Malam itu, langit tampak lebih gelap daripada biasanya. Udara dingin yang menyiksa menyusup masuk melalui celah–celah jeruji ventilasi yang lebih mirip jeruji besi penjara, menyelubungi ruangan pengap di baliknya, membawa atmosfir mencekam yang terasa begitu kuat.
Ruangan itu tampak menyeramkan. Keempat sisi dindingnya yang terbuat dari batu bata merah dihiasi benda-benda gaib yang tergantung rapi–jelas-jelas sengaja diletakkan di sana. Ada boneka voodoo aneh yang sebagian jahitannya sudah rusak, lilin-lilin tinggi yang ujungnya meleleh–pertanda lilin-lilin itu sudah pernah disulut sebelumnya, senjata-senjata tajam yang ditata berdasarkan panjangnya, sampai papan ouija tua yang tidak jelas asli atau tidaknya. Benda-benda itu seakan berkonspirasi dengan udara dingin untuk membangkitkan suasana seram yang membuat bulu kuduk siapa pun berdiri.
Kecuali bulu kuduk pria itu.
Ya, pria berkemeja hitam yang saat ini tengah duduk di ujung meja panjang yang terletak persis di tengah ruangan itu. Sejak tadi, yang ia lakukan hanyalah memandang ke sekeliling–ke arah empat orang lainnya yang semuanya tampak ketakutan setengah mati. Jari-jarinya diketukkan ke atas meja besi tempatnya bertopang, seolah suasana menyeramkan itu malah sedang dinikmatinya.
"Kenapa, sih?" Tanyanya, memecah keheningan. Lilin yang menyala terang di tengah-tengah meja menyorot wajahnya dalam kegelapan, membuatnya tampak hampir sama menyeramkannya dengan boneka voodoo yang dipajang di sisi ruangan. Padahal, tanpa aura gelap yang melingkupinya, pria itu seharusnya tampan. Seharusnya.
"Ng... Chris," seorang gadis di antara keempat orang itu membuka suara. Raut wajahnya kelihatan sepucat kertas. Kalau ini sebuah pentas drama Halloween, pastilah gadis itu sedang berperan sebagai hantunya. "Apa... lo nggak merasa ini agak keterlaluan?"
"Keterlaluan apanya?" Pria berkemeja hitam yang bernama Chris itu mendengus. "Kalian kan udah setuju untuk mengadakan permainan ini. Lagipula, gue udah pernah mencobanya. Nggak berbahaya, kok."
"Tapi... hari ini kan Halloween. Mungkin bakal terjadi sesuatu yang berbeda, kan?" Gadis itu menyahut lagi. Volume suaranya memelan, nyaris tercekat. Wajahnya ditekuk.
"Halloween itu kan cuma tanggal yang ditandai manusia buat bikin acara sendiri," Chris menjawab acuh, "Hantu, roh, dan makhluk-makhluk gaib lainnya nggak tahu apa itu Halloween. Manusia aja yang suka mengada-ada."
"Kalo Halloween cuma dibikin buat mengada-ada, berarti aslinya itu nggak penting, kan?" Pria lainnya membuka suara. Pria itu pendek–tidak begitu pendek, sih, tapi jelas tidak setinggi Chris. Wajahnya tampak kusut, menandakan ia juga merasa tak nyaman.
Chris memandang pria itu sejenak, kemudian mengangguk.
"Ya udah, kalo nggak penting, mendingan kita bubar aja. Lagian kita bikin acara permainan absurd ini dalam rangka Halloween, kan?" Pria itu memprotes.
"LEMON!" Chris membentak. Matanya melotot dan tangannya terkepal. "Jaga mulut lo! Nggak ada hantu atau roh yang suka dikatai absurd. Bisa-bisa kita diganggu nanti."
Pria yang sepertinya bernama Lemon itu memutar bola matanya lagi. "Nggak usah dikatain absurd juga kita udah tergolong cari mati dengan ngadain permainan kayak gini. Lihat aja kamar lo ini. Udah bener-bener kayak sarang dukun."
"Mereka nggak mengganggu asalkan lo nggak mengusik mereka duluan," Chris berkata, "Contohnya gue. Selama ini, gue udah mencoba berbagai macam permainan tanya-jawab sama hantu-hantu itu. Tapi mereka nggak pernah ngeganggu gue, tuh, setelah itu. Karena apa? Karena gue melakukannya sesuai prosedur, nggak aneh-aneh. Gue nggak mengatai hantu itu apa-apa, apalagi absurd."
KAMU SEDANG MEMBACA
[KUMPULAN CERPEN] Stacy's Curses
Horror#35 Cerpen out of 3.5k (26.1.20) #24 Sahabat out of 2.26k (26.1.20) #23 Horor out of 1.8k (26.1.20) #20 Misteri out of 1.47k (26.1.20) #22 Urban legend out of 1.22k (26.1.20) Kumpulan cerita seram tentang teror Stacy Rosemary, hantu berdarah dingin...