarga Khanin sudah mengetahui kejadian ini, kemarin malam seusai pengumuman dokter, Banu menelpon keluarga Khanin untuk segera terbang ke Jakarta. Bahkan dari yang Banu dengar. nenek Khanin beberapa kali syok bahkan pingsan mendengar kabar mendadak ini.
"Dengan keluarga Khanindhya Renata?"
Semua mendadak berdiri dengan ekspresi tegang.
Dokter tersebut menghela nafas, "Sekali lagi kami meminta maaf untuk yang sebesar-besarnya kepada kalian"
Kenan, Banu dan Jeje otomatis menenangkan ketika suara pekikan tangis teman mereka terdengar.
"Kita positif dulu, jangan ada yang berani asumsi, denger penjelasan dokter" Kata Jeje dewasa.
Dokter muda itu melanjutkan, "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin-"
"GAK! DOK JANGAN BILANG GITU!"
Chandra maju ingin menerobos pintu operasi, tetapi gerakannya dibatasi oleh Juna dan Bobby yang sudah ancang-ancang di tempat.
"Dra! Denger dokternya dulu!" Banu membentak kemudian dengan tenang meminta maaf kepada dokter ketika lagi-lagi ucapannya terhenti.
Dokter muda itu mengangguk mengerti, "Nona Khanin berhasil selamat"
"Tetapi hanya Tuhan yang tau kapan Khanin bisa bangun. Khanindhya koma untuk waktu yang tidak bisa kami prediksi"
Dan setelah pengumuman dokter tadi, mereka sekarang mengetahui mimpi buruk yang akan Khanin dan mereka alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call You Mine✔︎
ФанфикKhanindhya punya impian besar terhadap Archandra. Baginya Chandra itu adalah impiannya yang sudah terkabul, dengan menjadi sahabatnya. Namun Khanindhya rupanya sudah melanggar perasaannya sendiri di balik kedok persahabatan. Berharap Chandra membala...