A Wish Upon A Star

56 7 0
                                    

This part of story was written by Cindy Handoko

Orang bilang, jika kau melihat bintang jatuh, permohonanmu akan terkabul.

Lalu bagaimana jika permohonan itu sebenarnya terlarang? Apakah bintang jatuh juga akan mengabulkannya?

Sebab malam ini, aku punya satu permohonan. Permohonan yang hanya aku dan bintang jatuh yang tahu...

***

SUZANNE POV

"Satu permohonan," ujar Dean. Aku menoleh dan memandanginya yang kini sedang duduk di sampingku, memandang langit malam yang ditaburi bintang berkerlap-kerlip,"Hanya bekerja pada satu permohonan saja. Sisanya tidak akan dikabulkan."

Aku kembali memandang ke atas langit dalam diam sembari mengangguk-angguk, "Aku punya banyak sekali permohonan untuk diucapkan."

"Kalau begitu, kau harus pilih satu," sahutnya, "Sebentar lagi bintang jatuhnya akan datang, kau harus cepat putuskan."

Aku terdiam sejenak, kemudian memutuskan untuk menoleh sekali lagi dan bertanya, "Kalau kau? Apa yang akan kau pinta pada bintang jatuh?"

Ia tersenyum jahil dan mengedipkan sebelah mata, "Rahasia. Permohonannya tidak akan terkabul jika dibocorkan."

Aku mendesah, "Katanya kita sahabat, tapi kau malah pelit sekali padaku."

Ia tertawa kecil, "Yah, ini kan demi permohonanku sendiri. Siapa tahu aku memohon agar kita selalu bersahabat selamanya. Apa kau tidak mau permohonan itu terkabul?"

Aku terdiam. "Yah... Aku mau, sih... Tapi sepertinya kau tidak meminta itu pada bintang jatuh, kan?"

"Sudah kubilang itu rahasia," jawabnya, lagi-lagi dengan nada jahil yang biasanya kusukai, namun malam ini terasa berbeda.

"Kau...," kalimatku tergantung di udara, menyisakan gema yang nyaris tak terdengar, "Permohonanmu pasti ada sangkut pautnya dengan Darren, kan?"

Ia tampak sedikit terkejut–yang bagiku merupakan pengakuan tak langsung bahwa tebakanku tepat mengenai sasaran–tapi kemudian menjawab dengan nada santai yang dibuat-buat. "Sok tahu," ia tertawa-tawa. 

Masih tawa yang dibuat-buat.

Kami berdua kemudian terdiam tanpa sepatah kata pun, menanti datangnya bintang jatuh yang akan mengabulkan permohonan terpendam kami.

"Suzanne," tiba-tiba ia memanggil namaku. Suaranya yang selalu bernada tinggi memecah keheningan malam. Aku menoleh perlahan-lahan dengan ekspresi bertanya-tanya, dan melihatnya masih duduk di sana dengan tatapan menerawang ke atas, "Apa mungkin kau masih marah padaku karena aku kini berpacaran dengan Darren?"

Aku tersenyum kecut. "Dean, kau tahu, aku tidak pernah bisa marah lama-lama padamu. Kita sahabat, dan kita mendapatkan apa yang seharusnya kita dapatkan. Mungkin Darren memang bukan takdirku–mungkin ia takdirmu. Siapa yang tahu hal-hal seperti ini sebelumnya?"

"Well," gumamnya, "Aku tahu, tapi... dalam beberapa saat tertentu, aku merasa kau seharusnya marah padaku untuk apa yang sudah kulakukan."

"Itu kan seharusnya," potongku, "Berhubung aku bukan seperti orang-orang lain, aku tidak marah."

"Sungguhan?" Ia akhirnya menoleh dengan ekspresi berharap. Aku mengangguk semantab mungkin, kemudian ia tersenyum lebar. "Thanks untuk pengertianmu, Suze. Kadang aku berpikir, mungkin aku tak bisa berjalan sejauh ini tanpamu."

Aku terdiam sejenak. Beberapa hal berkelebatan dalam benakku, sebelum akhirnya kuputuskan untuk menjawab, "Sama denganku."

Woosh...

[KUMPULAN CERPEN] Stacy's CursesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang