Torment or Threat? (Epilogue)

27 4 0
                                    

Anna POV

Tak terasa matahari sudah hampir terlelap.

Ternyata aku sudah mengitari seluruh pelosok kota selama enam jam. Raymond benar-benar sudah kelewatan! Akibat ia kabur entah ke mana saat permainan seram yang diadakan Chris itu, seluruh anggota OSIS, terkhususnya AKU harus mencarinya mati-matian selepas pulang sekolah.

Bahkan aku tak sempat mengunjungi Leo yang sudah genap tiga hari dirawat di rumah sakit sejak aku dan Liz menemukannya terkapar penuh darah di lapangan malam itu.

Keadaannya saat itu membuat tubuhku bergidik ngeri. Ia terkapar tak berdaya di sana dikelilingi darahnya sendiri.

Ser...

Sebuah angin misterius membelai halus tengkukku. Angin itu membuatku tersadar dari imajinasi singkat yang baru saja kualami.

Deg...

Jantungku nyaris berhenti ketika kudapati diriku sedang berdiri di depan sebuah pintu putih bernomor 107. Tepat di sampingnya tercantum nama "Leo Marvel" yang ditulis pada sebuah kertas. Tanpa harus berpikir lebih lanjut, aku sudah paham kalau keberadaanku sekarang adalah di rumah sakit tempat Leo dirawat..

Seingatku aku sedang dalam perjalanan PULANG, tak mungkin aku bisa sampai di sini! Bahkan rumah sakit ini bertentang jalan dengan rumahku, nyasar pun aku tak mungkin sampai di sini!

Sruk...

Tanpa diberi aba-aba, pandanganku langsung tertuju ke arah sumber suara itu, yaitu lorong di sebelah kananku. Lorong itu tampak sepi, tak ada seorang pun di sana. Bulu kudukku meremang seketika, jantungku yang sudah berdegup kencang sejak tadi bertambah anarki. Tahu-tahu saja bau yang sangat wangi tercium di hidungku.

Sruk...

Aku langsung menerjang masuk ke dalam kamar Leo tanpa permisi dan menutup pintu itu rapat-rapat.

Ruangan ini kosong.

Tak ada buah atau semacamnya di meja. Tak ada seorang pun yang berbaring di atas kasur putih yang tampak rapi. Yang ada di sini hanyalah sepucuk surat. Karena penasaran, kuraih dan kubuka lipatan rapi surat tersebut.

"Kamar mayat"

APA!? Leo meninggal dan kini ada di kamar mayat!? Tidak mungkin, kalau dia dipindahkan ke sana bukankah seharusnya pihak rumah sakit menelpon walinya dulu? Seingatku aku meninggalkan nomorku.

Aku segera berlarian menuju kamar mayat, berniat mengkritik tindakan lancang rumah sakit habis-habisan. Namun ketika aku menjeblakkan pintunya, bukan sekelomopok dokter yang kutemui melainkan bau darah.

Saat aku sedang berusaha meyakinkan diriku tidak ada hal buruk yang akan terjadi...,

...sesuatu mengalir  di bawah kakiku.

Aku hampir pingsan saat mendapati yang mengalir di sana adalah darah merah kental,sumber bau anyir yang memenuhi ruangan ini.

Aku memalingkan wajah ke kanan, dan saat itu juga aku tahu sumber bau tak sedap, yang memenuhi ruangan ini.

Terbaring dua mayat mengenaskan bersama sebuah boneka yang sedang membawa cutter.

"AAAAAKKHHHHH" Aku terjatuh ke belakang.

Kedua mayat itu telah membiru, seakan sudah lama ditinggal di sana tanpa ada yang mengurusnya. Di daerah jantungnya terdapat lubang sumber darah yang kini sedang kuinjak. Kulit mereka putih pucat dan pembuluh-pembuluh darahnya tampak jelas dari permukaan kulitnya.

Yang terparah dari semua adalah, aku yakin kalau kedua mayat itu adalah temanku yang tak mungkin salah kukenali, Leo dan Chris.

Kurasakan jantungku meletup-letup hendak meloncat keluar. Kepalaku sangat pusing entah karena apa, mungkin bau anyir sudah meracuni otakku.

[KUMPULAN CERPEN] Stacy's CursesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang