♥️♥️♥️
Berproseslah dari lembar soal ujian,bukan hasil yang didapatkan
♥️♥️♥️
kalian tahu aroma kamar yang sudah lama tak dibuka? Apek!Dengan pintu berderak mengurut gendang telinga, lantai keramik yang mungkin berbulan - bulan tak di bersihkan. Kuning di sana - sini. Plafon rumah yang penuh bercak dan What! Bolong?. Dan jangan lupakan pria yang wajahnya masih saja kaku sejak tadi siang. Sambil menyampirkan topi dan melepas sepatu Boost nya, yahh lelaki itu bersandar lelah di satu - satunya sofa ruangan ini. Kamar Mess.
Kota Surabaya yang aku lewati beberapa saat lalu memang menggiurkan untuk dijelajahi, tapi kami harus beristirahat sementara waktu dulu di mess ini sebelum pukul delapan malam kapal menuju Makassar berlayar. Nice! Jetlegku bahkan belum sempurna hilang tapi aku juga tak bisa mengutarakannya. Entah beban berat atau masalah apa yang dihadapinya hingga sampai sekarang tak ada perbincangan yang tercipta. Adem banget ae kayak nyeruput es di kota malang pas musim hujan.
Aku mandi terburu-buru, perasaanku tidak enak sejak masuk tempat ini. Lampu kamar mandi tadi berkedip - kedip beberapa kali. Seperti tegangannya naik turun atau saklarnya dipermainkan. Huftt....Kayak mantan sebelah aja.
setelahnya tanpa membuang waktu aku bergegas ke kamar dan berganti pakaian. Dan lihat, games memang menjadi andalannya saat sendirian. Dia bahkan tidak menyadari bahwa sejak tadi istri satu - satunya ini merasakan ketar - ketir dan pikiran campur aduk. Tapi aku tak berani mengadu. Takut kalau itu mengganggu. Takut kalau aku justru membebaninya bukannya harus menjadi penyemangatnya. Aku serba ketakutan sejak menikah. Yang terpenting Urusan kelar, wajah pria itu tidak sekaku tadi aku sudah lega. Sambil melirik ponselnya aku berdehem
"ekhmm...." kurasa telinganya mungkin tersumbat suara deru mesin pesawat tadi, tak digubris Woy!
"Uohkookhhhhh......" batuk menggilaku keluar juga, dan akhirnya dia menoleh dengan ekspresi mengesalkan. Tanpa dosa.
"Kenapa?" tangannya masih lincah tapi matanya seolah tak ikhlas melihatku
"mandi sana loh, percuma ganteng kalau baunya kecut" dia tergelak dan berlalu meraih handuk yang kupakai tadi smabil terus fokus dengan ponselnya
"hati - hati mas" suara lirihku membuat langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi "lampunya kedap - kedip sendiri dari tadi, terus perasaanku....."
"helehhh.......kamunya aja yang penakut" ucapannya berbanding terbalik dengan wajahnya yang mendadak cemas.
"lihat itu loh sendiri" wajahnya semakin kalut saat lampu pijar warna kuning itu berkedip semakin sering
"jangan nakut-nakutin kenapa"
Cetakkkkkk
Tawaku pecah saat akhirnya mas Bheo melompat ke arahku, kemudian menyembunyikan wajahnya dibelakang tubuhku. Imutnya. Dia masih mendekapku dan semakin erat.
"mas sesak ini loh jadinya" aku berusaha keluar dari kungkungannya yang sumpah remuk kalau otot bisepnya bekerja seserius amin
Dia hanya merengut tapi tak melepaskan dekapannya. Aku hanya tersenyum sambil mengelus bahunya dengan tanganku yang bebas. "Mas bau Kecut" wajahnya semakin membuat gelakku bersuka ria.
"biarin, awas nanti kangen bauku baru tahu kamu dek"
*******
Pukul delapan masih kurang 10 menit, tapi aku dan mas Bheo sudah berada di antrian menuju kapal. Cuaca dingin dengan angin laut membuatku menggigil. Dalam tebalnya jaket tentara yang ku pakai, aku juga sudah membuatnya berlapis - lapis dengan jaket dan baju rajut rasanya masih super menggigil. Desember memang benar-benar bulan peralihan, aroma musim penghujan sudah kurasakan sebelum predikisi cuaca dikeluarkan. Di bulan ini jugalah, banyak pencari jodoh bertebaran, atau bahkan para lajang yang bersiap merasakan dinginnya kesendirian dan pekatnya aroma kopi tengah malam tanpa pasangan dan hanya kenangan. Begadang jangan begadang. Yups! Lagu Bang Rhoma.
Setelah melewati pintu dek kapal, aku dengannya menyusuri lorong - lorong bilik yang disediakan untuk penumpang beristirahat. Sebelum sampai sini aku tadi melihat beberapa pria berseragam dengannya juga ikut dalam keberangkatan ini tapi wajah mereka gusar. Saat mas Bheo menyapanya pun mereka seperti terlibat percakapan serius sehingga aku tidak focus dengan apa yang dibicarakan oleh rekan persitku. Mbak Serly. Yang bernasib sama denganku.
"Ehh......mbak Anita nanti kita ngobrol lagi ya" tuh kan, udah teriak aja dia di ujung lorong, sela tiga sampai empat pintu
"siap mbak"
Baru sela masuk, pendingin ruangan membuat besi - besi di sekitar ruangan mendadak tersentuh sedikit saja seperti menelan batu es. Nyilu. Aku duduk di atas dipan, dan menyaksikan mas Bheo yang setelah mendorong tas ranselnya ke sudut ruangan kemudian ia berdiri tercenung menatap laut lepas dari jendela bulat yang tak bisa dibuka. Aku ragu ingin menegurnya. Takut kesambet, kan sayang ganteng - ganteng kemasukan jin iprit.
Setelah menunggu sepuluh menit yang terasa membosankan, aku meraih ujung jari telunjuknya. Tak sampai sekian mili detik, wajahnya teralih padaku dan duduk bersebelahan di atas dipan yang tak sekosong tadi. Wahh perasaan kemarin aku yang menolak menikah dengannya, sekarang rasanya ada yang kurang kalau dia diam aja. Dasar aku.
"mau cerita?" kataku pelan dan ia justru meresponnya dengan pelukan
"dengarkan baik -baik dan jangan salah paham" ucapnya mantap dengan udara yang menggelitik ubun - ubunku. Padahal ada jilbabnya. Ini nafasnya aja tajem banget. gimana yang laen.
"kalau dijelasinnya pas, aku mah oke - oke aja mas" dia melepas pelukannya dan meraih tanganku
"tiga bulan lalu, salah satu atasan mas datang ke asrama dan berkata bahwa putrinya menyukai mas dan berharap mas dapat menjadi menantunya...." aku takjub mendengar ceritanya, yahh takjub aja. Selaku itu loh mas Bheo
"saat itu mas bingung siapa putrinya sampai bisa suka sama mas, ternyata kami gak sengaja ketemu di masa pelatihan akhir dan perempuan itu adalah salah satu tenaga medis yang mas bantu menemukan jam tangannya yang hilang di gorong - gorong. Tapi mas bingung, karena kamu sudah tidak bisa ditawar - tawar lagi harus jadi istri mas, dengan tegas mas tolak dong. Dan telpon pagi itu berasal dari salah satu ajudannya yang mas sangat kenal. Telefon itu bilang bahwa keputusan mas menikahimu adalah penolakan yang harus dibayar dengan ini..." aku menatapnya bertanya
".....dengan pemindahan tugas di daerah konflik dan rawan bencana" aku tersenyum menanggapinya
"Apa pria tua yang mas temui di dalam ruangannya sebelum berangkat ke Surabaya kemarin?" dia mengangguk
"iya dek"
"lalu apa yang Mas cemaskan?"
"Mas takut, saat nanti Mas bertugas jauh dari rumah dan juga harus meninggalkanmu sendirian, Mas khawatir kamu akan lari dari Mas" aku tertawa
"lari tuh capek Mas apalagi beda pulau gini...." wajahnya merengut, jujur akupun cemas bukan kepalang, tapi aku juga tak ingin jadi bebannya. Lagi - lagi aku takut. tapi dengan sigap kuraih tangannya yang besar lagi kasar.
"Mas mulai ngeremehin Nita Nih? Kan Nita sudah pernah bilang bahwa Nita mau belajar sama Mas. Dari Mas cerita tadi, kalau mas sudah yakin dengan Nita kenapa Nita harus ragu ngejalanin ini semua, toh kita berdua. Biarpun nanti cewek itu bakal ngupayain apapun buat mas nyesel gak milih dia, Nita bakal siap dukung apapun pilihan mas. Kita sudah sejauh ini Mas, kalau mas yakin Nita bisa, pasti kita bisa" senyumnya hampir membuatku meleleh
"mungkin kedepan, dia bisa saja membuatmu susah dalam dunia persit yang baru bagimu dek. Tapi mas akan berusaha sebaik mungkin menjaga apa yang sudah kita mulai" ucapnya dengan senyum dan kepala maju - maju, ini acaranya udah ganti? Dari motivator ke adegan romance?. Mungkin tinggal dua centi lagi dan akhirnya tuh bibir......
Tokkkkk..........Tookkkkkkkkkk
"Mbak Nita, ini Sherly mbak"
Bubar Massssss................
Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Mah JODOH!!
RomanceDi jalan setapak pemakaman yang dipenuhi pelayat dan para prajurit berseragam lengkap dua sosok muncul dengan senyuman kebahagiaan. Tangan perenpuan berjilbab cream itu bergelayut di lengan suamnya. Wajah mereka bersinar seolah seluruh lampu di duni...