41 ;Diary;

25 5 1
                                    


"Istirahat, okey?" Sampai di depan pintu besar utama rumah Khanin, Banu menepuk puncak kepala gadis itu.

"Hm. Makasih udah nganter sampe sini" Ucapnya melipat payung abu tadi.

Banu menarik lengan gadis itu agar mendekat, "Kalau ada apa-apa, telfon aja. Gue siap sedia kok"

Khanin mengerjap ketika poninya disisir rapi oleh cowok itu, "Aa?....hehe gue nggak papa kok. Hehehe" Cengirnya manis.

"Ya....siapa tau lo butuh sesuatu, gituu" Ucapnya menyentil dahi Khanin, hingga cewek itu tersentak.

Khanin merasa Dejavu.....



"Ehh....ada nak Banu, masuk, masuk. Mampir dulu gih" Suara khas Bibi menyapa telinga Khanin yang sedang melamun, sedangkan Banu menghampiri Bibi dan salim seperti biasa.

"Nggak usah Bi, Khanin mesti istirahat" Pemuda itu mendekat, melihat banyaknya kardus-kardus di samping kaki asisten rumah tangga Khanin.

Mengikuti arah pandang Banu membuat Bibi sedikit meringis, "Ini, Nak. Bibi lagi beres-beres rumah, maaf ya berantakan" Tawanya sedikit canggung kemudian mulai mengangkat satu persatu kardus.

"Yaudah saya pamit dulu ya Bi, Assalamualaikum" Pamitnya kepada Bibi dan beralih melambai singkat kearah Khanin.






"Astaga, Khanin!"

Bibi menjerit, tersentak kaget kardusnya bertabrakan dengan tubuh Nonanya. Khanin meringis memegang ujung kakinya yang nyeri sembari berpegangan pada ujung tangga.

"Nggak papa kok, cuman nyeri doang" Lagian sih, pakai acara tertabrak segala.

"Perlu Bibi panggil Banu kesini?" Tanyanya malah menggoda, membuat gadis itu mengangkat alis-sedikit tidak suka.

"Apaan sih, Bi. Alay banget mesti panggil temen" Ujarnya saat duduk, mengelus jari kakinya yang nyeri.

"Lah masih temen toh...." Nada suara Bibi terdengar ragu.

Khanin mendongak melihat ekspresi lesu Bibi yang memunguti buku-buku usang miliknya, "Ya memang temen..."

"Tadi waktu nak Banu disini, udah romantis aja tuh" Jelasnya dengan nada menggebu, "Bibi yang liat aja gemes, Neng emang nggak ngerasa apa?"

"Nggak lah!" Sewotnya kesal, "Khanin.....suka orang lain" Jawabnya antara ragu namun juga yakin.

"Siapa? Wah, Neng. Jangan buat Banu berharap dong" Bibi memasang wajah sedih, tumpukan buku di kardus semakin banyak ketika Bibi malah asik bercerita tentang betapa baiknya seorang Banu.

Tapi Khanin hanya fokus pada satu hal.

Buku diary dengan sampul warna pelangi soft yang kini tergeletak lumayan jauh dari jangkuan bibinya.

Gadis itu perlahan mendekat, diraihnya buku berukuran sedang itu dengan kalimat yang tertera di depan sampul bukunya.

If you closed your eyes, you can see them.

Horor memang, tapi bukan itu fokus Khanin. Melainkan tulisan kecil lain diujung dengan tinta pulpen yang mulai memudar.

Khanindhya's note.



"......udah baik, soleh lagi. Apa yang kurang coba dari Banu"

Bibi Maria masih asik ngoceh dibelakang sana. Khanin punya feeling, bahwa Bibi masih menata buku di dalam kardus.

Padahal harusnya sih, udah daritadi kelar. Tapi entah kenapa malah lama.

'Khanin.....suka orang lain'

Call You Mine✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang