Chapter 34 - CINTA -

542 37 6
                                    

Yuhuuuuu............ Besok adalah episode terakhir dari cerita ini. Happy banget bisa menuntaskan cerita ini bersama kalian yang setia membaca dan terimakasih untuk yang sudah menekan vote. Rekomendasi banget baca bab ini sambil dengerin lagu di mulmed.

SO Happy Reading!

......Tegarkan hatiku, Tak mau sesuatu merenggut engkau, naluriku berkata tak ingin terulang lagi, kehilangan cinta hati bagai raga tak bernyawa........ – Melly Goeslaw

                  Roda brankar dorong rumah sakit bergerak melewati pintu masuk UGD di ikuti tiga pria yang salah satunya berpakaian cabik dan air mata masih bercucuran dari bola matanya. Wanita hamil yang terbaring tak sadarkan diri menjadi satu – satunya yang Theo perhatikan. Pintu UGD tertutup, membawa istrinya hilang dari pandangannya.

Bahkan setelah lima belas menit dokter berkutat di dalam ruangan itu, Theo masih tak bisa beranjak meski seinci dari posisinya. Matanya lekat memandangi pintu putih itu. Dua pria lainnya yang masih setia menemani pria itu tak henti – hentinya menasehati untuk mendudukkan dirinya di kursi. Tapi telinga pria itu seakan tuli, yang ia dengar hanya detak nadi istrinya yang lemah saat masih berada dalam dekapannya. Entah kenapa dadanya semakin sesak dan seolah terhimpit. Nafasnya bahkan putus – putus, dan wajah pria itu memucat. 'aku benci rumah sakit' makian lirih itu terngiang dalam pikirannya.

"Gimana dokter?" sosok berbalut jas putih itu mendongak, senyum sabarnya menenangkan ketakutan Theo

"dia baik – baik saja, bapak tenang saja, beliau hanya dehidrasi, kelelahan parah dan luka luarnya sudah kami tangani, biarkan pasien istirahat terlebih dahulu, nanti setelah sadar, saya akan jelaskan kembali pada bapak"

Dokter itu pergi dan hilang di ujung lorong. Bimo mendekatinya dan menyampirkan jaketnya untuk menutupi kaos Theo yang sobek. Penampilannya benar – benar acak – acakkan. Pria itu melepas nafas sesak dari dadanya yang sempit. Kemudian berlari sekencangnya hingga Bimo tak bisa mencegahnya.

"biarkan saja Bim.....dia hanya ingin sendiri dahulu sebelum bertemu Anita, lebih baik kita berjaga di sini" Bimo yang semula tak setuju akhirnya ikut mengangguk

Theo melepas sepatunya, melangkah masuk ke ruang bertuliskan 'Tempat Berwudhu'. Air mata itu bercampur dengan tetasan air suci yang mengalir ke pipinya untuk kemudian jatuh dan hanyut bersama ketakutannya akan kehilangan. Sajadah panjang tergelar di sudut mushola yang sepi. Lantunan ayat Allah mengalun membasahi mata dan hatinya, menenangkan gemuruh di dadanya. Ia kembali kehadapan-Nya untuk mengais belas kasih bagi istrinya.

Paginya, Theo kembali ke ruang rawat Anita. Bimo dan Roy ternyata yang mengurus kepindahannya. Mereka berdua akan kembali lagi siang nanti. Bimo harus mengajukan izinnya dan apel pagi. Sementara Roy punya tanggung jawab di lapaknya. Theo memilih duduk di kursi sisi ranjang, menangkup tangan penuh lebam dan menciuminya dalam - dalam. Theo meringis pilu saat tadi ia memeriksa tubuh istrinya di penuhi memar yang sudah menghitam dari bahu hingga ujung kakinya. Lelaki malang itu kembali mengelus lembut perut buncit Anita dimana langsung disambut tendangan dari anaknya yang seolah antusias.

"Enghh......" Theo berjengit kaget saat suara itu mengusik telinganya

"heyy....jangan buat bunda bangun adik bayi, tenang – tenang di dalam, ayah sudah disini" Theo berbisik menenangkan anaknya yang terus bergerak setiap ia mengusap perut Anita

Katanya Mah JODOH!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang