19

3.7K 272 52
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat membaca

Jangan lupa pencet ⭐ ya kakak.

***

"Saya ngak tahu, tapi tadi pas turun dari lantai dua sama Mbak ini," tunjuk Sindy ke arah Lusy, "dia emang udah nangis, terus pas selesai angkat telpon dia lansung pingsan."

Dengan nada bicara yang syarat dengan ketakutan, Sindy menjawab pertanyaan dari suami sahabatnya itu. Tangannya sampai keringatan saking gugup ... bukan, lebih kepada takut, karna melihat aura yang Axel keluarkan sekarang.

"Ada yang bisa jelasin?"

Axel mengalihkan pandangannya pada dua wanita yang sekarang tengah duduk tepat di seberangnya.

"Lo bisu, Ra? Lo tau kan, Gue ngak suka ngulang pertanyaan yang sama?"

Dengan wajah datarnya Axel memandang Clara yang sekarang tengah duduk sambil meremas tangannya. Axel tahu ada yang sahabatnya sembunyikan sekarang.

Tidak mendapat jawaban, Axel lalu mengalihkan pandangan pada Lusy. Wanita yang Axel yakini mejadi alasan Amora nya menangis.

"Lo, ngomong apa sama dia?"

Dengan wajah menahan rasa takut, karna melihat tatapan Axel yang dirasa menghunusnya, Lusy memperbaiki posisi duduknya, berusaha bersikap senormal mungkin.

"Kami ngobrol biasa saja, ngak ada sesuatu yang serius, Aku juga ngak tahu kenapa tiba-tiba di pingsan."

Dalam hati Lusy berharap semoga Axel mempercayai ucapannya.

Axel mengangguk, lalu tersenyum kecil, jenis senyum yang membuat Clara meremas tangannya lebih kuat lagi. Berteman sejak kecil dengan lelaki itu membuat Clara sangat paham makna di balik senyum itu.

"Oke, anggap aja Gue percaya, tapi kalau terjadi apa-apa sama dia, lo berdua tahu kan lagi berhadapan sama siapa?"

"Gue ngak ikutan!" potong Clara cepat, dia benar-benar takut sekarang, dia sangat paham bagaimana gilanya si Axel itu kalau sedang marah.

"Kalau gitu jelasin!" bentak Axel. Dia mulai meninggikan suaranya, membuat semua yang ada di sana bergidik ngeri. Sindy bahkan menyentuh dada saking kagetnya.

Clara menarik nafasnya perlahan, tidak ada pilihan selain menjelaskan. Terakhir kali dia melihat ekpresi Axel seperti ini, saat Chaca, Adik lelaki itu hampir di rusak oleh pacarnya, dan bisa ditebak sendiri apa yang terjadi. Axel tidak pernah suka, salah, sangat tidak amat suka jika seseorang menyentuh miliknya. Jika itu terjadi jangan salahkan jika sisi liarnya akan keluar.

"Sebelumnya Gue ... minta maaf, udah nyembunyiin ...."

"Gue ngak butuh basa-basi, waktu kalian berdua jelasin cuma sampai Amora sadar. To the point, sebelumnya Gue dengar dari mulut dia lansung!"

"Oke, fine. Dia," Clara menatap Lusy yang duduk di sampingnya "minta bantuan Gue buat bisa dekat lagi sama, Lo. Dan untuk apa yang dia obrolin sama Amora tadi Gue ngak tahu apapun." Clara menarik nafas setelah mengatakan itu. Terserah, jika Lusy marah padanya, itu lebih baik dari pada menghadapi kemarahan Axel.

Axel kembali melihat ke arah Lusy. "Lo yakin cuma obrolin hal biasa tadi?"

"Y-ya ten-tentu, kami cum--"

Kata-kata Lusy terpotong, handphone Amora yang Axel letakan di atas meja berbunyi. Nama bapak Amora tertera di sana. Menarik nafasnya perlahan, Axel mengusap wajahnya frustasi. Berusaha meredam amarah yang sekarang sedang bergelora dalam dadanya, sedari tadi Axel sudah mencoba menahannya karna dia masih ingat yang dihadapinya sekarang adalah seorang waniita.

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang