Dinginnya mengundang sewot
Merajamku pada emosi muntab dalam tamaram setengah terang
Aku tak yakin akan baik
Tapi tetap saja kulanjutkan rutinitas sialan
Dingin...
Dan aku sewot akannya
Lantas dengan perut keroncongan aku keluar setengah telanjang
Membuka kotak pia tiga hari lalu, menggigitnya sebentar, mengunyahnya pelan, dan menjejalkannya semua ke dalam rongga mulut
Hampir tersedak, tapi aku selamat
Belum waktunya mati pikirku
Masa iya karena pia matiku?
Tes
Tes
Tes
Ada yang jatuh bersamaan pikiranku tentang apakah pia yang akan menjelma sebagai malaikat pencabut nyawaku
Tes
Tes
Tes
Air...
Menetes perlahan dari ujung-ujung rambut basah bekas keramas
Kuperhatikan...
Tetesannya melewati pipi, ada yang jatuh ke pundak, ada yang jatuh ke perut, ada yang langsung ke lantai marmer hitam sejelaga malam
Tes
Tes
Tes
Kutatap lekat... Mengkilat jadinya lantai di bawahku
"Kau tidak mau mengeringkan badan? Mau membuat becek lantai lalu kita berdua mati karena terpeleset?"
Dan tersadar ketika seraut pucat bermata bulan sabit menggunakan bibir pedasnya menanyakan hal yang membuat otakku melompat kilat dari sebuah pia ke tetesan air dari rambutku
Oh... Mungkin bukan pia
Mungkin rambut bekas keramas yang bisa jadi pengantar layanan jiwaku pada sang waktu
Huh dingin
Buat sewot saja
KAMU SEDANG MEMBACA
MAU MANDI TAPI SUDAH PERNAH
Random[Mature] Bisa jadi rangkaian diksi. Bisa jadi kumpulan puisi. Bisa jadi deretan fiksi. Bisa jadi buah-buah mimpi. Bisa jadi pilihan lain selain mati. Seperti semua hal bisa jadi. ©VanillaBear2019