7 ;Nostalgia;

38 4 0
                                    

Khanin semakin terkurung dan tak berdaya berada di bawah kendali Chandra, batin gadis itu sudah mengatakan bahwa hal-hal yang tidak mengenakkan pasti akan terjadi jika gadis itu diam saja. Nafas pemuda itu sudah mengenai pipi mulus Khanin, bulu kuduk gadis itu meremang sedikit saja ia maju maka sudah pasti bibirnya akan mengenai bibir Chandra.




"Aww gila sakit banget" desisan Chandra terdengar sangat jelas di telinga Khanin. Dengan berani ia membuka matanya perlahan.

"Lo kenapa Chan?" tanya Khanin khawatir sembari melihat wajah kesakitan Chandra.

"Tangan gue...." Chandra sedikit menunduk kemudian berbisik tepat di samping telinga Khanin, "Tangan gue di punggung lo, itu sebabnya lo nggak sakit waktu jatuh tadi" pemuda itu menjauh kemudian duduk bersila menatap gadis yang masih mengatur nafasnya.

Mendengar suara Chandra sedekat tadi membuat pikiran Khanin melayang entah kemana. Lebih tak menyangka lagi tadi Chandra memegang punggungnya? Supaya ia tak kesakitan? Sungguh benar-benar keajaiban dunia lelaki seperti Chandra yang semena-mena mau memperhatikan Khanin sampai seperti itu.

Gadis itu akhirnya terbangun kemudian membulatkan pipinya, "Mana tangan lo? sini gue obatin" katanya sembari meraih tangan Chandra.

Pemuda itu diam sembari menyembunyikan tangannya di belakang tubuh tegapnya, "Gue udah gak sakit lagi jadi gaperlu khawatir"

"Chan lo gausah jadi anak kecil plis—"

"Gue emang bukan anak kecil, gue bisa sendiri" Katanya datar kemudian berdiri tegap, membuat Khanin mengernyit heran.

"Lo mau kemana? Sekarang lo mau kabur disaat kondisi lo belum stabil?" Khanin menyinggung Chandra yang kini mengambil jaket
flanelnya—memasangnya kemudian berjalan ke arah pintu.

Pemuda itu terdiam kaku di depan pintu, langkahnya terhenti setelah mendengar kata sindiran dari Khanin. Tubuhnya berbalik agar melihat dengan jelas wajah khawatir gadis yang masih terduduk itu.

"Setidaknya lo pergi pake taxi" sahut gadis itu pelan.

Chandra tak mengelak lagi, ia pun mendudukkan dirinya di ranjang Khanin—memijit pelan pelipisnya merasa pusing akan dirinya sendiri yang hampir saja mencium Khanin. Chandra sedang khilaf saat itu, untungnya tangan pemuda itu memberi sinyal dalam bentuk kesakitan supaya pemuda itu tak terjebak dosa nantinya.

•••••••

Telfon Khanin berdering tanda seseorang sedang mencoba menghubunginya, dengan tergesa gadis bermata coklat itupun berlari kearah nakas di samping ruang tamu keluarga.

"Halo pak? ohhh okey pak, sebentar ya saya siap-siap dulu" Kata gadis itu sembari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Hari ini adalah hari dimana Chandra kembali ke asalnya. Khanin tentu saja bahagia karena kamarnya sudah tak ada pengganggu lagi ditambah beban hidupnya seketika hilang. Tapi tenang saja, Khanin tidak sejahat itu membiarkan pemuda yang sudah menolongnya pergi tanpa diobati dulu. Semalaman gadis itu sudah mengobati Chandra dengan telaten supaya pemuda itu kembali sehat, dan segera pergi dari istananya tanpa berhutang budi lagi, iya sudah sampai disini saja urusan mereka, Khanin tak mau memperpanjang.

"Buruuannn udah ditungguiinn!!" teriak gadis itu tepat di depan pintu.

Mendengar teriakan cempreng sang pemilik rumah, Chandra berjalan santai membuka pintu putih tulang bertuliskan 'Khanin's Room' itu untuk keluar. Wajah lugu Khanin adalah hal yang pertama Chandra lihat, dengan malas ia melangkah mendahului Khanin.

"Heloooo ini rumah siapa ya keluar masuk seenaknya, emang cowok gatau diri ya lo" Pekiknya menginterupsi, membuat pemuda tinggi itu berhenti di anak tangga bawah.

Call You Mine✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang