Bismillahirrahmanirrahim
Selamat membaca 😉
Menghadapi sikap Axel yang berubah-ubah layaknya bunglon memang membutuhkan kesabaran yang ekstra, untung Amora yang baru tinggal bersama pria itu sudah cukup memahami itu semua. Jadi kalau kemaren-kemaren Axel bersikap hangat dan sekarang tiba-tiba saja bersikap dingin ataupun sebaliknya Amora tidak akan kaget lagi.
Seperti pagi ini, entah kenapa Amora merasa Axel seperti menjaga jarak dengannya, sejak bangun suaminya itu tidak buka suara, bahkan ketika Amora memanggilnya untuk sarapan Axel hanya menjawab dengan gumanan.
Saat mencuci piring bekas sarapan mereka, Amora berfikir kira-kira kesalahan apa yang sudah dilakukannya, sehingga pagi ini Axel mendiamkannya. Semakin lama Amora berfikir semakin dia tidak menemukan jawaban.
Seingatnya semalam hubungan mereka masih baik-baik saja, bahkan Axel sempat menciumnya sebelum tidur. Tapi pagi ini kenapa pria itu terlihat berbeda, apa setan dalam mimpinya ikut ke dunia nyata dan sekarang tengah bersemayam dalam dirinya. Entahlah kepala Amora pusing memikirkannya.
"Kaos kakinya mana, Mo?" teriakan Axel dari ruang tengah berhasil menyadarkan Amora dari lamuanannya. Dimatikannya air kran dan cepat-cepat Amora me-lap tangannya, lalu berjalan mengahampiri Axel yang sekarang tengah duduk di sofa menatap sepatunya.
"Kenapa?" tanya Amora, sebenarnya dia sudah mendengar ucapan Axel tadi, tapi dia ingin Axel mengulang ucapannya kembali. Berbicara dengannya.
"Kaos kakinya mana?"
Amora mengangguk paham, walaupun sedikit kecewa karna Axel berbicara tidak melihat ke arahnya. "Tunggu bentar, Aku ambilin dulu."
Amora melangkah ke kamar mereka dan mencari kaos kaki baru untuk Axel yang kemaren sangaja dibelikannya.
Beberapa hari yang lalu saat menemani Sindy ke Mall, Amora tidak sengaja melihatnya dan membelikannya untuk Axel.
"Ini," kata Amora sambil menyodorkan kaos kaki yang masih terbungkus plastik itu.
"Yang biasa mana?" tanya Axel sambil memakainya.
"Ada, hari ini pake itu aja, ya."
Axel mengangguk pelan, tangannya sibuk memakaikan sepatu pada kakinya, Amora yang melihat Axel sedikit kesusahan berinisiatif membantunya. Dia berjongkok di depan Axel dan memperbaiki ujung kaos kaki yang sedikit terlipat. Bayangkan saja memasang sepatu dengan seragam ketat yang membalut tubuh tentu saja agak sedikit mengalami kesulitan.
"Ngak perlu," kata Axel, menjauhkan kaki dan sepatu miliknya. Sepatu besar yang kalau nginjak semut bukan bisa bikin cedera lagi tapi lansung mati, saking besar dan beratnya.
Amora yang melihat itu lantas berdiri kembali, ada sesuatu yang menganjal dalam hatinya mendapati Axel menolak bantuannya, padahal di awal pernikahan mereka, semuanya terasa biasa saja.
Axel melanjutkan kembali aktivitasnya, mengabaikan tatapan Amora yang sekarang tertuju lurus padanya.
"Kenapa?" tanya Amora pelan, "kamu sekarang marah karna apa? Aku ada buat salah?"
Axel mengangkat kepalanya dan menatap Amora yang sekarang beridiri tepat di depannya.
"Siapa yang marah?"
"Ck."
Axel menatap tajam Amora mendengar istrinya itu berdecak.
"Jangan ulangi," katanya pelan namun penuh penekanan.
Menarik nafasnya perlahan, Amora mencoba bersabar. "Jadi, sekarang marahnya kenapa? Kamu bisa bilang biar aku perbaiki."
"Aku ngak marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
RomanceKesedihan, kesusahan dan penghianatan yang datang pada hidupmu jangan pernah disesali. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa yang akan datang, semuanya bisa saja berbalik menjadi kebahagian dengan cara yang berbeda dan tidak terduga. Saat...