This part of story was written by Cindy Handoko
"Aku pulang!" aku berteriak keras saat memasuki pintu rumah. Di ruang makan yang berhadapan langsung dengan pintu, tampak ibu dan adik perempuanku, Kim Sohyun, yang masih berusia enam tahun, sedang duduk-duduk sambil menikmati secangkir susu hangat. Yah, musim dingin memang membuat semua orang membeku. Susu hangat terdengar sangat menyenangkan untuk cuaca sedingin ini. "Aku juga mau susu hangatnya," ujarku saat melewati meja makan.
"Ganti dulu semua pakaianmu dan cuci tangan, lalu tuanglah untuk dirimu sendiri," ibuku menjawab, setengah berteriak karena kini aku sudah berjalan menaiki tangga.
"Ne, eomma," jawabku.
**Ne : "ya" dalam bahasa Korea**
**Eomma : sapaan untuk ibu dalam bahasa Korea**
Aku membuka pintu kamar dan melepas dasiku, lalu melemparkannya sembarangan ke atas kasur. Rasanya capek sekali sehabis bersekolah, apalagi, hari ini aku tidak bisa berkonsentrasi terhadap pelajaran lantaran terus-terusan diawasi Jihyun.
Sial, gadis itu benar-benar mengerikan. Kalau tahu pamerannya tak bakal sukses walaupun aku sudah mendatangkannya, aku tak bakalan cari mati dengan mendekatinya.
Aku bergegas turun setelah selesai mengganti pakaian dengan sweater ungu kesukaanku. Di bawah, Sohyun masih duduk tenang sambil menyesap susu hangatnya pelan-pelan.
"Mana eomma?" aku bertanya sambil menarik kursi di hadapannya untuk duduk.
"Sedang mencuci piring," jawabnya singkat.
Aku menuangkan susu hangat dari termos ke dalam gelas yang sudah tersedia di meja makan. Setelah mengisi penuh gelas itu dengan susu hangat yang asapnya masih mengepul, aku pun menyesapnya sedikit-demi-sedikit.
"Eonni," tiba-tiba Sohyun memanggilku.
**Eonni : sapaan oleh seorang perempuan kepada kakak perempuannya dalam bahasa Korea**
"Hm?" aku bergumam untuk menanggapi panggilannya sambil masih menyesap susu hangatku.
"Tadi ada paket untuk eonni," Sohyun menjawab sambil menunjuk ke arah pintu masuk.
"Dari siapa?" aku bertanya acuh-tak-acuh.
Sohyun menggeleng, "Molla, ahjussi tukang pos mengantarkannya tadi pagi, dan dia bilang, tidak ada nama pengirim yang jelas."
**Molla : "tidak tahu" dalam bahasa Korea**
**Ahjussi : sapaan untuk laki-laki seumuran dengan paman yang tidak memiliki hubungan darah dalam bahasa Korea**
Aku mengerutkan kening. "Aneh sekali," gumamku. "Apa pengiriman paket tidak mewajibkan pencantuman alamat pengirim?"
Sohyun mengangkat bahu. "Eonni cek sendiri saja. Tuh, paketnya di dekat rak sepatu."
Aku meletakkan gelas susu hangatku dan beranjak menuju dekat rak sepatu. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku menggeser rak sepatu untuk mengecek bagian belakangnya. Kami memang punya kebiasaan menyimpan barang-barang di belakang rak sepatu, termasuk paket-paket kiriman.
Tak perlu berusaha mencari, paket yang ditujukan untukku itu sudah tampak mencolok dan jelas sekali. Paket itu dibungkus oleh kertas kado berwarna merah mengilap dan dipita dengan pita merah yang warnanya nyaris sama dengan kertas kado merah itu. Ukurannya cukup besar–setidaknya tingginya hanya sedikit di bawah lututku, dan lebarnya lebih daripada lebar tubuhku. Aku mengangkat paket yang ternyata cukup ringan itu ke meja makan, kemudian meletakkannya di atas sana dengan hati-hati. Sohyun memperhatikan setiap gerakan yang kulakukan dengan saksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[KUMPULAN CERPEN] Stacy's Curses
Horror#35 Cerpen out of 3.5k (26.1.20) #24 Sahabat out of 2.26k (26.1.20) #23 Horor out of 1.8k (26.1.20) #20 Misteri out of 1.47k (26.1.20) #22 Urban legend out of 1.22k (26.1.20) Kumpulan cerita seram tentang teror Stacy Rosemary, hantu berdarah dingin...