Akane POV
Ya Tuhan, aku benar-benar harus memperbaiki spontanitasku!
Bagaimana aku bisa memberi makan seluruh anak di sekolahku pada pestaku besok kalau aku cuma memesan sesuai dengan jumlah tamu yang benar-benar kuundang! Aduh, Ibuku pasti membunuhku!
"Akane! Ayo makan dulu!" seru ibuku dari lantai bawah.
Yep. Sudah waktunya aku mati.
Aku segera berlari menuruni tangga dan duduk di meja makan bersama ayah dan ibuku. Berbagai makanan sudah disiapkan di meja makan dengan rapi, dan baunya juga sangat menggoda.
Namun menyadari bahwa sebentar lagi aku bakal mati, aku tetap merasa tidak enak.
"Kaa-san, Tou-san." panggilku lirih.
**Tou-san = panggilan untuk ayah dalam bahasa Jepang.
"Kenapa sayang?" sahut mereka bersamaan.
"Mungkin tidak, kalau makanan di pestaku besok ditambah. Terus dijadikan standing party." tanyaku sambil menunduk, tidak berani menatap wajah mereka.
"Wah, kamu bilangnya mepet sekali." gumam ibuku.
"Memang kenapa?" tanya ayahku.
"Aku..." kugantungkan kalimatku di udara. "Tidak sengaja mengundang seluruh anak-anak sekolah untuk ke pesta."
Tidak diduga, bukannya reaksi heboh yang kuterima, melainkan suasana hening, dan percayalah ini jauh bermilyar-milyar kali lipat lebih mengerikan daripada bayanganku. Jantungku berdegup kencang. Keringat mulai muncul membasahi keningku.
"Oke." sahut ibuku pada akhirnya, membuatku melongo heran.
"Hah? Serius?" tanyaku tidak percaya.
"Iya. Sebenarnya kami juga mau minta maaf. Besok tiba-tiba ada rapat penting di luar negeri, jadi kami tidak bisa datang ke pestamu. Begitu juga teman-teman kami. Jatahnya buat teman-temanmu saja. Nanti Tou-san teleponkan hotelnya minta tambahan makanan buffet dan minta pindah ke ballroom." jelas ayahku.
"Tapi kami bisa cancel rapatnya kalau semisal kamu tidak setuju." Ibuku buru-buru menambahkan. "Lagipula pestamu cuma sekali seumur hidup."
Pesta dengan teman-teman sampai larut malam, dengan DJ, tanpa orang-orang dewasa, bukankah semua itu sempurna!? Aku menggeleng singkat, berusaha menyembunyikan kesenangan yang benar-benar meledak-ledak di dadaku. "Tidak apa-apa. Maaf aku tidak bilang lebih awal."
"Maaf juga kami tiba-tiba tidak bisa datang." sahut mereka bersamaan sambil memelukku hangat.
Kami pun makan malam dengan tenang sebelum akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke kamar. Baru saja aku hendak membuka pintu kamarku, ibuku sudah memanggilku lagi.
"Kenapa?" tanyaku setengah berteriak.
"Kaa-san lupa, tadi ada titipan kado yang dikirim pos, sudah kuletakkan di samping kasurmu, ya!" sahutnya dari lantai bawah.
Bagai anjing yang mendengar bel makan siang, aku langsung masuk ke kamar dan berjalan ke pinggir kasur. Tampak sebuah kotak berwarna merah muda cerah yang dibungkus rapi dengan pita warna merah tua. Di dekat bungkusan pita tersebut tampak sebuah kartu ucapan mungil yang langsung menarik tanganku untuk meraih dan membacanya.
"Untuk Akane, jangan dibuka sebelum acara buka kado di pestamu, ya."
Oke, perintah jangan dibuka itu malah semakin menggelitik rasa penasaranku untuk membukanya. Aku mengulurkan tanganku untuk menarik pita merah yang terikat rapi di box tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[KUMPULAN CERPEN] Stacy's Curses
Horror#35 Cerpen out of 3.5k (26.1.20) #24 Sahabat out of 2.26k (26.1.20) #23 Horor out of 1.8k (26.1.20) #20 Misteri out of 1.47k (26.1.20) #22 Urban legend out of 1.22k (26.1.20) Kumpulan cerita seram tentang teror Stacy Rosemary, hantu berdarah dingin...